Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Naik Haji: Dahulu Berat, Sekarang Mudah

24 Desember 2019   18:53 Diperbarui: 24 Desember 2019   19:14 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh karena belum mampu, kebanyakan (pada saat itu) menggunakan segala daya upaya, kalau kata orang Betawi "dimampu-mampuin." Maka mau tak mau, kebanyakan diantara mereka (sering kali) terlilit hutang. Sampai-sampai, belum sampai Mekkah, persediaan telah habis ditengah jalan.

Akibatnya, mereka (calon haji) hanya berhenti sampai di Sumatra atau Singapura, dan harus bekerja dulu bertahun-tahun mengumpulkan uang untuk melanjutkan perjalanan.

Fenomena seperti diatas turut diungkap oleh M. Dien Majid, dalam bukunya "Berhaji di Masa Kolonial." Ia mengutarakan bahwa:

"Para haji ini seharusnya bukan kategori fakir miskin yang perlu mendapat uluran tangan, tetapi mereka adalah orang yang layak mendapat kredit. Hanya karena sifat 'ceroboh' dan 'penyakit suka berhutang' itulah membuat mereka harus menjual harta benda untuk melunasi hutang."

Tak berhenti sampai situ, mereka yang telah berhasil melaksanakan ibadah haji. Sekembalinya ke Indonesia, tak luput dari masalah. Sebuah masalah klasik yang disebabkan oleh pihak Belanda menjadi waspada kepada orang-orang yang baru menunaikan ibadah haji.

Menariknya, hal itu turut disinggung Thomas Stamford Raffles dalam mahakaryanya "The History Of Java." 

Oleh Raffles ditulis begini "Setiap warga arab dari Mekkah, seperti halnya orang Jawa yang kembali dari perjalanan sucinya, berpendapat bahwa orang jawa mempunyai karakter sebagai seorang penyelamat, dan sebagian besar mempunyai kecenderungan yang mudah dalam memahami sesuatu, bahkan mereka terkadang memiliki kekuatan supranatural."

Fakta tersebut diungkap karena sering kali orang yang sehabis berburu ilmu di tanah suci lazim terlibat dalam perlawanan rakyat yang berasal dari fanatisme agama.

Melalui cerita demi cerita yang sering saya dengarkan, momen bercerita di masa Kolonial-lah yang membuat saya menjadi paham, kalau berhaji zaman dahulu itu sungguh tak mudah, dan banyak tantangan. Nah, lalu bagaimana dengan berhaji dimasa kini?

Lain Dulu, Lain Sekarang
Sebagai generasi milenial yang suka tantangan. Saya bukannya dilanda ketakutan dan keengganan saat mendengar kisah-kisah diatas. Hal yang ada malah membuat semangat saya sebagai generasi muda (pembaharu) untuk berhaji menjadi meninggi.

Ibarat kata pepatah: "Lain dulu, lain sekarang." Kalau dahulu untuk berhaji cukup berat. Sekarang justru pelaksanaan haji sudah begitu dipermudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun