Tokoh Ferre menurutku juga ga cocok diperankan oleh Herjunot Ali. Sepertinya dia kurang jantan. Dan dalam kehidupan nyata, menurut rumor yang beredar dari para wartawan gosip, Herjunotlah yang sesungguhnya gay. Lalu kenapa lantas dia yang harus jadi laki2gagah dan sukses? saya merasa bahwa cocoknya seharusnya yang jadi Ferre sang pria sukses adalah Fedi Nuril, atau Hamish Daud atau Arifin Putra atau siapapun asal bukan Herjunot Ali. Saya tidak sedang meng - under estimate - kemampuan berakting Junot, tapi menurutku penampakan fisiknya sama sekali tidak mendukung. Dia memiliki gestur yang agak melambai.
Untuk pemeran tokoh Diva pun menurut saya tidak cocok diperankan oleh Paula Verhoeven. Kenapa? karena menurut saya meskipun tampak dia berusaha keras untuk berakting judes, namun kesan itu tidak sampai kepada penonton, atau setidaknya saya. Okelah dia memang cantik dan memiliki kaki yang sangat panjang dan mulus, namun saya bahkan memiliki daftar nama2artis yang (menurut saya) lebih cocok memerankan tokoh Diva.
Sebut saja nama Catherine Wilson atau biasa dipanggil keket, atau Indah Kalalo. Dua peragawati itu selain cantik juga mereka memiliki paras judes, sombong, angkuh secara alami. Sehingga saya yakin tidak perlu berakting maksimal pun kesan itu akan sampai kepada penonton. Kesan itu sesuai sekali dengan karakter Diva. Jika kurang puas dengan dua nama itu dan ingin menonjolkan kesan tentang seorang yang blasteran dengan logat atau dialek ala2Cinta Laura, maka saya membayangkan peragawati senior Donna Harun cocok sekali memainkan peran itu.
Dan sebagai penonton yang sudah membaca bukunya, saya merasakan antiklimaks yang berkali kali. Saat saya merasa bahwa seharusnya cerita itu berakhir atau selesai alias buyar, alih2demikian malah diperpanjang lagi. Tercatat ada sekitar 3 atau 4 kali antiklimaks yang dibuat oleh Rizal. Efek yang ditimbulkannya, saya merasa capek menontonnya dan mulai berharap, mana endingnya, mana akhir ceritanya, kok gak selesai2sih filmnya. Dan memang betapa kagetnya saya saat tahu durasi film itu. 2 jam. Ekspektasi saya biasanya kan film2Indonesia itu cuma 1.5 jam saja. Euh memang benar2istimewa film satu ini
Hal yang mengganggu lainnya adalah perilaku penonton. Termasuk perilaku saya juga. Karena saya diserang radang tenggorokan makanya hampir sepanjang pemutaran film itu saya selalu batuk2. Saya sadar diri, bahwa perilaku saya ini sebenarnya sangat mengganggu orang2disekitar saya. Saya yakin itu. Namun meskipun telah saya tahan sedemikian rupa, saya menyerah pada keadaan dan terbatuk batuk terus.
Sementara untuk perilaku penonton yang lain, saya yakin sebagian besar mereka belum membaca bukunya karena rata2penontonnya adalah anak ABG alay yang pasti malas membaca. Saya yakin mereka begitu stressnya dengan pelaksanaan kurikulum 2013 sehingga tidak memiliki waktu untuk membaca karya2bermutu dari penulis2Indonesia. Dan itu tercermin dari perilaku mereka. Mereka sering sekali mentertawakan sesuatu yang menurut saya tidak lucu. Mereka tertawa saat Dimas dan Reuben mengikrarkan diri sebagai gay (mungkin dilingkungan sekitar mereka tidak pernah berinteraksi dengan para gay ya?) atau saat adegan ranjang antara Rara dan Aswin yang tidak ada apa2nya (seakan mereka belum pernah nonton film biru saja)
But overall, this movie is awesome. Very recommended movie. Kalo ada yang mau ngajak saya nonton film ini untuk kedua kalinya saya juga tetep mau kok (itu kode buat yang mau menarik perhatian saya, hahahaha)
Write From Heart,
Vee
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H