Mohon tunggu...
Devid Saputra
Devid Saputra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Raden Intan Lampung

Kecintaan terhadap lingkungan dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kepemimpinan Strategis Presiden Indonesia di Era Pasca Reformasi: Menjaga Kedaulatan di Laut China Selatan

31 Mei 2024   20:32 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:09 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Koleksi Penulis

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, memiliki kepentingan vital untuk melindungi kedaulatannya. Salah satu titik fokus utama adalah Laut Natuna, sebuah wilayah yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Wilayah perbatasan maritim ini bukan hanya penting karena posisi geografisnya, tetapi juga karena kekayaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, pengawasan dan perlindungan terhadap Laut Natuna menjadi tugas yang semakin mendesak bagi Indonesia dalam menjalankan kebijakan maritimnya serta menjaga keutuhan wilayah negara dari potensi ancaman eksternal.

Pasca era Reformasi 1998, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam tatanan politik domestik yang membuka peluang untuk memperkuat peran dan pengaruhnya di kawasan maritim. Reformasi mengubah struktur politik dan pemberdayaan rakyat, yang pada gilirannya memberikan lebih banyak kebebasan dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan. 

Dalam konteks maritim, perubahan ini memungkinkan pengembangan kebijakan yang lebih kompeten dan responsif terhadap kebutuhan nasional dan tantangan internasional, serta memperkuat keterlibatan Indonesia dalam diplomasi maritim di kawasan Asia Tenggara.

Namun, di samping peluang, tantangan juga tak terelakkan. Di Laut Natuna, Indonesia harus menghadapi berbagai ancaman terkait kedaulatan, seperti aktivitas ilegal penangkapan ikan serta potensi perselisihan dengan negara tetangga terkait batas maritim. Ini menuntut pemerintah Indonesia untuk tidak hanya memperkuat kapabilitas angkatan laut dan penjaga perairannya, tetapi juga mengadopsi kebijakan luar negeri yang efektif dalam menjalin kerjasama internasional.

Kepentingan Indonesia dalam Laut Natuna juga terkait erat dengan dinamika geopolitik di Laut China Selatan. Konflik kepentingan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, sering kali menciptakan ketegangan yang berpotensi mengganggu stabilitas regional. 

Dalam hal ini, Indonesia berupaya memainkan peran penting sebagai mediator dan stabilisator, melalui berbagai forum multilateral seperti ASEAN dan pertemuan internasional lainnya. Diplomasi yang halus dan cerdas menjadi kunci bagi Indonesia dalam menyeimbangkan hubungan baik dengan Tiongkok sambil tetap mempertahankan kedaulatan atas wilayahnya sendiri.

Lebih dari itu, penguatan posisi Indonesia di Laut Natuna juga sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo yang memperkenalkan konsep Poros Maritim Dunia. Konsep ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat kegiatan maritim yang memiliki kedaulatan penuh, mampu melindungi perbatasannya, dan berperan aktif dalam perdagangan dan keamanan maritim global. 

Melalui peningkatan infrastruktur maritim, pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan, serta respons terhadap tantangan keamanan, Indonesia terus berupaya mempertahankan dan memperkuat posisinya sebagai negara maritim terkuat di kawasan. Integrasi kebijakan domestik dan internasional menjadi langkah krusial untuk mencapai visi tersebut, sehingga Indonesia dapat mengoptimalkan potensi lautnya untuk kemakmuran nasional dan stabilitas regional.

Sebagai upaya mengamankan kepentingan strategis di Laut China Selatan, setiap presiden Indonesia telah mengambil pendekatan unik yang mencerminkan gaya kepemimpinan dan prioritas masing-masing. Mulai dari era B.J. Habibie hingga pemerintahan Joko Widodo, kebijakan yang diterapkan mencerminkan upaya menjaga kedaulatan dan memperkuat posisi Indonesia di tengah dinamika regional yang kompleks. 

Variasi dalam strategi ini menunjukkan adaptabilitas dan komitmen yang kuat untuk memastikan kepentingan nasional tetap terlindungi di kawasan yang penuh dengan ketegangan.

