Mohon tunggu...
desy rahmawati
desy rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

hobi saya adalah travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadis Palsu Kopi di Ara'a Cafe Trawas

3 Desember 2024   15:55 Diperbarui: 3 Desember 2024   16:09 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

   Di sebuah sudut Ara'a Cafe yang nyaman, Rahma sedang menyeduh kopi. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat dan akrab. Roni, sahabatnya, duduk di meja dekat jendela, mengamati Rahma dengan penuh rasa ingin tahu.

  "Rahma, kamu tahu tidak tentang hadits yang bilang, 'Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar untukmu'?" tanya Roni, sambil mengangkat alisnya.

  Rahma menghentikan sejenak pekerjaannya dan tersenyum. "Iya, aku pernah mendengarnya. Tapi aku tidak yakin tentang keaslian hadits itu."

  Roni mengangguk. "Aku juga merasa ada yang aneh. Hadits tentang kopi? Sepertinya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan."

  Di saat yang sama, Aziz, teman mereka yang aktif dalam kajian agama, masuk ke dalam kafe. Ia melihat Roni dan Rahma, lalu menghampiri mereka. "Hai, teman-teman! Apa yang sedang kalian bicarakan?"

  "Aziz, kita sedang membahas hadits tentang kopi ini. Roni skeptis, sementara aku tidak tahu harus percaya atau tidak," kata Rahma.

  Aziz tersenyum. "Ah, hadits itu memang populer di kalangan pecinta kopi. Namun, kita perlu berhati-hati. Banyak hadits yang beredar di masyarakat, tetapi tidak semuanya sahih."

  Roni mengerutkan dahi. "Jadi, kamu tahu asal-usul hadits ini?"

  Aziz menggelengkan kepala. "Belum ada penelitian yang jelas mengenai hadits itu. Yang jelas, kita harus mencari tahu lebih lanjut sebelum menyebarkannya."

  Rani, yang baru saja datang dengan membawa buku catatan, ikut bergabung. "Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya menarik!"

  "Kita sedang membahas hadits tentang kopi," jawab Rahma. "Aziz bilang kita perlu berhati-hati dengan hadits yang beredar."

  Rani mengangguk. "Aku setuju. Banyak orang yang tidak memeriksa keaslian hadits sebelum menyebarkannya. Ini bisa berbahaya."

  Aziz menambahkan, "Kita harus selalu merujuk kepada ulama atau sumber yang terpercaya. Jangan sampai kita menyebarkan informasi yang salah."

  Rahma mengangguk setuju. "Tapi, aku tetap ingin menikmati kopi ini. Aroma dan rasa kopi selalu membuatku merasa tenang."

  Roni tersenyum. "Dan itu sudah cukup untuk membuat malaikat beristighfar untukmu, bukan?"

  Semua tertawa. Suasana di Ara'a Cafe semakin hangat dengan percakapan mereka. Rahma pun menuangkan kopi ke dalam cangkir dan menyajikannya kepada teman-temannya.

  "Ini dia, kopi spesial dari Ara'a. Semoga aromanya membawa berkah," kata Rahma sambil tersenyum.

  Mereka semua menikmati kopi sambil berdiskusi lebih lanjut tentang hadits dan pentingnya memverifikasi informasi. Roni, yang awalnya skeptis, mulai memahami pentingnya mencari tahu lebih dalam.

  "Jadi, kita harus lebih bijak dalam menerima informasi. Terutama yang berkaitan dengan agama," kata Roni.

  Aziz mengangguk. "Benar sekali. Hadits adalah pedoman hidup kita, jadi kita harus memastikan bahwa kita mengikuti yang benar."

  Rani menambahkan, "Dan jika kita tidak yakin, lebih baik bertanya kepada yang lebih paham. Itu lebih aman."

  Malam semakin larut, dan suasana di Ara'a Cafe semakin hangat. Mereka terus berdiskusi, berbagi cerita, dan menikmati kopi. Rahma merasa bersyukur memiliki teman-teman yang peduli dan saling mengingatkan.

  Ketika mereka selesai menikmati kopi, Roni berkata, "Bagaimana kalau kita membuat grup diskusi kecil tentang hadits-hadits yang beredar? Kita bisa saling berbagi informasi."

  Rahma menyukai ide itu. "Itu bagus! Kita bisa mengundangAziz sebagai narasumber. Dia pasti punya banyak informasi."

  Aziz tersenyum dan mengangguk. "Aku akan senang membantu. Kita bisa mulai dengan hadits-hadits yang sering diperdebatkan."

  Rani mencatat ide tersebut di buku catatannya. "Kita bisa menjadwalkan pertemuan setiap minggu. Dengan begitu, kita bisa belajar bersama dan memperdalam pemahaman kita tentang hadits."

  Rahma menambahkan, "Dan kita bisa mengundang teman-teman lain yang juga tertarik. Semakin banyak yang terlibat, semakin baik."

  Roni setuju. "Aku akan mengajak beberapa teman dari kampus. Mereka pasti akan senang bergabung."

   Mereka semua bersemangat dengan rencana tersebut. Diskusi tentang hadits dan kopi telah membawa mereka lebih dekat, dan mereka merasa bahwa kegiatan ini akan bermanfaat bagi banyak orang.

  Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk pulang. Rahma membersihkan meja dan menyiapkan kafe untuk tutup. "Terima kasih sudah datang, teman-teman. Aku sangat menikmati malam ini."

  "Terima kasih juga, Rahma. Kopinya luar biasa!" kata Roni sambil tersenyum.

  Aziz menambahkan, "Jangan lupa untuk mengabari kami tentang pertemuan berikutnya. Aku sudah tidak sabar untuk mulai."

  Rani mengangguk. "Aku akan mengirimkan pesan di grup setelah aku membuat jadwalnya."

  Setelah berpamitan, Rahma menatap keluar jendela, melihat bintang-bintang yang bersinar di langit malam. Ia merasa bahagia dan bersyukur atas persahabatan yang terjalin. Aroma kopi yang masih tersisa di udara seolah mengingatkannya akan momen-momen indah yang baru saja mereka lalui.

  Keesokan harinya, Rahma membuka kafe dengan semangat baru. Ia mempersiapkan berbagai jenis kopi dan menyiapkan tempat untuk diskusi yang akan datang. Ia berharap bahwa kegiatan ini tidak hanya akan memperdalam pengetahuan mereka tentang hadits, tetapi juga mempererat tali persahabatan di antara mereka.

  Hari demi hari berlalu, dan pertemuan diskusi pun dimulai. Mereka berkumpul di Ara'a Cafe setiap minggu, membahas berbagai hadits, termasuk yang berkaitan dengan kopi. Aziz menjadi narasumber yang sangat membantu, menjelaskan konteks dan keaslian hadits-hadits yang mereka bahas.

  Roni, yang awalnya skeptis, kini menjadi lebih terbuka dan aktif dalam diskusi. Ia mulai memahami pentingnya memverifikasi informasi dan tidak sembarangan menyebarkan hadits. Rani, dengan bakat menulisnya, mencatat setiap diskusi dan merencanakan untuk membuat artikel tentang pengalaman mereka.

  Suatu malam, saat mereka sedang berdiskusi, Rani mengusulkan, "Bagaimana kalau kita membuat sebuah buku kecil tentang hadits-hadits yang sering diperdebatkan? Kita bisa mengumpulkan informasi dan pandangan dari setiap pertemuan."

  Semua setuju dengan ide tersebut. Mereka mulai merencanakan isi buku, membagi tugas, dan menetapkan deadline. Rahma merasa bangga melihat teman-temannya begitu antusias dan berkomitmen untuk belajar bersama.

   Setelah beberapa bulan, buku kecil itu akhirnya selesai. Mereka memberi judul "Aroma Kopi dan Hadits: Menelusuri Kebenaran". Buku itu berisi ringkasan diskusi mereka, penjelasan tentang hadits-hadits  yang sering diperdebatkan, dan panduan untuk memverifikasi informasi.

  Mereka merayakan peluncuran buku di Ara'a Cafe, mengundang teman-teman dan keluarga. Rahma merasa terharu melihat semua orang berkumpul untuk merayakan pencapaian mereka. "Ini semua berkat kerja keras kita bersama," katanya saat memberikan sambutan.

  Aziz menambahkan, "Semoga buku ini bisa bermanfaat bagi banyak orang dan mengingatkan kita semua untuk selalu mencari kebenaran."

  Roni dan Rani juga berbagi pengalaman mereka selama proses penulisan. "Kami belajar banyak tentang pentingnya memverifikasi informasi dan tidak mudah percaya pada apa yang beredar," kata Roni.

  Malam itu, mereka menikmati kopi sambil berbagi cerita dan tawa. Rahma merasa bahwa aroma kopi yang mengisi kafe bukan hanya sekadar wangi, tetapi juga simbol dari persahabatan dan pengetahuan yang telah mereka bangun bersama.

  Sejak saat itu, Ara'a Cafe bukan hanya menjadi tempat untuk menikmati kopi, tetapi juga menjadi pusat diskusi dan pembelajaran. Mereka terus mengadakan pertemuan, membahas berbagai topik, dan mengundang pembicara tamu untuk memperkaya wawasan mereka.

  Rahma, Roni, Aziz, dan Rani menyadari bahwa perjalanan mereka tidak hanya tentang kopi dan hadits, tetapi juga tentang saling mendukung dan tumbuh bersama. Mereka berkomitmen untuk terus belajar dan berbagi, menjadikan setiap pertemuan sebagai kesempatan untuk memperdalam pengetahuan dan mempererat persah abatan.

  Dengan semangat yang terus membara, mereka merencanakan untuk mengadakan seminar tentang hadits dan pentingnya verifikasi informasi. Rahma berinisiatif untuk menghubungi beberapa narasumber yang berpengalaman di bidang agama, sementara Rani mulai menyusun materi promosi untuk acara tersebut.

  "Seminar ini bisa menjadi kesempatan bagi banyak orang untuk belajar dan bertanya langsung kepada para ahli," kata Rani dengan antusias. "Kita bisa mengundang mahasiswa dari kampus-kampus terdekat dan masyarakat umum."

  Roni menambahkan, "Kita juga bisa menyediakan kopi gratis untuk para peserta. Ini akan membuat suasana lebih akrab dan nyaman."

  Aziz setuju. "Kopi bisa menjadi jembatan untuk membuka diskusi. Kita bisa menjelaskan bahwa pengetahuan itu penting, sama seperti menikmati secangkir kopi yang baik."

  Setelah beberapa minggu persiapan, seminar pun terlaksana dengan sukses. Ara'a Cafe dipenuhi oleh peserta yang antusias, dan suasana hangat terasa di setiap sudut. Rahma merasa bangga melihat kafe yang awalnya hanya tempat untuk menikmati kopi kini menjadi pusat pembelajaran.

  Para narasumber memberikan materi yang menarik dan interaktif, menjawab berbagai pertanyaan dari peserta. Roni, yang sebelumnya skeptis, kini menjadi salah satu yang paling aktif bertanya. Ia merasa bahwa seminar ini membuka matanya tentang pentingnya memahami agama dengan benar.

  Di akhir acara, mereka mengadakan sesi diskusi terbuka. Peserta saling berbagi pengalaman dan pandangan, menciptakan suasana yang penuh semangat. Rahma, Roni, Aziz, dan Rani merasa bahwa mereka telah berhasil menciptakan ruang untuk belajar dan berbagi.

  Setelah seminar, mereka merencanakan untuk menerbitkan buku kedua yang berisi ringkasan dari seminar dan panduan praktis untuk memverifikasi hadits. Rani kembali menjadi penulis utama, sementara Roni dan Aziz membantu mengumpulkan informasi dan referensi.

  Proses penulisan buku kedua ini membawa mereka lebih dekat satu sama lain. Mereka sering menghabiskan waktu di Ara'a Cafe, berdiskusi dan menyusun materi. Rahma merasa senang melihat teman-temannya begitu bersemangat dan berdedikasi.

  Akhirnya, buku kedua mereka, "Mencari Kebenaran: Panduan Memverifikasi Hadits", diterbitkan dan diluncurkan di kafe yang sama. Mereka mengundang semua peserta seminar sebelumnya dan banyak orang baru untuk merayakan pencapaian ini.

  Malam peluncuran buku dipenuhi dengan tawa, diskusi, dan tentu saja, aroma kopi yang menggoda. Rahma merasa bahwa semua usaha dan kerja keras mereka terbayar dengan kebahagiaan yang terlihat di wajah setiap orang yang hadir.

  Setelah peluncuran, mereka terus mengadakan diskusi dan seminar secara berkala. Ara'a Cafe menjadi tempat yang dikenal sebagai pusat pembelajaran dan diskusi tentang agama, menarik perhatian banyak orang dari berbagai kalangan.

  Rahma, Roni, Aziz, dan Rani menyadari bahwa perjalanan mereka tidak hanya tentang kopi dan hadits, tetapi juga tentang membangun komunitas yang peduli dan saling mendukung. Mereka berkomitmen untuk terus belajar dan berbagi, menjadikan setiap pertemuan sebagai kesempatan untuk memperdalam pengetahuan dan mempererat persahabatan.

  Dengan semangat yang tak pernah padam, mereka melanjutkan perjalanan ini, berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka. Ara'a Cafe bukan hanya sekadar tempat, tetapi telah menjadi simbol dari perjalanan mereka dalam mencari kebenaran dan membangun persahabatan yang abadi. Mereka terus berinovasi dengan mengadakan berbagai acara, seperti workshop tentang cara menyeduh kopi yang baik dan diskusi tentang etika dalam menyebarkan informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun