Dalam tatanan administrasi publik, integritas dan akuntabilitas merupakan dua pilar penting yang menjamin kelancaran pemerintahan serta kepercayaan publik. Namun, penyalahgunaan wewenang seringkali mencoreng prinsip-prinsip tersebut, mengakibatkan tidak hanya kerugian materi tetapi juga erosi kepercayaan masyarakat.Â
Penyalahgunaan wewenang di sektor pelayanan publik merujuk pada penggunaan wewenang, sumber daya, atau informasi yang dimiliki oleh pejabat publik untuk kepentingan pribadi, kelompok tertentu, atau untuk tujuan yang tidak sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Meskipun dalam wujud yang beragam, penyalahgunaan ini seringkali mengancam prinsip-prinsip dasar demokrasi, keadilan, dan akuntabilitas.
 Penyalahgunaan wewenang di sektor publik sering kali beriringan dengan pelanggaran etika administrasi, di mana individu-individu yang diberi amanah menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, bukan untuk kepentingan umum. Kejadian ini tidak hanya merugikan sumber daya negara, tetapi juga menghambat proses demokrasi dan pembangunan sosial yang adil dan berkelanjutan.
Penyalahgunaan memiliki tiga bentuk, sebagaimana dijelaskan oleh Hiariej dalam Juhaeni (2021): 1. Penggunaan wewenang untuk melaksanakan tindakan yang kontradiktif dengan kepentingan publik ataupun untuk keuntungan individu, kelompok, dan golongan. 2. Penggunaan wewenang yang pada dasarnya diperuntukan pada kepentingan publik, namun melenceng dari sasaran di mana wewenang tersebut didukung oleh perundang-undangan atau regulasi lainnya. 3. Penggunaan wewenang yang melibatkan penyalahgunaan proses dengan  sasaran tertentu, namun dilakukan dengan cara-cara lain untuk melaksanakannya.
Penyalahgunaan wewenang hanya terjadi setelah terbukti secara langsung bahwa lembaga atau birokrat telah memanfaatkan wewenang mereka untuk tindakan yang tidak semestinya. Penyalahgunaan tersebut tidak disebabkan oleh kelalaian atau kealpaan, melainkan merupakan tindakan yang disengaja untuk mengalihkan tujuan yang seharusnya dijalankan oleh wewenang yang ada.Â
Pengalihan tujuan ini juga berdasarkan pada kepentingan individu, atas kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 secara tidak langsung telah menyinggung tentang apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang. Tetapi, ketentuan yang lebih rinci terkait penyalahgunaan wewenang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Bab III Bagian 2 Undang-Undang tersebut menyatakan salah satu tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.Â
Dalam rangka mencegah penyalahgunaan wewenang, lembaga atau pejabat pemerintah dilarang melakukan tindakan yang melebihi kewenangannya, mencampuradukkan wewenang, atau berbuat sewenang-wenang.
 Lembaga atau pejabat pemerintah dianggap melebihi wewenangnya jika dalam keputusan atau tindakannya: a) melebihi jangka waktu masa jabatan atau batas waktu berlangsungnya sebuah wewenang; b) melewati batas wilayah yang diatur untuk berlangsungnya sebuah wewenang; c) berlawanan dengan ketetapan peraturan perundang-undangan.Â
Sedangkan, lembaga atau pejabat pemerintah dianggap mengacaukan wewenang jika dalam keputusan atau tindakannya: a) berada di luar lingkup aspek atau subjek wewenang yang dilimpahkan; b) berlawanan dengan tujuan yang diberikan untuk wewenang tersebut. Kemudian, lembaga atau pejabat pemerintah dianggap bertindak sewenang-wenang jika dalam keputusannya: a) dijalankan tanpa asas kewenangan yang jelas; b) berlawanan dengan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Pelayanan publik yang sering kali dilakukan oleh aparat birokrasi kerap mengesampingkan prinsip-prinsip etika, sehingga menimbulkan berbagai praktik maladministrasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memiliki suatu pedoman atau regulasi yang dapat mengarah pada perbaikan dan peningkatan kualitas aparat birokrasi, yang merupakan tumpuan penerapan pembangunan skala nasional, dan kemudian dapat memberikan pelayanan publik yang memuaskan. Pedoman dan regulasi tersebut merupakan hal yang biasanya diketahui sebagai etika.
Norma etika adalah panduan tentang bagaimana kita seharusnya bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), norma etika ini didasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila, yang mengajarkan kepada mereka untuk bertindak dengan integritas dan kesetiaan kepada Negara Indonesia.Â