Dalam rangka memperingati hari ulang tahun kabupaten Mamasa ke 21, berbagai karnaval kebudayaan dilakukan di lapangan Mamasa pada 4 maret 2023.
Salahsatunya adalah tarian kolosal Pongkapadang yang ditampilkan oleh putra-putri dari kabupaten Mamasa, yang mengingatkan kembali kepada nenek moyang pitu ulunna salu yaitu nenek Pongka Padang.
Nenek Pongka Padang yang berasal dari Sa'dan tanah Toraja menikah dengan nenek Torije'ne' dan melahirkan to sapulo mesa yang tersebar di berbagai wilayah Pitu Ulunna Salu (PUS) dan juga ke Pitu Ba'bana Binanga (PBB). Sehingga orang Mamasa dimanapun berada selalu meng-klaim dirinya sebagai suku Toraja, karena nenek Pongka Padang berasal dari tanah Toraja.
Namun demikian suku Toraja yang dikenal luas dengan berbagai ritual adatnya dan kasta-kastanya, ada beberapa perbedaan dengan suku yang ada di Mamasa (atau dapat juga disebut dengan Toraja barat ).
Orang dari Pitu Ulunna Salu, khususnya yang berada di perantauan, biasanya bingung untuk menanggapi pertanyaan dari orang-orang yang ingin mengenal lebih dalam tentang asal nya. Ketika mereka mengatakan dari suku Toraja, berbagai pertanyaan pun mengikuti tentang ritual-ritual adat suku Toraja yang sangat menarik perhatian dunia luar, padahal di Mamasa atau Toraja barat berbeda dengan Toraja yang dikenal orang.
Banyak dari anak-anak Mamasa yang tidak mengetahui sejarah mereka.
Menurut para sejarawan Toraja, dalam buku yang penulis baca, bahwa salah seorang tokoh dari Toraja hijrah ke bagian paling barat Toraja dikarenakan oleh perbedaan pandangan khususnya tentang perbedaan kasta yang ada di Toraja. Diperkirakan tokoh itu adalah nenek Pongka Padang yang berjalan jauh kearah barat bersama dengan orang-orangnya (pengawalnya) dan juga anjingnya. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan nenek Torije'ne' dan menikah kemudian menetap di buntu bulo dan kemudian ke Tabulahan dan berkembangbiak diwilayah PUS kabupaten Mamasa saat ini. Referensi lebih jelas dalam buku-buku yang ditulis Arianus Mandadung seorang pemerhati budaya di Mamasa dan juga beberapa tokoh sejarahwan dari Mamasa mengakui nenek Pongka Padang sebagai nenek moyang Pitu Ulunna Salu. Nenek Pongka Padang yang menganut aluk toyolo sama seperti yang ditoraja, dan juga masi menganut adak mate.
"Kondosapata', wai sapalelean" adalah motto yang dipegang oleh wilayah PUS. PUS tidak mengenal perbedaan kasta, semua manusia sama dan layak mendapatkan hak yang adil. Tidak ada tuan, tidak ada budak. "Sitayuk sikamase sirande maya-maya" juga adalah motto yang selalu diingat dan menjadi dasar kuat dalam kehidupan masyarakat PUS. Saling mengasihi, saling membantu, mengutamakan gotong royong dalam wilayah kondosapata' wai sapalelean (sepetak sawah, dengan air yang merata).
Menurut catatan orang tua yang penulis baca, saat itu tidak ada satupun kejahatan dalam wilayah PUS saat adat mate masi dianut, tidak ada yang berani mencuri ataupun membunuh, tidak ada yang berani menentang adat untuk tidak mempedulikan sesama. Semua hidup dalam gotong royong dan makmur. Tidak ada musuh yang dapat menembus PUS.
Akan tetapi, saat nenek Tomampu' datang membawah adat tuo, maka muncullah istilah "rakka' kondosapata', titale wai sapalelean". Mengakibatkan persatuan itu berangsur-angsur, terbagi-bagi. Membuat masyarakat berkelompok-kelompok, sehingga saat ini sulit untuk menemukan kembali jejak-jejak sejarah kondosapata'.Â
Keretakan dibumi kondosapata'uhai sapalelean juga ditandai dengan berbagai macam silang pendapat, dipengaruhi pula oleh perbedaan politik, sosial dan agama. Khususnya dalam media sosial, masalah sepeleh saja dapat memancing ribuan debat dalam arena PUS, masing-masing menganggap pendapatnya yang benar. Semua itu juga tidak terlepas dari pengaruh budaya luar khususnya dengan adanya kebebasan mengeluarkan pendapat. Tidak masalah saling mengkritik asal tidak saling menjatuhkan, memojokkan negeri kita sendiri ataupun pemerintah.
Adat tuo saat ini adalah adat yang dipegang di wilayah kondosapata', dimana hukuman yang lebih ringan diberikan kepada yang melakukan pelanggaran (perikemanusiaan). Namun demikian tidak semestinya kondosapata' ini hancur dan terbagi-bagi. Kita berharap kondosapata' wai sapalelean kembali berjaya dengan adat tuo nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H