Sehingga wajar bila sejarawan, JJ Rizal yang dihubungi beberapa waktu lalu, menyebutnya sosok yang keras kepala, berpendirian teguh dan tidak gampang tunduk itu sebagai sesosok pahlawan bangsa yang menginspirasi.
"Ciri-ciri di atas sudah menjadi ciri dari generasinya, semisal pada masa itu, ada pula Panglima Polim maupun Pangeran Diponegoro yang senada memiliki eksistensi luar biasa dan tak mengenal kompromi kepada Belanda," Tutup JJ Rizal.
Merefleksikan perjalanan Cut Nyak Dhien di Sumedang
Sekalipun Cut Nyak Dhien telah tiada, semangatnya mempertahankan tanah leluhurnya patut diapresiasi oleh segenap bangsa Indonesia. Beruntungnya, orang-orang yang ingin mengenang sosoknya, tak harus jauh-jauh berkunjung ke Aceh. Cukup langkahkan saja kaki menuju ke Sumedang, Jawa Barat. Betapa tidak, disanalah gudangnya kisah menarik seputar kehidupan Cut Nyak Dhien sebelum meninggal.
Untuk itu, ada dua lokasi penting yang wajib oleh diri pribadi. Pertama, rumah pengasingan Cut Nyak Dhien yang berada di Jalan Pangeran Suriaatmaja, nomer 174A lingkungan Kaum, kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan. Kedua, Makam dari Cut Nyak Dhien yang berada komplek pemakaman Pangeran Sumedang di Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.
Sebagai awalan, kaki dilangkahkan menuju rumah pengasingan Cut Nyak Dhien. Sekalipun informasi dan ornamen sebagai bukti beliau tinggal di rumah pengasingannya tak banyak, tetap saja berkunjung ke tempat itu sungguh menarik.
Paling tidak, dirumah dengan 7 ruangan (4 kamar tidur, 1 ruang pengajian, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga). Pengunjung bisa mendapat sedikit gambaran, bagaimana dirinya mengisi waktu dan berkegiatan di Sumedang.
Apalagi saat berkeliling rumah didampingi oleh salah seorang ahli waris rumah. Tentunya, hal itu sangat membantu para pengunjung berkeliling sembari menjaring informasi terkait salah seorang pahlawan wanita Aceh.Â
Olehnya, cerita-cerita seperti saat datang ke Sumedang Cut Nyak Dien hanya menggunakan dua bahasa (Aceh dan Arab), perkara beliau dititipkan kepada Bupati kedua Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja yang bergelar Pangeran Makkah. yang kemudian berdasarkan pertimbangan kondisi fisik dan ketaatan, akhirnya beliau dititipkan kepada ulama setempat.
Disamping itu, sang ahli waris bercerita bahwa Belanda pun turut memberikan pesan kepada ulama tersebut, guna merahasiakan identitas dari Cut Nyak Dhien. pesan itu tampaknya berhasil. Buktinya, saat itu masyarakat Sumedang nyaris tak ada yang mengenal sosoknya.
Jangankan itu, beliau yang di Aceh sering kali mendapat julukan sebagai ratu perang, saat di Sumedang malah mendapatkan nama dan julukan baru yaitu ibu perbu. Julukan Ibu perbu sendiri diartikan sebagai Ibu Suci, karena kepiawaiannya mengajarkan Al-quran. Sehingga wajar, banyak yang tak sadar guru mengaji mereka merupakan sosok pejuang besar kemerdekaan.