Pak Pram berpulang diera reformasi, 30 April 2006 pukul 08:55 disabtu pagi. Beliau dimakamkan di pemakaman Karet Bivak dengan meninggalkan projek ensiklopedi geografi indonesia yang mangkrak hingga saat ini. Pemerintah era reformasi tidak lagi alergi pada pak Pram, terutama pada karya-karyanya. Pelarangan buku-buku beliau dicabut dan telah bebas diterbitkan kembali, diedarkan, dan dibaca oleh siapapun.Â
Usai membaca tuntas buku "Bersama Mas Pram: Memoar Dua Adik Pramoedya Ananta Toer", aku berkeinginan untuk membaca ulang tetralogi pulau buru dan empat jilid "Kronik Revolusi Indonesia". Pak Pram adalah sosok penting bagi sejarah sastra Indonesia, kemerdekaan hidup beliau pernah diberangus politik era orde baru. Namun kegigihan beliau melampaui seluruh era-era kelam yang merampas kemanusiaannya.
Aku meramu tulisan ini disela kantukku, berpindah-pindah dari satu titik ke titik lainnya dan menyelesaikan tulisan ini seusai pulang kampus dan usai mondar-mandir muntah berulang kali di kamar mandi. Entah mengapa pekan pertama ditahun 2024 pikiranku terasa sesak sekali. Untung saja pagi ini sudah segar kembali. Muntah-muntah bukan hal buruk juga. Itu momen pelepasan dari riuhnya kepalaku. Terima kasih sudah bertahan, kata pak Pram "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".
Selamat berakhir pekan, jangan abai dengan alarm tubuh. Doa keselamatan mengiringi kita selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H