Hemm.. Siapa tidak kenal dengan Nicholas Sean? Cowo ganteng dan keren ini. Belum kenal? Coba google deh, pasti langsung ketemu wajahnya banyak di halaman depan.
Nah, kemarin ini ada podcast interview Sean dengan kak Menaley yang membuat netijen cukup heboh. Jadi penasaran lah saya, dan menonton podcast tersebut di Youtube.
Jujur banget, Sean ini menurut gue patut banget di cap sebagai cowok level patriarki jaman sekarang. Serupa banget sama papanya (pak Ahok) dari segi cara pengucapannya yang gamblang, cuma bedanya gayanya anak JakSel banget, padahal dia sendiri anak Pantai Mutiara (Jakarta Utara).
Dan setelah dia mengakui hal tersebut, jiwa feminis ini cukup bergejolak. Tapi, mau di bash macam apapun dengan komentar netijen, gue yakin buat cewe yang level "asal kawin semua masalah selesai" sama tipe matre pasti ngantri sama doi.Â
Salut sama Sean yang berani mengakui hal tersebut. Nah, kita tinggalkan soal Sean dan kita akan bahas soal Patriarki. Apa sih Patriarki itu?
Patriarki itu adalah perilaku yang lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial dalam berbagai segi kehidupan.
Pada dasarnya, lelaki dan perempuan itu menjalani hidup sesuai dengan kodratnya. Keduanya saling menempati posisinya masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain.
Tapi, dibalik hal itu ada suatu sistem yang menempatkan posisi lelaki itu lebih tinggi posisinya daripada perempuan, itulah yang disebut dengan Patriarki.
Istilah Patriarki sendiri berasal dari kata patriarkat yang memiliki arti struktur yang menempatkan lelaki sebagai penguasa tunggal, sentral dan segalanya. Sistem sosial ini yang menjadi penyebab banyak penindasan terhadap kaum perempuan.
Di Indonesia sendiri pun tidak lepas dari sistem ini, perempuan dipersepsikan dan ditempatkan semata-mata hanya berfungsi sebagai lahan reproduktif tidak memiliki otoritas yang lebih.Â
Apa lagi untuk daerah-daerah pelosok, masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan hanya bisa berada di rumah untuk melanjutkan keturunan, mengasuh anak, sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah dan hal tersebut hanya bisa dibebankan atau dilakukan oleh perempuan.
Sementara posisi lelaki sebaliknya, dianggap berfungsi produktif, sebagai pencari nafkah di lungkungan publik dan dianggap bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan rumah tangga. Jadi lelaki menyandang status sebagai kepala keluarga dan tak jarang ditempatkan sebagai penguasa dalam suatu rumah tangga.
Hemm.. Padahal jaman sudah milenial dan sudah banyak kita menggerakan gerakan kesetaraan gender dari jaman RA. Kartini. Tapi ya, terkadang pemikiran masih primitif atau gimana gitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H