"Bacot lo!!" akhirnya aku bisa mengumpat setelah kedatangan Galih. Dia satu-satunya laki-laki yang bisa membuat hatiku menenang, karena saat dia datang pasti aku bisa mengumpat.Â
"Ngumpat ajaa terus lo, kenapa sih suka gitu??"
"Emang lo pantas digituin Lih, dan setiap lo datang pasti gue abis bimbingan sama beliau. Lo tau kan kalo gue abis ketemu tuh dospem rasanya mau mengumpat??" ucapku menggebu-gebu. Bawaanya semua orang dimuka bumi ingin aku amuk. Aku memang sabar, tapi batas kesabaranku tidak sebanyak itu.
"Yaelah, bawa santai aja kali. Nikmatin prosesnya. Lo bisa Va, lo kuat, sabar. Gue tau setiap lo keluar bimbingan muka lo pasti ditekuk kayak kue leker."
"Sini lo!! Kue leker, kue leker. Bapak lo jualan leker kali," jawabku sambil memukul lengan kekar milik Galih.Â
"Auu, sakit Va. Iya iyaa, yaudah yuk ikut gue."
  Aku menatap binar ajakan Galih, karena biasanya Galih selalu mengajaknya ke toko buku atau ke cafe. Demi membalikan mood yang hancur.Â
"Mauuu, kemana emangnya? Ikut aja gue mah," jawabku antusias seperti anak kecil yang senang ketika dibelikan permen lolipop.Â
"Ke pelaminan, mau kan??" seketika mataku membulat sempurna.Â
"MBAHMU!! OGAH GUE!"Â
"Yaailahh, bercanda kali Va. Masa iya gue ngajak lo kepelaminan, selesaikan dulu TA lo. Nanti baru-" ucapnya terhenti karena aku mencubit lenggangnya dan mengerang kesakitan.