Jika dilihat secara keseluruhan, gaya kepemimpinan masing-masing presiden menunjukkan bagaimana karakter dan prioritas pribadi mereka, serta konteks politik dan situasional yang dihadapi, mempengaruhi kebijakan mereka terkait Laut China Selatan: (1) Abdurahman Wahid  memiliki gaya kepemimpinan Transformasional dan Visioner: mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan reformasi internal, yang mengesampingkan konfrontasi militer. (2) Megawati memiliki gaya kepemimpinan Situasional dan Diplomatis: berusaha menyeimbangkan stabilitas dalam negeri dengan diplomasi luar negeri. (3) Susilo Bambang Yudhoyono memiliki gaya kepemimpinan Rasional dan Konsensual: mengambil pendekatan yang berbasis data dan konsensus melalui keterlibatan multilateral. (4) Jokowi memiliki gaya kepemimpinan  Pragmatik dan Decisional: mengutamakan tindakan cepat dan efektif demi mempertahankan kepentingan nasional dan kedaulatan wilayah.

Beberpa bulan kedepan Indonesia memiliki presiden penerus yang baru sehingga perlu adanya perhatian terhadap strategi kepemimpinan masa depan Indonesia dalam menghadapi isu Laut China Selatan yang dapat mengambil inspirasi dari gaya dan pendekatan presiden-presiden sebelumnya.

 Dalam urusan diplomasi, model Diplomasi Multilateral Aktif yang diterapkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat relevan, di mana Indonesia mengambil peran aktif dalam ASEAN dan berbagai organisasi internasional untuk membangun solidaritas dan kekuatan kolektif dalam menghadapi tantangan regional. 

Selanjutnya, pendekatan Teknokratis dan Berbasis Ilmiah yang diusung oleh B.J. Habibie penting untuk memperkuat argumentasi dengan data ilmiah dan kajian hukum internasional yang komprehensif. Pada waktu yang sama, pendekatan Jokowi yang menekankan Kekuatan Maritim dan Infrastruktur wajib dilanjutkan untuk memastikan pengawasan dan perlindungan terhadap perairan teritorial Indonesia.

Mengadopsi pendekatan Inklusivitas dan Dialog ala Gus Dur akan memberikan pemahaman untuk negosiasi dan solusi damai dengan semua pemangku kepentingan. Pentingnya pendekatan Moderat dan Pragmatif yang dijalankan oleh Megawati, dengan menjaga keseimbangan antara kepentingan internal dan eksternal, juga tidak boleh diabaikan. 

Dengan mengombinasikan elemen-elemen ini, Indonesia dapat secara efektif mempertahankan kedaulatannya sambil membangun hubungan harmonis dan konstruktif dengan negara-negara tetangga serta komunitas internasional. Strategi ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam dinamika geopolitik di Laut China Selatan, sekaligus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional.

Pentingnya kesinambungan kepemimpinan dalam kebijakan Laut China Selatan dapat diwujudkan melalui penguatan koherensi kebijakan luar negeri yang jelas dan komprehensif, peningkatan kualitas diplomasi multilateral melalui peran aktif di ASEAN dan forum internasional lain, serta investasi berkelanjutan dalam pertahanan maritim dengan modernisasi peralatan dan pelatihan personel.

 Pengembangan infrastruktur maritim seperti pelabuhan dan fasilitas pengawasan canggih juga perlu diperhatikan, sementara penelitian strategis terkait kebijakan maritim harus didukung untuk menghasilkan data berkualitas. Kerja sama internasional dengan negara-negara sahabat, serta pendidikan dan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kedaulatan maritim, turut menjadi kunci. 

Efisiensi koordinasi antar-lembaga pemerintahan, termasuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, TNI AL, dan Badan Keamanan Laut, serta evaluasi dan adaptasi kebijakan secara berkala, memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan responsif terhadap dinamika terbaru di Laut China Selatan dan lingkungan geopolitik yang lebih luas.

Kajian lengkap dapat dibaca dengan judul Strategic Leadership of Indonesia's Presidents in the Post-Reform Era: Protecting Sovereignty in the South China Sea pada International Journal of Social Science and Human Research Volume 07 Issue 05 May 2024 DOI: 10.47191/ijsshr/v7-i05-123

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun