Ketika hujan turun, aku sempat berpikir, bagaimana jika aku tidak punya tempat untuk berteduh? Bagaimana jika aku tidak punya tempat pulang yang hangat untuk tinggal? Bagaimana jika aku tidak punya tempat untuk berlindung? Rasanya akan menyedihkan bukan?
Nyatanya memang banyak dari kita yang tidak memiliki tempat untuk tinggal. Tidak punya naungan untuk berlindung. Semua tempat bisa dijadikan tempat tidur. Meski dingin, kotor, bahkan tidak layak. Sebab yang paling penting bisa memejamkan mata.
Jika itu kita, apakah kita akan sanggup?
Sedangkan, kita yang memiliki tempat tinggal, masih saja suka mengeluh. Apalagi jika melihat rumah orang lain lebih bagus, rasanya kita pun ingin memiliki rumah seperti itu. Seolah kita lupa bahwa yang kita butuhkan adalah rumah yang nyaman untuk beristirahat dan itu pun bersifat sementara. Sebab kita tidak akan selamanya tinggal bukan?
Walaupun 'nyaman' untuk setiap orang berbeda-beda, sih. Ada yang nyaman dengan rumah mewah, ada pula yang nyaman dengan rumah sederhana. Itu semua tergantung kebiasaan.
Memang tidak salah juga jika kita ingin tempat terbaik untuk tinggal. Apalagi kita persembahan untuk keluarga agar mereka juga nyaman. Namun, kembali lagi, jangan memaksakan. Kita harus tetap bersyukur dengan apa yang kita punya saat ini. Sambil terus mengusahakan yang terbaik
Namun, tempat tinggal yang nyaman itu tidak harus selalu mewah, kan? Karena tidak sedikit rumah yang mewah, tetapi tidak membawa kebahagiaan. Rumah yang mewah, tetapi tidak bernyawa. Arti keluarga dalam rumah itu seolah tidak ada. Bahkan, nama Allah sudah jarang disebutkan. Semoga bukan rumah seperti itu yang kita harapkan.
Sebenarnya kuncinya hanya satu, yaitu syukur. Bagaimana pun kondisinya, kita sangat beruntung masih punya tempat untuk bernaung. Jangan terus melihat ke atas, tetapi lihatlah orang-orang yang berada di bawah kita.
Jika yang kita lihat hanyalah orang-orang yang memiliki pencapaian lebih baik dari kita, kita akan lelah sendiri. Terus saja ingin mengejar pencapaian orang lain hanya untuk memuaskan nafsu. Namun, jika sudah didapatkan pun belum tentu kita akan benar-benar bahagia. Itu jika yang kita jadikan patokan hanya dunia.
Meski rumah kita sederhana, ingatlah banyak orang yang menginginkannya. Walau hanya mengontrak, tidak mengapa selama masih Allah beri rezeki untuk membayarnya. Untuk menumbuhkan rasa syukur itu, kita harus sering-sering melihat orang-orang yang lebih sulit dari kita.
Dulu Rasulullah shallallahu alaihi pun tidak memilih hidup dalam kemewahan. Padahal beliau adalah seorang Rasul dan juga pemimpin negara. Beliau pasti bisa mendapatkan apa pun yang beliau inginkan. Namun, beliau memilih untuk hidup sederhana, bahkan tidur hanya beralaskan pelapah kurma.
Rumah beliau pun tidak lebih indah dari istana para raja. Bahkan, sahabat beliau memiliki rumah yang lebih baik dari Rasulullah. Namun, semua itu bukan karena beliau tidak bisa mendapatkan yang lebih baik. Beliau sangat bisa, tetapi memilih untuk hidup sederhana dan bersedekah dengan luar bisa. Bagi beliau itu adalah tanda syukur beliau kepada Rabbnya.
Intinya mari kita bersyukur dalam hal apa pun itu, meski sesederhana tempat tinggal. Walaupun kita masih tinggal di rumah orang tua atau hanya kos saja, tetap harus disyukuri. Bagaimana pun kita tidak tinggal di pinggir jalan, di pinggiran toko, atau di kolong jembatan.
Dari rasa syukur itulah kita akan mampu menerima dan merasakan kenikmatan sebab karunia-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H