Bab 2 yang berjudul "Mencintai dengan Tangan"
Seorang laki-laki berwarna coklat yang seakan mendambakan seorang perempuan kuning gading. Jemari kurus lelaki itu membuat gerakan searah dengan sketsa, menyentuh dari mata kaki hingga pangkal leher. Garis meliuk mengikuti pola clips itu yang mengingatkannya akan pinggang seseorang yang akrab dalam ingatannya. Melewatkan kesempatan bersama laki-laki berwarna coklat lalu menyesal, siapa lagi kalau bukan perempuan kuning gading. Membahas masa lalu yang telah mereka lalui, sembari menemani perempuan kuning gading menunggu lelaki bermata hijau lumut. Lelaki berwarna coklat yakin jika ia adalah orang yang dirindukan perempuan kuning gading itu, tapi saat ini sepertinya perempuan itu tengah merindukan lelaki bermata hijau lumut.
Bab 3 yang berjudul "Drama Chocolate Parfait"
Seorang perempuan mengalami keterlambatan penerbangan dikarenakan kabut asap yang tak kunjung berhenti. Dia bertemu dengan seorang teman semasa kuliah dulu, sang pria mengajaknya berkeliling kota tersebut. Tempat yang mereka kunjungi ini pernah menjadi tempat favorit para maneer dan mevrouw. Pria tersebut memesan semangkuk chocolate parfait. Perempuan itu heran, mengapa pria dihadapannya ini suka dengan chocolate parfait. Dia memberanikan diri untuk hertanya, lalu pria tersebut bercerita jika dulu dia sering datang ke tempat ini bersama seorang wanita dan selalu memesan chocolate parfait. Tapi itu dulu, kini wanita itu telah bahagia hidup bersama kakak kandungnya sendiri. Perempuan dihadapannya hanya bisa berdiam dan mengingat jika di kota nya dulu, ia juga sering memesan chocolate parfait bersama dengan seorang laki-laki yang kini mereka ada diambang perceraian. Perempuan ini memutuskan memesan semangkuk chocolate parfait untuk mereka berdua.
Bab 4 yang berjudul "Lumba-lumba di Kepala Saya"
Minggu cerah sekaligus gerah, perenang bersiap-siap menuju kubangan air, siap menari lumba-lumba. Teman yang harus merelakan buku panduan yoga dan bentuk- bentuk serba elastis berbentuk imajiner di layar 14 inci. Saat sedang asyik didalam mimpinya, ia merasa ada telapak tangan basah yang mengusap punggung tangannya, mengedarkan pandangan sekeliling, ternyata hanya sisa beberapa orang saja termasuk mereka. Dia bercerita bahwa tadi ia bermimpi lumba-lumba yang diibaratkan mirip seperti perenang tadi. Dulu sang perenang tidak seperti ini, dia berniat membuka penutup kepalanya dengan berbagai alasan. Mendadak ia menjadi sok tau dengan menyimpulkan bahwa sang perenang sedang tidak bahagia. Sang perenang berkata bahwa ini adalah terakhir kali dia begini, dia merindukan pakaiannya dulu.
Bab 5 yang berjudul "Ingatan Tentang Sarang Burung"
"Aku ingin membuat sarang. Dari ingatan warna hijau. Hijau gelap kebun kopi." Katanya dalam telepon genggam. Dia tidak begitu yakin akan ingatannya sendiri. Tetapi hal yang paling dia sukai adalah cerita cericit burung yang dia lupa namanya. Kenangannya terus bertumbuh besar hingga saat ini. Cara tertawa orang itu juga tidak pernah berubah. Tidak benar-benar lebar, mungkin karena sehelai rumput kering yang ada di bibir kirinya. Dia ingat waktu laki-laki itu berkata bahwa daun lamtoro yang dikunyah dengan ludah kental membuat luka lebih cepat mengering. Itu pertemuan pertamanya sejak dua puluh tahun yang lalu. Bernostalgia tentang cerita-cerita lama yang pernah dilalui oleh mereka berdua. Tidak tau kenapa dia senang jika laki-laki itu datang sendirian sore itu.
Bab 6 yang berjudul "Bunga-bunga Petunia di Beranda"
Sembari menikmati tehnya, Latifa mengingat apa yang ada di benaknya ketika di dapur tadi. Ah ia teringat untuk memeriksa tanaman perenial yang berumur pendek itu. Saat di beranda rumah orang tua Efendi, Latifa tidak percaya bahwa yang merawat bunga petunia adalah Efendi, setelah menikah Latifa percaya bahwa Efendi yang merawat bunga-bunga itu. Mereka menempati rumah kecil di sisi kota. Kenangan bisa saja datang tak kenal waktu, bisa jadi kenangan datang suatu hari dan tiba-tiba. Latifa kembali bersedekap, lagi-lagi ia meminum teh nya yang sudah tak sehangat tadi. Ia akan ke dapur untuk mengambil gunting dan semprotan insektisida. Bertahun-tahun telah berlalu, Margo anak satu-satunya hanya pulang setahun sekali saat musim liburan. Ia mulai mendapati Efendi yang jarang pulang kerumah. Latifa berpikir seandainya kanker payudara tak menggerogoti tubuhnya, mungkin kenyataannya menjadi berbeda.
Bab 7 yang berjudul "Gadis Kecil dari Loji dan Seorang Pemburu"