Mohon tunggu...
Devi Fitri Anggraini
Devi Fitri Anggraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Nutrisionis

Tertarik dalam kepenulisan isu kesehatan terkait gizi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Stunting di Balik Tumbuhan Subur: Bagaimana Pestisida Mengancam Pertumbuhan Anak

24 September 2024   19:00 Diperbarui: 24 September 2024   21:09 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan petani untuk melawan hama maupun penyakit yang dapat menyerang tumbuhan, sehingga memberikan manfaat utama berupa hasil panen yang lebih banyak dan berkualitas lebih baik. Meskipun pestisida memberikan manfaat dalam meningkatkan produktivitas pertanian, penggunaan yang berlebihan dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan dampak negatif.

Bayangkan kebun di rumah Anda sebagai pesta yang meriah. Semua makanan, minuman dan hiburan telah disiapkan dengan baik. Namun tanpa disadari, ada seseorang yang diam-diam menambahkan racun ke dalam hidangan yang disajikan. Itulah yang terjadi ketika pestisida digunakan secara berlebihan. Awalnya, mungkin tidak terlihat efeknya, tapi lambat laun racun tersebut bisa mengganggu kesehatan orang yang berada di sekitar.

 

Paparan Pestisida: Bahaya yang Tersembunyi

Penggunaan pestisida harus memperhatikan 5 TEPAT, yaitu: tepat objek, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara. Seperti pepatah yang mengatakan "Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik", penggunaan pestisida yang berlebihan maka akan mencemari tanah dan udara di sekitar kita. Idealnya, pestisida seharusnya hanya membunuh hama yang menjadi targetnya. Namun sayangnya, banyak pestisida yang tidak hanya berbahaya bagi hama, tetapi juga bisa berdampak negatif pada kesehatan manusia, terutama anak-anak. Paparan pestisida dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, dan salah satu dampak yang serius adalah meningkatkan risiko stunting pada anak. 

 

Apa Itu Stunting dan Mengapa Penting?

Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan dengan standar usia mereka, kondisi ini disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan masalah kesehatan lainnya. Dalam istilah sederhana, anak yang mengalami stunting tidak tumbuh setinggi dan secepat teman seusianya. Kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak, dan berdampak pada kualitas hidup mereka di masa depan. Menurut WHO (World Health Organization) stunting  berkontribusi sebesar 14,5% terhadap kematian pada balita. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5%, yang berarti 2 dari 10 balita mengalami stunting.

 

Mengapa Paparan Pestisida Bisa Menyebabkan Stunting?

Mari kita bayangkan dua anak yang lahir di dua lingkungan berbeda. Anak pertama tinggal di daerah pertanian di mana pestisida sering digunakan. Anak kedua tinggal di kota dengan sedikit paparan pestisida. Ketika mereka berusia 2 tahun, ternyata anak yang tinggal di daerah pertanian tumbuh lebih lambat dan lebih pendek dibandingkan temannya di kota. Mengapa ini bisa terjadi?

Penelitian menunjukkan bahwa paparan pestisida dapat mempengaruhi pertumbuhan anak-anak dengan cara mengganggu proses yang penting untuk pertumbuhan anak. Beberapa bahan kimia dalam pestisida dapat mengganggu sistem hormonal tubuh yang bertugas mengatur pertumbuhan dan perkembangan. 

 

Temuan Menarik dari Penelitian:

Sebuah penelitian yang dilakukan kepada 94 balita usia 2-5 tahun di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, mengungkapkan bahwa paparan pestisida berhubungan dengan kejadian stunting. Anak-anak yang sering bermain di sekitar ladang yang menggunakan pestisida memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting. Pestisida meninggalkan residu yang mengendap di permukaan tanah. Akibatnya, anak-anak bersentuhan dengan tanah yang mengandung residu pestisida. Selain itu, risiko anak terpapar pestisida juga dapat berasal dari Ibu yang terlibat dalam penyemprotan pestisida. Karena residu bisa terbawa pulang lewat pakaian atau tangan mereka, dan tanpa disadari, anak-anak mereka bisa terpapar di rumah.

Masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui berbagai cara, yaitu: melalui kulit, mulut atau pernapasan. Penyerapan melalui kulit bisa terjadi jika bahan beracun menempel lama pada kulit. Sedangkan paparan melalui saluran pernapasan dapat terjadi dari uap, tetesan, atau debu halus yang menempel pada pakaian. Ketika terpapar pestisida dengan kandungan bahan kimia yang memiliki sifat Thyroid Disrupting Chemical, maka fungsi tiroid dan hormon pertumbuhan (IGF-1) akan terganggu. Padahal, hormon tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan tulang, jaringan tubuh, organ-organ penting termasuk otak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sering terpapar pestisida cenderung memiliki kadar IGF-1 yang lebih rendah, yang bisa menghambat pertumbuhan mereka hingga menyebabkan terjadinya stunting. 

 

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan dari dampak penggunaan pestisida, dua regulasi penting menjadi acuan utama: Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang Pengawasan Pestisida.  Kolaborasi antara semua pihak penting untuk menegakkan aturan sekaligus mengembangkan metode pertanian yang lebih ramah lingkungan secara efektif.

 Pemerintah, melalui Dinas Pertanian dan Dinas Lingkungan Hidup berperan dalam memberikan pelatihan kepada petani, mengawasi penerapan peraturan, dan mendukung praktik pertanian berkelanjutan yang aman. Penyuluhan harus fokus pada penggunaan pestisida yang bijaksana serta mendorong lebih banyak penggunaan pestisida alami seperti bawang putih, kulit bawang merah, tembakau, serai dan lain sebagainya. Gapoktan (gabungan kelompok tani) melatih anggotanya, membantu penerapan praktik yang benar di tingkat lokal. Petani harus menggunakan pestisida dengan benar, memakai alat pelindung diri, dan membersihkan diri setelah penggunaan. 

 

Tips Mengurangi Residu Pestisida pada Buah dan Sayur:

Selain masyarakat di daerah pertanian, orang yang jauh dari ladang pun mungkin bisa terpapar pestisida dari residu yang menempel pada hasil panen terutama buah dan sayur, maka ini beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menguranginya:

  1. Buah dan sayur sebaiknya dicuci saat sudah siap dikonsumsi .
  2. Rendam buah atau sayur selama 20 menit dengan menggunakan campuran garam dan air dengan perbandingan 1:10.
  3. Gunakan sikat dengan bulu yang bersih dan lembut untuk buah dan sayur yang kulitnya lebih kencang seperti: apel, lemon, pir, kentang, wortel dan lobak. Cara ini membantu untuk menghilangkan residu dari pori-porinya. 
  4. Yang paling penting, cuci menggunakan air bersih dan mengalir.

Dengan menerapkan semua langkah ini, kita dapat mengurangi dampak negatif pestisida dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman.

 

Referensi:

  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Survei Kesehatan Indonesia 2023.
  2. Black, Robert E et al. Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. (2013). The Lancet, Volume 382, Issue 9890, 427 - 451.
  3. Mardiyana, Rina & Darundiati, Yusniar & Dangiran, Hanan. (2020). Hubungan Paparan Pestisida dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Magelang (Studi Kasus di Kecamatan Ngablak). Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 19. 77-82. 10.14710/mkmi.19.1.77-82.
  4. Purba, I.G., Sunarsih, E. and Yuliarti, Y. (2022). Kejadian Stunting pada Balita Terpajan Pestisida di Daerah Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 21(3), pp.320-328.
  5. Kartini, Apoina. (2016). Kejadian Stunting dan Kematangan Usia Tulang Pada Anak Usia Sekolah Dasar di Daerah Pertanian Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11. 214. 10.15294/kemas.v11i2.4271.
  6. Indriyati L, Santoso S, & Irianti E. (2024. Dampak Pertanian Organik dan Konvensional pada Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Budi Daya Tanaman Padi Sawah. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 29(3), 331-341. https://doi.org/10.18343/jipi.29.3.331

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun