[caption caption="menikmati puncak kelimutu/ detha & sofyan"][/caption]“Menyebut Flores saja, yang teringat atau tervisualisasi di otak hanya Kelimutu, Komodo dan pantai-pantai yang indah. Namun keinginan yang pertama tentu saja mengunjungi kelimutu melebihi yang lainnya”
Dulu saya hanya bisa mendengar cerita orang tentang keunikan gunung yang memiliki danau 3 warna yaitu hijau tua, hijau muda dan berwarna seperti coklat tua (softdrink Coca-cola). Begitu indahnya, saya hanya bisa melihat sebatas layar kaca saja serta menerka keindahannya lewat uang kertas pecahan Rp 5.000 keluaran tahun 1992. Namun kini berbeda, saat saya berada di Flores, tak lengkap rasanya jika tak mengunjunginya.
“Keli” yang berarti gunung, dan “mutu” yang artinya mendidih. Menggabung keduanya akan mendapatkan artian gunung yang mendidih. Terbawa dengan rasa penasaran, saya yang berada di Sikka, NTT, berusaha memacu mobil dengan kencang agar bisa tiba di di Desa Moni malam hari. Akhirnya semuanya sesuai harapan, saya telah sampai di Moni dan beristirahat di hotel Flores Sare untuk melupakan segenap kelelahan sehabis perjalanan yang memakan waktu hampir 2 jam lebih.
Alarm pada smartphone membangunkan saya dari mimpi, barulah setelah itu mandi dan bersiap-siap membawa semua barang yang diperlukan menuju ke Gunung Kelimutu yang berlokasi di desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kab. Ende, NTT.
Hanya membayar karcis masuk seharga Rp 2.500 dengan biaya parkir seharga Rp 6.000. Terhitung murah untuk untuk menikmati danau tiga warna yang begitu fenomenal dan satu-satunya di dunia.
Setelah mobil yang saya tumpangi parkir, kami harus segera sampai ke puncak Kelimutu untuk mendapatkan view terbaik supaya mata berasa lebih dimanjakan dengan keindahannya. Aktivitas trekking kami lakukan selama 30 menit, banyak diantara wisatawan lainnya memilih untuk beristirahat sejenak untuk seterusnya melaju ke puncak.
Keringat saya pun mengalir, dan saya tiba dipuncak, mata pun melakukan fungsinya mengamati keadaan sekitar, diantara wisatawan lokal, banyak pula wisatawan asing yang ingin menyaksikan langsung danau legendaris ini. Sebelum mengamati dengan seksama, agar dinginnya udara pagi tak menusuk hingga tulang, saya pun memesan 2 gelas kopi hangat dari masyarakat setempat yang berjualan di puncak.
[caption caption="di selimuti kabut/ detha & sofyan"]
[caption caption="berada di puncak/ detha & sofyan"]
Sungguh bangga menjadi bagian dari Indonesia yang memiliki beragam keindahan alam yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Melalui Kelimutu, keindahan Indonesia lainnya dapat terwakili.
Sang Penjaga Kelimutu
[caption caption="salah seorang wisatawan di kelimutu/ detha & sofyan"]
Batu besar tersebut diatasnya terdapat beragam sesajen berupa hati ayam, nasi putih, sirih, kapur sirih dan arak (tuak). Ternyata disitu biasanya diadakan tradisi oleh masyarakat setempat bernama Patika, dimana setiap awal dan akhir tahun mereka berbagi rejeki atau semacam persembahan yang diperuntukkan untuk sang panjaga pintu kelimutu. Konde Ratu, itulah yang masyarakat setempat percaya sebagai pelindung sekaligus pengadil atau hakim.
Konde ratu dipercaya sebagai pengadil bukan tanpa alasan, karena dalam kepercayaan masyarakat Ende Lio, Konde ratu dianggap yang paling adil dalam menentukkan roh-roh atau jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal ditempatkan di danau masing-masing sesuai perbuatan selama masih hidup.
Kami pun semakin penasaran dan melemparkan pertanyaan kepada guide kami, sementara di danau tersebut memiliki 3 warna yang seperti kita ketahui berwarna hijau tua, Hijau muda, dan berwarna coklat tua. Lalu jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal di tempatkan dimana dan kriterianya seperti apa?
Guide kami pun memberikan jawaban. Danau yang berwarna coklat tua diperuntukkan bagi orang yang memiliki dosa terberat semasa hidupnya, kalau yang light green atau hijau muda untuk orang yang tak memiliki banyak dosa. Serta yang berwarna hijau tua dipersembahkan untuk roh-roh yang semasa hidupnya dosa dan kebaikkannya hampir sama dengan kata lain seimbang.
Wah perjalanan kami seakan penuh dengan misteri, tapi bagus juga untuk refleksi bahwa surga dan neraka itu ada. Karena sejatinya kita diciptakan sebagai manusia tak ada yang abadi. Seperti kutipan arab yang masih dipegang sebagai pedoman hidup. Man jadda wajadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka hasil yang akan didapat akan baik, namun sebaliknya, bila didunia banyak kesalahan maka akan hukuman nanti setelah ia meninggal.
[caption caption="monyet di kelimutu/ detha & sofyan"]
[caption caption="bersantai sejenak/ dethazyo"]
@dethazyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H