Menurut Lawrence M. Friedman, terdapat 3 faktor mengenai sistem hukum, yaitu; faktor pertama adalah struktur hukum (legal structure), hal ini merujuk kepada para penegak dan pelaksana hukum di masyarakat yang mempunyai jiwa profesionalisme, independensi, serta mentalitas yang baik. Kedua, Substansi hukum (legal substance), hal ini berisi mengenai norma-norma dan peraturan-peraturan hukum yang secara nyata diberlakukan di dalam masyarakat. Ketiga, Kultur hukum, atau suatu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, dan harapannya. Dari ketiga faktor ini ialah elemen yang snagat penting dalam mewujudkan efektifvitas hukum. Jika, faktor ini bekerja dengan baik di dalam masyarat maka pelaksanaaan hukum akan berjalan dengan baik pula.
Syarat untuk mewujudkan keefektivitasan hukum dalam masyarakat yaitu harus tercapainya kaidah hukum diantaranya adalah kaidah hukum dalam konteks yuridis yang merupakan penentuan hukum yang didasarkan pada apa yang sudah ditetapkan. Kaidah hukum dalam konteks sosiologis yang mana kaidah ini harus dipaksakan berlakunya tapi diterima dan diakui oleh masyarakat. Serta kaidah hukum dalam konteks filosofis, yakni yang berkaitan dengan cita-cita hukum suatu bangsa sebagai nilai positif yang dipandang paling tinggi.
Contoh Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah
Dengan menerima kenyataan bahwa hukum itu tidak otonom, maka kita harus mengakui bahwasanya terdapat pengaruh unsur ekonomi sebagai salah satu unsur esensial di dalam masyarakat terhadap hukum. Â Pengaruh antara hukum dan ekonomi itu sifatnya timbal balik dan tidak satu arah. Dalam hal ini dimaknai bahwasannya hukum itu mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat yang diwujudkan memalui peraturan yang berhubungan dengan masalah ekonomi. Dan sebaliknya, ekonomi juga berpengaruh terhadap pembentukan atau penerapan peraturan hukum tertentu.
Hubungan antara hukum dan ekonomi saat ini semakin nyata ditandai dengan munculnya disiplin hukum baru yakni Hukum Ekonomi Syariah atau berkenaan dengan Muamalat. Perihal ini perlu dikaji menggunakan pendekatan sosiologi agama sebab berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat.Â
Contoh pendekatan sosiologi dalam hukum ekonomi syariah adalah persoalan dari aktivitas jual beli yang dipandang menurut islam mengandung adanya aspek gharar atau ketidakjelasan tujuan dari pokok barang yang dijual. sebagai contoh yaitu aktivitas jual beli mesteri box di marketplace, instrumen jual beli itu dapat menjadi sifatnya gharar sebab ketidakjelasan objek  mengenai spesifikasi dan karakteristik barang yang dijual dan dibeli. Â
Konsep dari praktik jual beli tersebut akan memunculkan sifat untung-untungan sehingga spekulatif dan menimbulkan potensi kerugian yang diderita oleh pembeli karena ketidak tahuan spesifikasi dan karakteristik barang seperti apa yang terdapat di dalam mesteri box yang dijual di marketplace tersebut. Dari hal ini akad jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli adalah akad batil. Solusi dari instrumen ini adalah melakukan pendekatan terhadap masyarakat bagaimana hukum islam memandang terkait jual beli misteri box.
Latar Belakang Munculnya Gagasan Progresif Law
Sering kita mendengar pernyataan mengenai bahwa hukum di Indonesia itu tajam kebawah dan tumpul ke atas. Makna dari istilah ini ialah suatu fakta dimana peradilan di negara ini lebih menitik beratkan menghukum yang lemah dan meringankan hukuman yang berkuasa. Dari sini bisa dilihat bagaimana kondisi sistem hukum yang berlaku pada negeri, sistem hukum yang buruk membawa kesengsaraan terhadap mereka yang lemah, mereka yang tidak bersalah, mereka yang tidak tahu menahu mengenai hukum. Dan pada akhirnya yang berkuasa dan beruanglah yang menikmati kemenangan atas kekalahan dan kesengsaraan mereka yang lemah. Peradilan di dirikan bukan untuk membela mereka yang berkuasa dan salah melainkan peradilan itu sepantasnya harus bertindak adil terhadap mereka pencari keadilan untuk merebut kembali hak-haknya yang telah direnggut.Â
Atas keprihatinan terhadap keterpurukan hukum dan ketidakpuasan publik yang meluas terhadap kinerja hukum dan pengadilan tersebut maka pada tahun 2002 oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo mengomunikasikan gagasan progresif law. Â Pada intinya gagasan progresif law ini ingin mendorong pekerja hukum maupun penegak hukum agar lebih berani membuat trobosan dalam menjalankan hukum di Indonesia dan tidak terbelenggu oleh pikiran positivistis dan legal analityical.Â
Ringkasnya hukum progresif itu sederhana, yaitu melakukan pembebasan baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir untuk menuntaskan tugasnya kepada manusia dan kemanusiaan.