Mohon tunggu...
Devi Nasrotul Ummah
Devi Nasrotul Ummah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi IAIN Jember, pecinta novel, pecinta film bollywood, hafidzah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

23 September 2006

2 Maret 2018   00:38 Diperbarui: 2 Maret 2018   00:58 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bundha" itulah panggilan sayangku untuk ibuku. Ku membuka sebuah album photo sekitar tahun 2006, teringatku pada seseorang di sana yaitu ibu. Sudah sekitar 9 tahun ibu meninggalkanku di dunia sendirian, tanpa kasih seorang ibu. Aku tingal bersama ayah dan kedua kakakku.

********

            "Ratih...... sini ayo sarapan dulu" panggil seseorang dari dalam. "Iya bu,....sebentar aku akan turun" sahut ku di kejauhan. Aku segera menuruni tangga satu demi satu. Aku dan keluargaku makan dengan lahapnya. Tiba-tiba,,,"tooottttttt...." telepon berdering, ibu segera mengangkat gagang telepon, hampir saja ibu tersedak.

            "Halo,,assalamu'alaikum..siapa?" tanya ibu. "Wa'alaikum salam, ini aku mbak adik ipar mu Marry" jawabnya. "Oh..Marry ada apa ya?" tanya ibu. "Begini mbak Karin, aku mau nitipin anakku Vina untuk beberapa bulan saja, aku ada bisnis di sekolah". "Oh..silahkan, Vina kan sudah ku anggap anakku sendiri lagi pula Ratih di rumah kan tidak punya teman bermain" sahut ibu. "Terimah kasih ya mbak...". "Sama-sama". Ibu pun menutup gagang telponnya kembali dan melanjutkan sarapannya.

********

            3 bulan berlalu setelah sekian lama ibu mengasuh Vina, ibu jadi sakit-sakitan, ibu jadi sering batuk, bahkan aku pernah melihat ibu batuk sampai mengeluarkan darah tapi ibu tetap tenang dan tidak menceritakannya pada siapapun. Suatu hari ketika ayah pulang kerja aku langsung menyergapnya dan menceritakan apa yang terjadi pada ibu belakangan ini, ayah jadi terkejut.

            Ayah pergi meninggalkanku sendiri di ruang tamu dan segera mendatangi ibu yang ada di kamar. "Bu...tolong ceritakan pada ayah apa yang terjadi pada ibu!" sergap ayah pada ibu. "Ibu tidak apa-apa yah, ibu hanya batuk biasa, ayah tenang saja" jawab ibu dengan nada tenang.

            Suatu saat ayah melihat dengan mata kepalanya sendiri ibu muntah darah. Ayah jadi panik dan segera membawa ibu ke rumah sakit. Kata dokter ibu harus diperiksa lebih lanjut dan harus di rongten. Setelah sekian lama menunggu hasil rongten, akhirnya hasilnya keluar. "Ibu, bapak yang sabar. Ibu mengidap penyakit tumor ganas kalau tidak segera di operasi akan mengakibatkan kematian."

            Ayah dan ibu pulang membawa kesedihan, tetapi mereka berdua menutupinya. Akupun tak mengerti apa arti penyakit tersebut, karena aku masih berusia 5 tahun. Akhirnya, mereka berdua menceritakannya pada kedua kakakku, mereka terkejut dan ingin menangis melihat keadaan ibu. "Bu,,,jangan pergi tinggalkan kami, berjuanglah bu,,lawan penyakit ibu ibu pasti mampu tuk melawannya ibu pasti kuat"ucap kak Andy.

*****

            Minggu ke 7 telah berlalu, sekarang waktunya ibu operasi. Di sana ku mendapati sebuah tempat yang sunyi, gelap dan tak seorangpun boleh masuk ke dalamnya kecuali dokter, aku pernah dengar orang menyebut ruangan itu "UGD" aku tak tau apa arti dari sebutan itu, kemudian ayah menjelaskannya padaku.

            Berjam-jam aku telah menunggu di depan ruang operasi, aku ingin sekali melihat ibu lagi. Akhirnya penantianku telah tiba, dokter keluar dan berbicara pada ayah "alhamdulilah pak, operasinya berjalan dengan lancar" ucap dokter. "Alhamdulillah..." kata semua orang yang ada di sekitar ruang operasi. Ibu segera dipindah ke ruang ICU dan ketika aku bertemu ibu lagi aku ingin memeluk sekencang-kencangnya tapi, dokter melarangku "tunggu sebentar,,,tunggu sampai 2-3 hari lagi kau baru boleh memeluk ibumu" tegas dokter. Aku mendengarkan nasihat dokter sembari menundukkan kepala.

*****

            Telah ku tunggu hari ini, dimana ibu telah sehat, tapi belum diizinkan dokter pulang. Banyak tetangga datang menengok ibu, mereka menanyakan bagaimana keadaan ibu, satu demi satu mereka pulang. Disana ibu hanya ditemani oleh bibi, ayah dan nenekku, apapun yang diminta selalu mereka berikan pada ibu, sampai mau ke kamar mandi aja diantar, ibu seperti anak kecil aja.

            Aku diajak bibi pulang agar bisa refreshing di rumah, di rumah sakit juga bosan kadang kesana kemari tak jelas tujuannya.

*****

            Tak lama kemudian, bibi menerima kabar bahwa penyakit ibu ada lagi karena penyakit ibu sudah ganas jadi obat apapun sudah kebal. Bibi hanya bisa sabar dan tabah mendengarnya, bibi diam-diam datang ke rumah sakit tanpa memberitahuku.

            Pagi harinya, aku diajak bibiku ke rumah sakit, disana masih banyak tamu aku hanya bisa mondar-mandir kesana-kemari. Aku tertidur sejenak di rumah sakit selama beberapa jam, sore harinya aku pulang bersama bibi pula.

******

            Setiba di rumah aku langsung melepas lelah, tak tau mengapa setelah aku pulang penyakit ibu semakin parah bahkan mungkin dokter sudah tak dapat menyembuhkannya. Semua orang menangis mengapa ibu jadi begini, sampai di hari berikutnya sekitar pukul 04.00 shubuh ibu telah menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya. Aku tak sempat menghabiskan malam terakhir di samping ibu, semua orang menangis.

            Keesokan harinya mobil ambulance telah tiba di rumah, aku terbangun dengan mata merah. Tiba-tiba, salah seorang tetanggaku masuk ke kamar dan memberikanku segelas air putih dan mengajakku keluar. Aku terpanah melihat keadaan di sekelilingku, mereka menangis dan memelukku, aku ditunjukkan pada satu arah yaitu ibu, aku telah diberitahu kalau ibu telah tiada, aku menangis.

            Ku membuka sehelai kain putih yang menutup wajah ibu, ku melihat wajah ibu untuk yang terakhir kalinya,aku tak tau apa yang harus kulakukan aku lari ke arah seorang dipojok sana yaitu ayah, ayah menangis aku juga ikut menangis.

********

            Air mata ini telah berhenti sejenak, segera ku bergegas menuju masjid untuk menyolatkan jenazah ibuku, tiba-tiba datanglah seorang wanita yang berlarian kearah ku seraya menangis beliau adalah bibiku yang berasal dari kota tetangga. Selesai sholat ku berlari cepat-cepat menuju rumah dan menceritakan kejadian tadi, ayahku jadi ikut menangis. Tak lama kemudian, jenazah ibuku akan segera dikebumikan  dan dikembalikan kepada sang khaliq.

******

            2 tahun berlalu, setelah kematian ibuku hidup keluargaku terasa sepi semua canda tawa yang dulu ada hampir hilang, tapi semua kerabat dekat ayahku selalu mensupportku sehingga tawa itu ada lagi.

******

            "Ayah....."panggilku. ratih ingin bicara dengan Ayah, tak terasa sudah 9 tahun ibu meninggalkan kita, sedang usiaku semakin bertambah, setiap kenangan yang terjadi dalam kehidupanku aku ingin ibu menemaniku tapi itu mustahil yah, sekarang ibu sudah tak disini lagi ibu tak bisa melihat perkembanganku ibu tak bisa melihatku tumbuh menjadi seorang  gadis remaja, aku rindu ibu yah. "Ratih... bukan cuma kamu yang rindu pada ibumu tapi ayah dan kedua kakakmu juga" sahut ayah. Yah, Ratih punya 1 permintaaan pada tuhan "Ratih ingin bertemu ibu walau hanya dalam mimpi, Ratih ingin bertemu ibu walau untuk yang terakhir kalinya, Ratih ingin bertemu ibu walau hanya sekejap kerdipan mata saja ". Semoga tuhan mengabulkan permintaanmu sayang. Akhirnya aku dan ayah sama-sama mendapat air muka sedih tatkala merindukan sang ibunda tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun