Mohon tunggu...
Healthy

Ketidakcocokan yang Berbahaya

25 November 2017   22:58 Diperbarui: 26 November 2017   00:07 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antibodi yang telah dibentuk ini akan menyebabkan sel darah merah hancur dan berakibat pada anemia. Karena anemia inilah, maka tubuh janin akan melepaksan sel darah merah yang belum matang yang disebut eritroblast dari sumsum tulang. Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan hati dan limpa membesar. Selain itu, produksi eritroblas yang meningkat juga menyebabkan produksi komponen darah yang lain menjadi berkurang, hal inilah yang dapat memicu pendarahan dan komplikasi akibat ketidakseimbangan komposisi darah.

Sel darah merah yang hancur akan melepaskan hemoglobin. Nantinya hemoglobin ini yang akan berubah menjadi bilirubin. Dalam satu waktu, tubuh hanya mampu menampung bilirubin dalam jumlah yang terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperbilirubinemia, yaitu sebuah kondisi dimana warna kulit dan mata janin menjadi kekuningan. Bila jumlah bilirubin meningkat dalam jumlah banyak, maka akan terbentuk endapan di otak yang dapat berujung pada ketidakmampuan mendengar, menghambat perkembangan mental, hingga kematian.

Selain penyakit kuning, pembengkakan hati dan limpa, serta peningkatan bilirubin, eritroblastosis fetalis juga dapat menyebabkan hidrop fetalis yang ditandai dengan pembengkakan pada tubuh janin karena adanya akumulasi atau penumpukan cairan dalam tubuh bayi pada tempat yang tidak seharusnya. Akumulasi cairan ini dapat mengakibatkan penghambatan pertumbuhan paru-paru dan menyebabkan penyakit jantung.

Lalu, apakah ada cara untuk mencegah dan menangani penyakit ini?

Saat ini, sudah ditemukan cara-cara untuk mencegah dan menangani penyakit eritroblastosis fetalis. Terbukti dari berkurangnya jumlah janin yang meninggal akibat eritroblastosis fetalis dari 20.000 janin menjadi kurang dari 4000 janin.

Untuk mencegah dan mengatasi penyakit ini terjadi, langkah paling awal yang bisa kita lakukan adalah melakukan tes darah bagi ibu yang mengandung untuk mengetahui apa golongan darah serta rhesus dan antibodi penyebab eritroblastosis lain yang dimilikinya. Selain ibu, ayah juga akan melakukan tes darah. Apabila rhesus dari ayah adalah negatif maka tidak dilakukan tes lebih lanjut karena artinya tidak ada kemungkinan terjadinya eritroblastosis fetalis. Namun, bila ayah memiliki rhesus positif artinya ada kemungkinan janin akan memiliki rhesus positif. Tes ini dilakukan agar tim medis mampu menentukan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit eritroblastosis fetalis.

Selanjutnya setelah mengetahui bahwa ada kemungkinan janin akan memiliki rhesus positif, konsentrasi antibodi pada tubuh ibu yang melawan Rh-D (anti Rh-D) akan dicek. Bila konsentrasi positif tetapi kurang dari batas yang ditentukan laboratorium, darah ibu akan dicek setiap 2-4 minggu setelah 20 minggu. Bila konsentrasi anti Rh-D melebihi batas, maka akan dicek setiap 1-2 minggu menyesuaikan rekam medis dari ibu. Apabila ditemui adanya peningkatan jumlah anti Rh-D pada tubuh ibu, maka aliran darah janin akan segera dites untuk melihat apakah ada sel darah merah yang pecah. Tujuan dari pengecekan ini adalah untuk mendeteksi apakah terjadi anemia pada janin atau tidak.

Selain itu, dapat dilakukan tes pada janin seperti pengambilan sample darah tali pusar, analisis cairan amnion (air ketuban), dan USG (ultra-sound based diagnostic). Ketiga tes ini dilakukan untuk memantau perkembangan janin. Bila kadar bilirubin tetap normal dan tidak terlihat tanda-tanda hidrop fetalis, maka kehamilan dapat dinyatakan aman. Tetapi, adanya kenaikan bilirubin dalam cairan ketuban atau darah janin serta indikasi dari hidrop fetalis saat USG menunjukkan bahwa janin mengalami komplikasi. Apabila terbukti ada komplikasi pada janin, maka dapat dilakukan transfusi darah setiap 1-2 minggu dan biasanya hingga waktu kehamilan 32-35 minggu.  

Terdapat dua teknik yang digunakan untuk melakukan tranfusi darah pada janin. Yang pertama dalah dengan memasukkan jarum melewati rahim ibu menuju perut bayi. Sel darah merah lalu akan dialirkan dan masuk dalam sistem darah janin. Selain itu, dapat juga dengan menggunakan jarum yang sangat tipis, diarahkan dengan ultrasound, langsung menuju pembuluh vena dari tali pusar janin untuk mengalirkan sel darah merah secara langsung kedalam peredaran darah janin.

Setelah lahir, kondisi janin masih perlu dipantau. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mengatasi anemia, hyperbilirubinemia, dan pendarahan. Selain dengan transfusi darah, hyperbilirubinemia juga bisa ditangani dengan fototerapi, yaitu metelakkan bayi dibawah sebuah cahaya khusus yang dapat merubah bentuk molekuk bilirubin sehingga lebih mudah untuk diekskresikan oleh tubuh. Bila perlu, dapat dilakukan pemberian oksigen dan cairan elektrolit atau obat untuk mengatasi gejala-gejala lain.

Selain itu, resiko dari penyakit eritroblastosis juga dapat dikurangi dengan memberikan Rh-immunoglobulin kepada ibu. Rh-immunoglobulin atau sering disebut RhoGAM akan menghancurkan sel darah merah janin yang masuk ke dalam peredaran darah ibu sebelum anti-Rh dibentuk oleh tubuh ibu, sehingga akan mengurangi reaksi dari ibu kepada antigen yang dimiliki oleh janin. Pemberian RhoGAM ini dilakukan pada saat usia kehamilan 28 minggu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun