Mohon tunggu...
Deva Umarsyah
Deva Umarsyah Mohon Tunggu... Freelancer - Love of Wisdom

Membaca adalah senjata tajam yang lebih menyakitkan dari sebutir peluru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Slippery Slope"

19 November 2018   11:00 Diperbarui: 19 November 2018   16:21 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara garis besar pendidikan adalah mengarahkan, menuntun, atau memimpin seseorang maupun sekelompok orang melalui pemberian pelajaran, pelatihan, dan penelitan terhadap bidang ilmu pengetahuan tertentu. Dengan harapan seseorang atau sekelompok orang tersebut memiliki pengetahuan terhadap sesuatu yang belum diketahuinya sehingga berpengaruh terhadap rutinitas atau kebiasaan di dalam kehidupannya. 

Namun, dalam proses pemberian pelajaran pendidikan sering kali mengalami kegagalan dalam aspek internal atau diri seorang individu karena kesalahan-kesalahan dalam membaca, memahami, memaknai, dan memaparkan suatu peristiwa atau fenomena dengan metode berpikir ilmiah.

Metode berpikir ilmiah merupakan hasil dari proses pemberian pendidikan secara runut dan sistematis. Akan tetapi, dalam proses tersebut otak manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mencerna segala informasi yang ia terima karena perbedaan sudut pandang, karakteristik biologis individu, mental, serta daya ingat dari kemampuan otak dalam berpikir. Logika adalah elemen penting dan utama dalam metode berpikir secara ilmiah, kemampuan penalaran secara logika akan berpengaruh terhadap tindakan, pengambilan keputusan, retorika dalam berbicara, serta segala bentuk komunikasi dan pengolahan informasi yang di proses di dalam otak manusia.

Ketika seseorang mengalami kekurangan fisik atau disabilitas (keterbatasan diri), maka akan berpengaruh terhadap rutinitas, kebiasaan, dan kegiatan yang dilakukannya setiap hari. Tentu saja selain memiliki kekurangan, para disabilitas memiliki kelebihan yang rata-rata melebihi kemampuan manusia normal pada umumnya. Namun, ada beberapa kasus, ternyata manusia normal sekalipun juga memiliki kekurangan meskipun dirinya sudah dibekali oleh pendidikan yang baik, ternyata ditemukan beberapa kecacatan dalam berpikir secara logika. Mestinya seorang individu yang sudah menempuh jenjang pendidikan yang baik akan memiliki kemampuan dalam berpikir yang baik pula. Akan tetapi, tanpa kita sadari ternyata kecacatan dalam berpikir ini tidak mengenal status pendidikan, latar belakang individu, dan lebih cenderung kepada aspek psikologi.

lalu apa yang dimaksud dengan kecacatan atau kesalahan dalam berpikir tersebut?

Bagaimana hubungannya dengan metode berpikir ilmiah?

Serta apa pengaruhnya terhadap bidang pendidikan?

Berpikir secara sederhana adalah mencoba mengamati kemudian mengolah informasi sehingga akan mengeluarkan keputusan atau tindakan. Pengolahan informasi manusia terjadi di dalam otak, otak memiliki peran yang sangat vital dalam berpikir. Namun pada saat manusia mulai melakukan proses berpikir, otak memiliki kendala atau hambatan yang berakhir kepada kecacatan atau kesalahan pada saat proses berpikir berlangsung. Salah satu kecacatan atau kesalahan berpikir dikenal dengan istilah "Slippery Slope".  

Slippery Slope adalah kesalahan dalam berpikir secara logika dimana adanya asumsi-asumsi yang datang dari berbagai arah kemudian asumsi-asumsi tersebut dihubungkan satu sama lain tanpa dilandaskan oleh proses penelitian atau pengamatan sehingga akan menghasilkan informasi yang tidak akurat (tidak benar) karena tidak memiliki bukti yang jelas dan koheren. 

Kesalahan berpikir pada jenis "Slippery Slope" secara sadar maupun tidak, setiap manusia pernah mengalami hal tersebut. Penyebab dari terjadinya "Slippery Slope" antara lain ketidakmampuan otak dalam berpikir secara maksimal, kurangnya sumber-sumber informasi yang menjadi referensi dikarenakan minat membaca yang kurang, gangguan fisik dan mental, pengaruh dari lingkungan, dan penggunaan retorika yang salah pada saat public speaking. 

Akibatnya, seorang individu sulit memahami informasi yang benar dan salah, lambat laun informasi yang sama dan belum teruji kebenarannya akan berubah menjadi dogma serta doktrin yang melekat di dalam pikiran si individu atau kelompok tertentu. Sehingga membuat individu atau kelompok tertentu tersebut mengalami pemikiran yang konservatif dan bertindak secara primitif.

Contohnya, kasus Lasbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) yang akhir-akhir ini semakin mencuat dan meresahkan sebagian masyarakat Indonesia dengan mengaungkan slogan kalimat "Virus LGBT" dalam setiap aksi yang dilakukan oleh para anti-LGBT. Bukan mempersoalkan tentang fenomena LGBT, tapi lebih menekankan pada kalimat dari slogan "Virus LGBT", sebab jika slogan tersebut semakin mengalir dalam setiap aliran informasi di masyarakat, maka akan menimbulkan kesalahan dalam berpikir "Slippery Slope" kepada individu, kelompok, atau masyarakat itu sendiri. Terutama kepada individu atau kelompok yang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak maksimal, ditambah kurangnya pengetahuan tentang LGBT, kemudian minat membaca yang anjlok, akan semakin menambah peluang cacatnya otak dalam berpikir alias menimbulkan "Slippery Slope" yang semakin parah.

"Virus LGBT" itu sendiri sangat jelas merupakan dua asumsi yang berbeda baik dalam pengertian kata antara Virus dan LGBT, serta bidang keilmuan tempat dua istilah itu dipaparkan. Seorang individu yang memiliki latar pendidikan yang baik tentu bisa membedakan dua istilah Virus dan LGBT tersebut, Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis yang dapat menular maupun tidak. Sedangkan LGBT adalah akronim dari Lesbi Gay Biseksual dan Transgender. Kedua istilah dibahas di bidang keilmuan berbeda yaitu virus di bidang biologi, dan LGBT di bidang bahasa (secara akronim), Sosiologi (Bagian Penyimpangan), dan Psikologi (kepribadian).

Jika kita masuk dalam simulasi kesalahan berpikir "Slippery Slope" maka dalam pikiran kita menganggap bahwa "Virus LGBT" dapat menular melalui kontak langsung yaitu fisik seperti sentuhan, maupun kontak tidak langsung seperti, bersin, obrolan, suara, dan sebagainya (sesuai dengan definisi Virus). Apabila tidak dikaji melalui penelitan atau pengamatan, maka "Virus LGBT" akan melekat dalam otak sebagai bentuk doktrin. Apabila doktrin-doktrin tersebut semakin melekat kuat dalam pikiran individu atau kelompok, maka akan menciptakan kesatuan opini publik, dimana kesatuan opini publik dalam cakupan wilayah yang luas akan semakin mudah menyalahkan, menghujat, memprovokasikan, terhadap fenomena-fenomena yang serupa sehingga akan memunculkan kelompok anarkis dan fanatisme, serta radikalisme, yang  berakhir dengan kericuhan, bentrokan, dan peperangan yang mengancam kehidupan masyarakat itu sendiri.

Perlu diingat bahwa "Slippery Slope" dapat terjadi dalam penggunaan retorika (Seni Berbicara) yang salah, biasanya ketika Public Speaking seseorang yang tidak memperhatikan kalimat yang diucapkannya saat berbicara di depan publik maka akan menimbulkan kebingungan oleh para audiens sehingga akan memunculkan pertanyaan terhadap istilah baru yang ia terima. akibat paling parah dari efek "Slippery Slope" terhadap seseorang adalah ia tidak mampu lagi membedakan bagian yang salah dan benar dari suatu perisitwa atau fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya, jika hal ini semakin berlarut terjadi maka tatanan kehidupan masyarakat akan mengalami kemunduran dan kehancuran.

"Slippery Slope" tentu saja akan memengaruhi cara atau metode berpikir secara ilmiah, sebab dalam metode berpikir ilmiah pengaruh dari "Slippery Slope" dapat terlihat dari hasil pengamatan dan pengolahan informasi yang terjadi di dalam otak, dimana keputusan dan tindakan yang diambil oleh individu akan menimbulkan efek yang berbeda kepada lingkungann sekitarnya. Metode berpikir ilmiah di landasi oleh pola perilaku yang runut, runtut, sistematis, tidak gegabah, kemudian di dukung oleh sumber, referensi, literasi, yang di dapat oleh individu tersebut terutama saat membaca dan memahami sesuatu. jika individu mampu mencermati setiap bagian dari asumsi-asumsi yang datang di berbagai arah, maka peluang terjadinya kesalahan berpikir "Slippery Slope" akan semakin kecil.

Kemudian, metode berpikir ilmiah sangat erat kaitannya dengan bidang pendidikan terutama individu yang seorang akademisi bergulat dengan berbagai bidang keilmuan. Namun fakta berbicara lain ketika kita mendapati individu atau kelompok tertentu dengan latar belakang pendidikan yang baik malah mengalami kesalahan berpikir "Slippery Slope" yang sangat fatal, sehingga tidak hanya merusak metode berpikir ilmiah saja, namun juga mencoreng dunia pendidikan yang sarat dengan proses-proses pembelajaran dan bimbingan dalam pembentukan perilaku dan kepribadian individu atau kelompok tersebut. Secara keseluruhan, pendidikan tidak dapat disalahkan begitu saja tetapi lebih tepatnya mengalami kegagalan dalam proses transfer ilmu dan bimbingan kepada individu atau kelompok tersebut.

Kegagalan dari pendidikan terutama terhadap individu dengan usia yang masih muda akan berpengaruh besar kepada keberlangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Maka tidak heran jika suatu negara sangat sulit bergerak dari tahap negara berkembang menuju negara maju hanya disebabkan oleh kesalahan berpikir "Slippery Slope" yang sangat fatal dan parah. Konsekuensinya tentu pendidikan akan disalahkan dan gagalnya pendidikan akibat dari metode berpikir ilmiah yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

"Kebenaran suatu peristiwa itu hanya satu yaitu kebenaran, hanya saja persepsi atau sudut pandang dari manusia membuat kebenaran terpecah menjadi persepsi-persepsi yang berbeda, seperti pelangi yang warnanya putih kemudian dibiaskan oleh kaca kristal prisma sehingga memunculakan warna tujuh warna pelangi yang berbeda."

Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun