Mohon tunggu...
Detha Arya Tifada
Detha Arya Tifada Mohon Tunggu... Editor - Content Writer

Journalist | Email: dethazyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Oase Itu Bernama Tiu Kalela

28 Desember 2016   09:16 Diperbarui: 28 Desember 2016   10:03 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ai Koa, Ai Jantup, Ai Semporong Tangkil, dan Tiu Kalela merupakan ragam nama yang diberikan oleh masyarakat Sumbawa Barat menyebut air terjun ini, keragaman tersebut sungguh berbanding dengan keindahan yang tersaji meski hanya dilihat via mata telanjang.

Untuk diri pribadi, nama air terjun Tiu Kalela cukup familiar ditelingga dibanding nama lainnya, walau prihal nama sempat menjadi perdebatan yang kuat ketika menentukan destinasi yang akan dikunjungi. Rasanya masing-masing orang memiliki nama tersendiri di dalam pikirannya terkait air terjun yang menjadi pariwisata andalan kecamatan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kabar angin akan keindahannya, mampu menghipnotis jiwa dan raga yang sudah seminggu menghabiskan waktu liburan di tana Samawa. Akan terasa kurang lengkap, kalau hanya liburan ke kampung halaman kali ini, jika raga tak sempat menjejakkan kembali langkah di air terjun dengan pesona warna biru berpadu dengan hijau.

Sebelum bersiap-siap menuju lokasi, kendala jarak selangkah lagi mengubur mimpi menuju tempat tersebut. alasan berdomisili di Kabupaten Sumbawa Besar ialah kendalanya, karena untuk menuju kabupaten Sumbawa Barat bukanlah jarak yang dekat. Tentunya akan memakan waktu yang cukup lama diperjalanan. Apalagi kendaraan yang digunakan bukanlah dengan roda empat berjenis city car ataupun mini van, tapi hanya sebuah sepeda motor, itupun berboncengan dengan seorang teman lama, bergantian memacu kendaraan di jalanan selama kurang lebih 5 jam. Jika ditotal, pulang-pergi memakan waktu 10 jam. waktu yang cukup untuk berucap 'tua dijalan.' hehehehe..

Beruntung playlist yang terputar di smartphone tepat memutar lagu dari switchoot- i dare you to move, lyricnya bagai suntikan vitamin bagi jiwa. Seketika semangat kembali meninggi hingga langkah besar menuju Tiu Kalela menjadi semacam tantangan yang segera ditaklukkan. ‘I dare you to move/ I dare you to move/ I dare you to lift yourself up off the floor.’

guratan alami air terjun/ dethazyo
guratan alami air terjun/ dethazyo
Akses menuju lokasi bukan perkara mudah, google maps saja tak mampu menangkap perintah yang diutarakan smartphone ketika mencari tempat tersebut. Hingga mau tak mau cara lama kembali dicoba, kembali bersentuhan dengan masyarakat lokal sembari menikmati secangkir kopi dipersimpangan jalan, guna menggali informasi lebih dalam lagi terkait keberadaan air terjun yang sehari-harinya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk sekedar melepas lelah sambil mencoba mensucikan diri dari keringat yang mengucur deras sehabis berladang ataupun bertani.

bersantai dibawah guyuran air terjun/ dethazyo
bersantai dibawah guyuran air terjun/ dethazyo
Tanpa adanya penujuk jalan, hasil dari tanya sini, tanya sana mulai membuahkan hasil. Jalanan yang tadinya beraspal kemudian berganti dengan jalanan berbatu, merupakan tanda sejuknya air terjun mulai tercium. Meski telah dekat, tetap saja kendaraan tak dapat dipacu dengan maksimal, mengingat kondisi jalan yang belum sama sekali merasakan aspal panas.

Terhitung 2 buah gerbang didalam areal persawahan dilewati, tepat sebelum menemukan tempat bagi motor untuk beristirahat. Sebelumnya, salah seorang teman yang pernah kesana 2 tahun yang lalu menuturkan akses ke air terjun ini, informasi yang dihimpun darinya justru disana belum ada gerbang, meloncat pagar menjadi pilihan satu-satunya agar dapat mengeksplorasi dan menikmati keindahan yang ditawarkan Tiu Kalela. Benar-benar butuh perjuangan ektra, bukan?

selfie with bule/ dethazyo
selfie with bule/ dethazyo
ada yang berayun, adapula yang sekedar menikmati/ dethazyo
ada yang berayun, adapula yang sekedar menikmati/ dethazyo
Walau tak sempat beristirahat, kini jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang 500 m bukan kendala yang serius. Sesampainya dilokasi, mata langsung dibuat takjub, hal yang terekam oleh kedua bola mata kali pertama justru lebih banyak banyak wisatawan asing daripada warga lokal yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Otak pun berpikir, jangankan kita sebagai putra daerah, gairah akan keindahan yang ditawarkan Tiu Kalela dapat menarik wisatawan asing bak magnet yang menarik keras saat berbeda kutub.

Melompat hingga seluruh badan berbaur dengan air ialah ritual wajib yang harus dilakukan sebagai awalan dalam rangka menikmati. Dinginnya air tak membuat kami jera untuk melompat lagi dan lagi. Rasanya moment ini begitu berkesan dihati, menemukan air terjun ini bagaikan menemukan oase dipadang pasir. Bayangkan saja, dari awal pemandangan hanya ada sawah dan jalanan berbatu, tak terasa lelahpun terhapus ditempat ini.

Tak hanya memanjat air terjun, sensasi lainnya yang bisa dicoba adalah berayun melalui dahan pohon yang telah diberi tali tambang yang cukup kuat mengangkat beban satu orang dewasa, adrenaline pun meninggi dikala awal mencoba berayun, tanpa tersadar teriakan keluar sendiri meneriakkan 3 kata “I Feel Free.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun