Mohon tunggu...
devi ana
devi ana Mohon Tunggu... ibu & pembelajar -

Ibu & pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siaga Bencana: Dari Sandiwara Jadi Kesadaran Bersama

17 September 2016   20:50 Diperbarui: 18 September 2016   05:02 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir lahar dingin Merapi di Magelang tahun 2010 [lipsus Kompas]

Radio, masihkah didengar?

Sandiwara radio merupakan salah satu jenis hiburan yang sangat popular di Indonesia pada tahun 1980-1990. Saat itu hampir semua stasiun radio memiliki sandiwara unggulan yang disiarkan selama jam siar utama. Pilihan ceritanya beragam, mulai cerita silat berlatar belakang kehidupan para ksatria dan putri kerajaan, genre drama kisah cinta anak muda, hingga kehidupan masyarakat sehari-hari. Radio memang memiliki basis pendengar setia, bahkan dulu di keluarga kami tiap orang punya radio sendiri karena masing-masing punya acara kesayangan yang tak boleh diganti oleh yang lainnya hehe.

Tapi apakah menghadirkan kembali sandiwara radio masih bisa diterima saat ini, mengingat kecenderungan masyarakat telah jauh berubah? Radio yang semula menjadi sarana hiburan utama, mulai digeser oleh kehadiran televisi, internet, media sosial, dan smartphone. Survey yang dikeluarkan Nielsen pada tahun 2014 menyebutkan bahwa penggunaan media radio berkisar pada angka 20% di seluruh Indonesia [sumber].

Meskipun tak sepopuler dulu, tapi radio tetap memiliki penggemar khusus karena berbagai keistimewaan yang tak dimiliki media lain. Yang pertama, radio sangat terjangkau untuk semua kalangan masyarakat sehingga masyarakat yang bertempat tinggal di pinggiran kota maupun pegunungan tetap bisa menikmati siarannya. Radio bisa digunakan untuk menyasar kelompok masyarakat yang belum tersentuh informasi dari media lain seperti televisi dan internet. Kelompok usia muda dan mereka yang tinggal di perkotaan mungkin mudah mengakses informasi dari televisi dan internet, tapi kelompok usia setengah baya yang tinggal di daerah pedesaan akan lebih mudah menerima pesan dari media radio yang telah lama dikenal sebelumnya.  Yang kedua, radio merupakan media yang sangat dekat secara emosional dengan pendengar karena bersifat lokal, bahkan banyak juga radio komunitas yang dibuat khusus untuk menyiarkan kegiatan khusus bagi komunitas tersebut. Kedekatan emosional yang terbangun antara penyiar radio dan pendengar membuat pesan-pesan yang disampaikan lewat radio lebih mudah diterima masyarakat. Sifat lokal juga memberikan keuntungan karena radio bisa mengatur jalan cerita agar sesuai dengan keseharian dan mengatur setting tempat sesuai dengan kondisi tempat tinggal pendengarnya.

Radio juga menjadi salah satu media yang bisa dinikmati sambil melakukan kegiatan lain tanpa terganggu. Radio mudah dibawa kemanapun sehingga bisa dinikmati sambil mencangkul, memasak, menggembala ternak, dan lainnya. Radio yang merupakan media berbasis suara juga memberikan ruang pada pendengarnya untuk berimajinasi. Agar lebih mudah sampai kepada sasaran, pesan-pesan tentang kesiagaan bencana dikemas dalam sebuah sandiwara radio. Masyarakat kita yang sudah sangat familiar dengan sandiwara radio, pasti bisa menikmati pesan-pesan dalam kemasan sandiwara radio lengkap dengan bumbu-bumbu kisah asmara yang memancing rasa penasaran. Para pengisi suara dalam sandiwara radio sangat khas dan terasa sangat dekat secara emosional dengan pendengarnya. Racikan dialog, musik, dan efek suara juga mampu menerbangkan imaginasi para pendengarnya hingga ke masa-masa kejayaan para raja yang menjadi setting sandiwara radio.

Walaupun angka pendengar radio tak terlalu tinggi, namun jumlah stasiun radio terus bertambah setiap tahun mencapai 1.986 stasiun di tahun 2013 dengan angka pertumbuhan 10% tiap tahun [sumber]. Seiring perkembangan teknologi penyiaran, radio juga mulai berevolusi untuk menghindari kepunahan. Berbagai upaya yang dilakukan para pemerhati siaran radio bisa menjadi angin segar bagi masa depan radio di Indonesia. Saat ini, telah banyak kita jumpai digitalisasi radio seperti radio internet atau radio streaming. Kemajuan teknologi membuat jangkauan radio semakin luas dan mudah diakses dimanapun.

adb-57ddb761707e614f5b12de5b.jpg
adb-57ddb761707e614f5b12de5b.jpg
Dari panggung sandiwara ke dunia nyata

Pemilihan radio sebagai media penyampai pesan sudah tepat sasaran, lalu apakah pemilihan kemasan sandiwara radio sudah cukup tepat? Sandiwara radio dengan latar belakang kehidupan jaman kerajaan ternyata masih sangat diminati sehingga sandiwara ADB yang mengambil setting cerita masa kerajaan Mataram sangat berpotensi digemari masyarakat. Kepiawaian para pengisi suara dan sound effect  menjadi faktor yang sangat penting untuk pendengar, semakin dramatis maka akan semakin seru di telinga pendengar. Sandiwara ADB melibatkan nama-nama besar dalam dunia sandiwara radio seperti S. Tidjab, Nanang Kasila, dan Ivone rose yang telah dikenal sejak dulu sehingga sangat menarik bagi masyarakat.

Untuk mencapai sasaran yang tepat, sandiwara ADB telah memilih 18 radio lokal dan 2 radio komunitas yang akrab di telinga masyarakat daerah rawan bencana. 2 radio komunitas yang menyiarkan ADB adalah radio komunitas lintas merapi [Jawa tengah] dan radio komunitas Kelud [Jawa Timur], keduanya berada di tengah komunitas masyarakat di daerah rawan bencana erupsi gunung merapi. Radio lokal yang dipilih menyiarkan ADB juga memiliki kualitas siaran bagus dengan basis pendengar khusus yang memiliki kedekatan emosional dengan para penyiarnya. Agar semakin optimal, sandiwara ADB mengambil waktu siar pada jam utama, yaitu 19.00 – 19.30, waktu ini merupakan waktu dimana para pendengar paling banyak mendengarkan siaran radio.


Saya dan keluarga dulu merupakan pendengar setia Radio Merapi indah FM [RMI FM], salah satu radio yang menyiarkan sandiwara ADB untuk daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Radio ini termasuk radio legendaris karena sudah beroperasi sejak tahun 1990 dengan sasaran masyarakat kelas menengah ke bawah di kawasan Magelang [Jawa Tengah] dan Sleman [Yogyakarta]. Yang paling betah mendengarkan siaran RMI adalah almarhum kakek, setiap malam setia mendengarkan siaran jenaka berselang-seling dengan alunan musik campur sari dan tak lupa menikmati siaran wayang semalam suntuk. Obrolan yang disampaikan penyiarnya terasa hangat dan dekat jadi seperti mengobrol dengan teman dekat. Radio ini juga termasuk rajin menggelar acara offair untuk menjalin kedekatan dengan pendengarnya sejak dulu hingga saat ini. Dengan siaran utama berupa hiburan musik, berita, dan pendidikan maka RMI menjadi saluran yang tepat untuk mengedukasi masyarakat Magelang dan Sleman. Kecamatan Muntilan di Kabupaten Magelang termasuk salah satu daerah siaga jika terjadi erupsi Merapi karena hanya berjarak kurang dari 25km dari puncak merapi. Tiap kali merapi erupsi, Muntilan akan diguyur hujan abu tebal hingga semua memutih. Muntilan juga memiliki beberapa sungai yang menjadi jalur aliran lahar dingin Merapi sehingga rawan mengalami banjir lahar dingin sebagaimana yang pernah terjadi pada erupsi tahun 2010. Dengan kondisi semacam ini, masyarakat Muntilan memang harus memiliki kesiapsiagaan tinggi menghadapi bencana dan akan sangat efektif bila menggunakan media sandiwara radio yang telah akrab dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Magelang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun