Mohon tunggu...
Vika Chorianti
Vika Chorianti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pecinta buku, musik dan movie

Wedding Organizer yang sangat mencintai dunia tulis menulis dan membaca buku ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Buruh; Pedang Bermata Dua

1 Mei 2015   08:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:30 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(source : bisniskeuangan.kompas.com)

Hari ini, tgl 1 Mei diperingati sebagai hari buruh Internasional. Hari ini, oleh pemerintahan yang dipimpin SBY lalu, dijadikan hari libur nasional atau tanggal merah. Tujuannya jelas, semoga di hari libur ini, buruh tidak turun dijalan melakukan demo seperti yang selalu dilakukan pada tahun2sebelumnya.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Libur atau tidak libur, asosiasi buruh atau dikenal dengan SPSI justru semangat untuk melakukan show of force. Seakan tanggal merah justru dijadikan kesempatan untuk menggalang massa sebanyak2nya agar bisa di jalan. Karena hari ini libur, tidak ada aktivitas kantor, tentu jalanan lebih lengang bila dibandingkan jika hari ini masih hari aktif bekerja.

Justru karena hari ini libur, para buruh tidak perlu untuk meminta ijin demo kepada perusahaan seperti yang sebelum2nya mereka lakukan. Mereka tidak perlu khawatir akan adanya bayang2pemecatan oleh pihak perusahaan karena melakukan demo.

Maafkan saya, bukan saya tidak bersimpati dengan keadaan buruh. Bukan saya kontra terhadap yang mereka lakukan. Karena saya memulai karir juga sebagai buruh. Sebagai pegawai. Saya memulai bekerja dari tingkatan yang paling bawah. Sehingga saya juga tahu bagaimana rasanya bekerja dalam sebuah sistem perusahaan, yang tidak semuanya mengakomodir keinginan kita. Saya memahami tidak semua perusahaan bisa memberikan kesejahteraan kepada karyawannya.

Buruh atau pegawai atau karyawan layaknya memang seperti pedang bermata dua. Keberadaannya sangat berkaitan erat dengan pengusaha. Buruh butuh pengusaha, pengusaha juga butuh buruh. Keduanya bagai mata uang yang tidak bisa terpisahkan. Saling membutuhkan.

Pada era pemerintahan Suharto, ketika semua keran kebebasan mengeluarkan pendapat ditutup, persoalan buruh tidak tampak dipermukaan. Masyarakat hanya melihat segala sesuatu baik2saja. Hingga muncul sosok tokoh Marsinah, buruh pabrik di Sidoarjo yang meninggal secara mengenaskan di tengah hutan Porong kala itu (jauh sebelum lumpur lapindo meluluhlantakkan porong).

Marsinah adalah anak orang biasa dan bekerja di pabrik biasa. Hanya suaranya yang tidak biasa. Dia bersuara terlalu lantang pada saat itu mengenai hak2pekerja yang tidak diberikan oleh pemilik pabrik. Dan kelantangan bersuara itu harus dibayar mahal dengan nyawanya sendiri.

Kini, di era pemerintahan SBY, Jokowi, kondisi buruh sudah jauh sangat lebih baik jika dibandingkan pada masa pemerintahan Suharto. Keran kebebasan berpendapat dibuka lebar. Mereka boleh turun ke jalan alias berdemo untuk menyuarakan -sudah bukan keinginan- tapi, tuntutan mereka kepada pemerintah. Pada saat berdemo pun mereka didampingi oleh petugas negara yaitu dari pihak kepolisian.

Namun justru saya melihat, ketika kebebasan bersuara itu sudah didapatkan, saya kok merasa justru sekarang pergerakan mereka menjadi (sedikit) kebablasan. Dimulai dengan tuntutan kenaikan UMR (upah minimum regional) untuk setiap tahunnya sebesar 30%. Alasannya kebutuhan hidup setiap tahun meningkat. Tidak cukup, mereka meminta UMP (upah minimum provinsi) juga meningkat. Alasannya agar terjadi pemerataan di seluruh provinsi.

Mereka juga meminta index KHL (kebutuhan hidup layak) ditingkatkan. Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah dasar dalam penetapan Upah Minimum. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan komponen-komponen pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang dibutuhkan oleh seorang pekerja lajang selama satu bulan.

Komponen yang dimasukkan dalam perhitungan KHL juga sangat luar biasa. Bukan hanya kebutuhan primer yang dimasukkan didalamnya, bahkan kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier juga masuk. Contohnya permintaan untuk pengadaan komponen rekreasi dan tabungan yang masuk dalam daftar.

Dari sebuah blog (www.gajimu.com) saya mendapatkan informasi mengenai KHL. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan.

Standar KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu :
Makanan & Minuman (11 items)
Sandang (13 items)
Perumahan (26 items)
Pendidikan (2 item)
Kesehatan (5 items)
Transportasi (1 item)
Rekreasi dan Tabungan (2 item)

Lebih detail, beberapa komponen KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 sebagai berikut :
1) Ikat pinggang
2) Kaos kaki
3) Deodorant 100 ml/g
4) Seterika 250 watt
5) Rice cooker ukuran 1/2 liter
6) Celana pendek
7) Pisau dapur
8) Semir dan sikat sepatu
9) Rak piring portable plastic
10) Sabun cuci piring (colek) 500 gr per bulan
11) Gayung plastik ukuran sedang
12) Sisir
13) Ballpoint/pensil
14) Cermin 30 x 50 cm

Bagi saya ini sangat luar biasa. Di Surabaya sendiri UMR kini sudah mencapai angka 2.7 juta/bulan. UMP Jawa Timur jika dirata2berada di angka 2 juta/bulan. Sebuah angka yang bisa dikatakan sedikit, namun bisa juga dikatakan sangat banyak. Angka tersebut telah melalui perundingan yang alot antara perwakilan pengusaha, buruh dan pemerintah.

Sekali lagi, saya bukan tidak bersimpati terhadap perjuangan buruh. Namun dalam benak saya muncul pertanyaan, bagaimana jika tuntutan itu tidak bisa dipenuhi pengusaha? Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak mampu? Pengusaha nakal memang ada, yang tidak mau memberikan hak2karyawannya. Tapi jumlahnya berapa banyak? Lebih banyak mana,pengusaha nakal atau pengusaha yang memang tidak mampu menggaji karyawannya sedemikian tinggi?

Alternatifnya ada 2. Perusahaan itu gulung tikar atau dia memecat semua karyawannya yang meminta gaji tinggi dan hanya memperkerjakan karyawan yang mampu digaji sesuai kemampuan mereka. Jika seperti itu, lalu apa artinya UMR dan UMP yang ditentukan?

Bagaimana kondisi dilapangan? Daerah rumah saya kebetulan dekat dengan kompleks pabrik seperti pabrik sepatu, pabrik wajan dll. Pegawainya ribuan. Jika waktunya masuk atau pulang selalu membuat macet jalan. Tetangga saya banyak yang bekerja di pabrik. Bagaimana gaji mereka?

Benar mereka memang digaji 2.7 jt/bulan. Tapi selama 2 shift langsung. Artinya mereka bekerja selama 16 jam. Tidak ada uang lembur, tidak ada uang makan. tidak ada uang transportasi. Semua sudah masuk dalamkomponen gaji 2.7 jt tersebut. Pegawai ada 3. Pegawai tetap,honorer dan pegawai musimam. Pegawai tetap adalah pegawai bagian kantor, pegawai honorer adalah pegawai yang bekerja sehari-hari dan pegawai musiman adalah pegawai yang hanya dipanggil bekerja jika produksi meningkat.

Bagaimana dengan fasilitas kesehatan? mereka dapat bpjs, hanya mereka maksimal hanya mendapatkan ijin tidak masuk 2 hari. Entah itu sakit ringan atau parah, tetap hanya bisa dua hari. Bagaimana saya tahu?karena teman saya beberapa waktu lalu bertabrakan dengan anak salah satu pegawai sepatu itu. Kebetulan kedua orang tuanya bekerja di pabrik itu. Jadi meskipun anaknya masuk RS dan harus dirawat selama 3 hari, perusahaan hanya memberikan ijin 2 hari.

Masih banyak contoh yang lain. Tidak usah jauh2, sebelum saya memulai usaha sendiri sebagai wedding organizer, saya bekerja di vendor pernikahan juga. Jabatan saya berjudul Manager Marketing. Gaji saya? hanya 2.2 jt/bulan. Jauh dibawah UMR kan? dengan beban kerja yang jauh lebih besar dari seorang karyawan toko.

Bagaimana dengan anak buah saya? jangan ditanya. Tentu saja pendapatannya dibawah saya. Contoh lain, lakukan sebuah survey di kompleks pertokoan, baik mall maupun pusat perbelanjaan. Tanyakan gaji mereka. Sesuai UMR? tidak. Sesuai UMP? juga tidak. Jadi mengapa mereka tetap bekerjasama? Karena bos mereka hanya mampu menggaji sebanyak yang mereka terima dan karena mereka butuh bertahan hidup. Gaji berapapun asalkan cukup buat makan, akan diterima juga.

Jika demikian, lalu apa kabar UMR? apa kabar UMP? apa kabar KHL? Saya melihatnya sebagai euforia. Sebagai Morfin. Janji Manis. PHP yang diberikan pemerintah kepada rakyat guna memenuhi tuntutan rakyatnya. Karena kenyataannya, tidak semua pengusaha itu mampu memenuhinya. Hanya perusahaan besar di kota besar saja.

Sekarang ini saya memang mencoba belajar menjadi entreprenuer. Membuka usaha sendiri. Saya pengusaha karena saya mengusahakan sendiri produk saya agar bisa diterima masyarakat. Tapi apakah saya kaya? Tidak. Apakah uang saya banyak? Juga Tidak. Penandanya apa? Saya tidak memiliki pegawai. Mengapa? Karena saya tidak mampu menggaji seorang pegawai sekalipun. Saya memang memiliki tim, tapi mereka dibayar berdasarkan event yang dilaksanakan. Tidak adil? memang. Tapi saya memang masih tidak mampu. Bukan tidak mau.

Jadi, ada berapa banyak pengusaha diluar sana yang kondisinya sama seperti saya?

Buruh itu saya melihatnya seperti api. Api sangat berguna untuk membantu kehidupan kita sehari-hari. Tapi jika api itu membesar, butuh manajemen tersendiri untuk mengendalikannya. Semakin besar, api bisa juga jadi sangat menyulitkan. Karena api bisa membakar. Menghanguskan apapun yang ada disekitarnya.

Menurut saya, perjuangan tetap bisa dilanjutkan. Tapi minta selain uang. Contohnya misalkan, saya setuju permintaan penghapusan outsourching karena itu sangat merugikan karyawan. Itu betul. Permintaan cuti hamil 3 bulan dengan dibayar penuh tidak boleh kurang. Perjuangan untuk pembuatan UU perlindungan TKI di Luar Negeri juga menurut saya sekarang yang urgent untuk dilakukan. Atau permintaan lain yang berkaitan dengan hak2karyawan yang masih bisa dinalar.

Happy May Day. Selamat Berjuang Para Buruh di Seluruh Dunia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun