Ketika perhatian dituangkan pada beberapa festival musik yang selalu dinanti di bumi nusantara. Maka jelas, nama Synchronize Fest 2019 muncul sebagai salah satu opsi. Opsi yang menawarkan pengalaman berharga, karena sering kali menghadirkan kejutan.
Opsi yang menawarkan kebahagiaan yang teramat dalam, karena setelah menonton memberikan efek tersenyum lebar diwajah.Â
Serta opsi yang menawarkan kerinduan yang tak tertahan, karena kebanyakkan menghadirkan Band-band legendaris yang kiranya kala bersatu kembali hanya menjadi mitos, namun di festival inilah mimpi-mimpi tersebut terakomodasi, kemudian diwujudkan (kusus tahun ini, seperti reuninya band Clubeighties & Killing Me Inside).
Itulah pengalaman yang saya dapatkan kala bertandang ke festival musik yang sering kali dihelat 3 hari 3 malam di Gambir Expo Kemayoran (Jakarta Pusat).Â
Kabar baiknya, dari tanggal 5, 6, 7 Oktober 2019, line-up nya kalau kata orang Betawi "cakep-cakep" sama "enggak ade matinye."Â Benar saja, musisi tanah air dari decade 1970-an, 1980-an, 2000-an, hingga era kekinian pun turut dihadirkan.
Tak jarang nuansa kegalauan-pun muncul ke permukaan, kala ada musisi yang disukai naik ke panggung pada jam yang sama (karena bisa saja ke-5 panggung juga menggelar aksi dalam satu waktu).Â
Sehingga pilihannya cuma dua, nonton salah satu, ataupun nonton keduanya, cuman dengan resiko tak dapat menikmati penampilan musisi yang diidolakan secara penuh.
Sesuatu yang pasti, tentu seluruh line-up tak bisa dinikmati secara keseluruhan. Soalnya harus ada pengorbanan untuk menikmati musisi yang diinginkan, oleh karenanya skala prioritas-lah yang bermain.
Ya, nonton synchronize fest 2019 mirip-mirip makan dengan gaya presmanan: cukup datang ke venue acara, pilih makanan yang disuka, kemudian di nikmati atu-atu tanpa perlu memikirkan makanan lain yang tersisa (karena sudah pasti makanan lain ada peminatnya).
Bersuara Tentang Ketidakadilan (Dukungan Untuk Aksi Massa)
Tentu masih hangat dipikiran kita semua, saat mahasiswa baru-baru ini menjadikan jalanan sebagai mimbarnya menyampaikan suaranya akan ketidakadilan (dalam hal ini menolak RUU pelemahan KPK & KUHP), maka musisi-pun memanfaatkan momentum Synchronize Fest 2019 sebagai panggung menyuarakan isi hati, menyuarakan haknya, menyuarakan dukungan kepada mereka yang turut serta dalam aksi massa beberapa minggu yang lalu (yang sampai tulisan ini turun tercatat 5 orang diantaranya meninggal dunia).
Pemandangan seperti itulah yang terlihat pada hari kedua. Sebagai pembuka, suara-suara dukungan begitu semangat dilontarkan oleh Band Indie yang digawangi oleh Ari, Nuwi, & Roots, bernama Fourtwenty.Â
Setelah menyanyikan lagu hits mereka mulai dari Hitam Putih, Puisi Alam, Zona Nyaman, & Aku Tenang. Tiba-tiba di penampilan terakhir mereka, sang vokalis berucap "Di penampilan terakhir kami, saya ingin menyanyikan lagu untuk teman saya, teman kita yang sudah meninggal."
Lagu tersebut ialah Indonesia Pusaka (karya dari Ismail Marzuki) dengan modal nyanyian akustik, mereka sejenak mengajak para penonton untuk bernyanyi bersama, sembari menaikkan tinggi-tinggi kedua tangan (tanda dari kedukaan).
Semua menyanyi dan semuanya bersuara. Sangking khusyuknya, dalam tiap nyanyian seakan berbalut sebuah doa: Agar mereka terus berjuang, terus menyuarakan ketidakadilan, dan terus bergerak maju.
Moment ini mengingatkan diri pribadi oleh apa yang pernah diucap oleh El Comandante, Che Gueavara, ia berucap "Jika Anda bergetar dengan geram setiap melihat ketidakadilan, maka Anda adalah kawan saya."
Kiranya, siapapun yang hadir disore hari itu, kiranya telah bersatu padu menjadi seorang kawan. Betapa tidak, kita telah sama-sama geram melihat ketidakadilan, bukan?
Berbeda Fourtwenty, berbeda pula dengan Band yang pernah diperkuat oleh Almarhum Rully Annas, The Brandals. Dalam salah satu lagu yang dibawakan, ia menghimbau kepada mereka yang berujuang (utamanya mahasiswa) untuk selalu waspada ketika aksi. Oleh karenanya, lagu berjudul 'Awas Polizei' yang begitu energik dengan lirik-lirik berisikan sarkasme kepada aparat.
"Berdiri tegak tepat perempatan/ Mata memandang lihat siapa yang sial/ Kasak kusuk kiri kanan cari-cari kesempatan/ Otot urat keringat ayo tawar di trotoar/ Awas polizei!," begitulah isi liriknya.
Sekarang kita beralih ke musisi yang sedari orde baru, hingga kita tetap membawakan lagu-lagu yang berisikan kritikan-kritikan pedas, siapa lagi kalau bukan Iwan Fals. Iwan Fals dengan gaya khasnya berucap dengan lantas di Syncronize fest 2019, bahwa ia mengungkap harapannya kepada DPR yang baru dilantik. Ia berkata "Mudah-mudahan wakil rakyat kita enggak menyusahkan rakyat."
Bahkan Bapak Galang Rambu Anarki ini sempat menyindir pula terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lewat empat lagu yang di-medley. Lagu-lagu itu seperti 'Isi Rimba Tak ada Tempat Berpijak Lagi,' 'Serdadu', 'Tikus Tikus Kantor', dan 'Cendrawasih.'
Itulah musisi yang dalam list diri pribadi menonton, telah menyuarakan dan memberi dukungan kepada mereka yang berjuang atas ketidakadilan. Kiranya, ada yang terlewatkan, atau ada yang musisi lain yang turut bersuara, maka silahkan saja gunakan kolom komentar untuk bersuara akan hal tersebut. Sikatttt...
Gaungkan Pesan Peduli Lingkungan
Jika kita melirik acara musik yang umumnya terselenggara di bumi nusantara. Kiranya bisa dihitung jari kala benar-benar ada penyelenggara yang peduli dengan keberlangsungan lingkungan hidup secara utuh. Ya, simpelnya, penyelenggara turut pula mikirkan asas manfaat, asas kemandirian, dan asas keberlanjutan terkait lingkungan hidup.
Kabar baiknya, ketiga asas tersebut, sudah mulai diadopsi oleh penyelenggara Synchronize Fest 2019. Hal itu dibuktikan bukan cuma dengan cuma menelurkan jargon "Memanusiakan Alam Mengalamikan Manusia" saja. terlebih mereka telah masuk pada fase aksi nyata, berupa:Â
Pertama, memperhatikan asas manfaat, yaitu dalam bentuk himbauan kepada seluruh penonton (yang notabene generasi muda) guna datang ke lokasi menggunakan transportasi umum hingga bersepeda menuju lokasi. Langkah ini cukup menarik, karena dengan begitu, secara tak langsung kita tak turut serta dalam menyumbang polusi bagi ibukota (Jakarta) yang udaranya makin hari makin buruk. Uppsst.
Kedua, memperhatikan asas kemandirian, yaitu dalam bentuk konsistensi penyelenggara, untuk tahun ini tak menggunakan genset atau mesing diesel sebagai daya listrik, dalam rangka mengurangi penyebab global warming (pemanasan global).
Ketiga, memperhatikan asas keberlanjutan, yups, di acara ini, memang jelas tak berbicara keuntungan semata, kerena juga memuat pesan pelestarian lingkungan bagi anak cucu kelak. Hal itu berupa himbauan untuk membawa botol minuman atau tumblr dari rumah, dan mereka turut menyediakan fasilitas pengisian ulang bagi penonton yang kehausan. Langkah ini, patut diapresiasi, karena bisa meminimalisir penggunaan botol plastik sekali pakai.
Intinya, kalau mau minum kagak perlu beli. Tinggal buka keran, isi penuh, dan minum-lah dengan riang gembira sembari menikmati lagu demi lagu dari band idola.
Begitulah pemandangan yang sempat diabadikan oleh mata terkait penyelenggaraan Synchronize Fest 2019. Semoga, kedepan gaung peduli lingkungan semakin dikedepankan dengan inovasi-inovasi yang sesuai dengan selera zaman. Hidup Synchronize Fest!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H