Mohon tunggu...
Devi Ervika
Devi Ervika Mohon Tunggu... Lainnya - Long life hallucinations

✨

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Katanya Tidak Ada Mantan Santri, Tapi Kok?

12 November 2021   10:00 Diperbarui: 12 November 2021   10:07 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu kala saat masih mondok, seorang muallim saya bernah berkata bahwasanya tidak ada yang dinamakan mantan santri. Murid sekolah umum akan menjadi mantan murid jika sudah lulus. Namun santri, tidak akan menjadi mantan santri saat lulus dari pondok.

Dulu saya hanya mendengar sambil lalu perkataan ini. Namun jauh hari setelah saya menyelesaikan pendidikan di pesantern, kalimat ini kembali berputar-putar mengelilingi realita saya. Ada makna mendalam yang menjadi pembenaran sekaligus tamparan dalam realita. Karena perkataan ini lebih mengarah ke sebuah janji suci seorang santri.

Mengapa demikian ? Mari kita kupas dari awal..

Santri, mondok vs lulus

Kehidupan setiap orang selalu mempunyai warna-warni yang berbeda. Hal ini menjadikan santri yang hidup di asrama dalam satu keseragaman, tetap memiliki gaya hidupnya masing-masing. Namun dari keberagaman masing-masing, mereka disatukan oleh aturan yang mengikat, sehingga secara otomatis akan memiliki konsep yang sama.

Memang tidak mudah untuk menyatukan semua santri dengan beragam pandangan kedalam satu konsep. Namun berdasarkan pengalaman, saya melihat bahwa pesantern mampu melakukannya. Ada sistem dan sebuah tuntutan tanggung jawab yang membuat para santri mengikuti ikrar pesantren.

Dengan ini, dapat dikatakan bahwa kehidupan santri di pondok pesantren sangat terstruktur. Mereka memiliki sebuah tanggung jawab untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Dan karena hidup sehari-hari dengan teman yang mengikuti konsep yang sama, secara otomatis mereka akan berkompetisi dalam kebaikan.

Lalu ketika mereka lulus dan keluar dari pesantren, arena kompetisi mereka juga akan berubah. Dan pada dasarnya setiap orang akan beradaptasi dengan lingkungan barunya. Adaptasi kedepannya akan menciptakan konsep yang berbeda dalam hal kompetisi.

Itulah mengapa lingkungan membawa pengaruh yang sangat signifikan terhadap seseorang. Seperti diriwayatkan dalam sebuah hadist, bahwasanya "Perilaku teman itu menular".

Hal ini tidak berarti saat lulus santri harus mengurung diri hanya pada lingkungan yang sepaham. Berteman dengan siapapun dari lingkungan yang bagaimanapun tidak masalah. Yang terpenting adalah arena kompetisi yang dipilih.

Surga santri saat keluar dari pondok

Pesantren memiliki aturan yang tentu saja memberi batasan terhadap santrinya. Salah satunya seperti larangan membawa ponsel saat di pesantren. Hal ini secara otomatis membatasi santri dalam interaksi dunia maya.

Juga ada aturan yang tidak membebaskan santri keluar pondok. Kalaupun boleh keluar, hanya pada hari-hari khusus dan itupun jam serta lokasi yang dituju sangat terbatas. Jadi tidak akan ada istilah santri keluar untuk jalan-jalan ke tempat wisata atau sekedar hang out.

Dan dari sederet larangan yang ditetapkan, sudah pasti membuat santri menumpuk keinginan. Hal ini adalah sebuah kewajaran, karena pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki keinginan.

Sebagai contoh saya punya pengalaman terkait ponsel. Dulu ketika pertama kali masuk pesantern, saya masih sangat asing dengan ponsel. Asing dalam artian saya belum memilikinya dan bahkan belum pernah bersentuhan dengan jaringan internet.

Bertahun-tahun di pondok saya mendengar dan mengamati bahwa perkembangan ponsel dan internet sudah semakin terdepan. Saat itu saya paling penasaran dengan yang disebut Whatsapp. Karena yang saya ketahui hanya sebatas SMS dan telepon saja.

Kemudian saat lulus saya benar-benar maraton terkait ponsel dan internet. Dari sini saya paham mengapa berkirim pesan melalui SMS sudah tidak ramai lagi. "Oh ternyata ada whatsapp yang mempermudah segalanya.

Demikian dan masih banyak kasus lain. Istilahnya bukan balas dendam, santri hanya ingin mengejar ketertinggalan mereka akan apa yang terlewat.

Apakah semakin dalam berenang semakin lupa daratan ?

Fakta lapangan menyatakan tidak semua santri membawa gaya hidup positif pesantren pada kehidupannya di dunia luar. Saya punya teman yang bukan anak pesantren tapi dia juga dapat menjaga diri dengan baik. Dalam artian dia sangat memperhatikan mana yang boleh dan mana yang menjadi larangan.

Jadi bagaimana santri saat keluar dai pondok ? Kembali pada konsep bahwa setiap orang punya warna yang berbeda dalam hidupnya. Warna-warni ini menjadikan setidaknya ada tiga jenis masa depan santri saat lulus dari pesantren, yaitu :

1. Semakin menjadi baik

Ada tipe santri yang saat keluar dari pesantern benar-benar menjadi pribadi pesantern seutuhnya. Bagi mereka pemahaman baik dari pesantren akan menjadikan mereka pribadi yang lebih baik lagi.

2. Standar

Ada juga tipe santri yang tidak menolak setiap pemahaman baik dari pesantren. Mereka menerapkannya di kehidupan dan tetap menjalani seperti yang diajarkan. Yang terpenting bagi mereka adalah selama ajaran baik masih diterapkan.

3. Khilaf

Dari banyak mencoba gaya hidup baru, ada juga santri yang bisa khilaf. Proses ini biasanya tidak disadari. Karena mereka mencobanya sedikit demi sedikit dan kemudian menjadi kebiasaan. Jadi bisa dikatakan mereka terkadang tidak sadar kalau sudah berada pada tingkat khilaf.

***

Jadi intinya, santri yang berpegang pada janji suci "Tidak ada mantan santri" akan menjaga dirinya dari segala bentuk kekhilafan. Karena khilaf mereka adalah bagian dari ingkar janji. Tahu sendiri kan kalau ingkar janji sama artinya dengan berbohong.

Demikian ulasan ini secara khusus adalah sebagai reminder bagi diri saya sendiri. Karena saya pribadi bisa jadi juga telah sampai pada tahap khilaf. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang menepati janji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun