Mohon tunggu...
Desyfitriana Kurniyanti
Desyfitriana Kurniyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ketenangan dalam hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Kebangkrutan BPRS Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

8 Oktober 2024   05:49 Diperbarui: 8 Oktober 2024   07:29 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Desy Fitriana Kurniyanti

Kelas : HES 5 C

Dosen : Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag. 

Masyarakat dalam hal penyimpanan dana atau harta yang dimilikinya pasti menginginkan cara penyimpanan yang dapat menjamin keamananya serta bagi umat muslim dapat memilih untuk menyimpannya di pembiayaan yang berlabelkan syariah. Namun pada kenyataanya sering ditemukan adanya kasus di bank pembiayaan baik yang berlabelkan syariah maupun konvensional yang malah merugikan para nasabah.

 Seperti kasus yang viral di masyarakat mengenai bangkrutnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho kota Mojokerto, yang ditandai dengan dicabutnya izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2024. Pencabutan izin usaha ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak sehat dan dilakukan demi menjaga stabilitas industri perbankan serta untuk melindungi para nasabah. 

Dari penelusuran lebih lanjut ternyata ada indikasi kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh jajaran internal pihak bank yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp. 30 miliar rupiah. Dalam perkembagan kasusnya beberapa pihak telah ditetapkan sebagai tersangka, karena terbukti menyalahgunakan wewenangnya dengan menyetujui pemberian maupun restrukturisasi pembiayaan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan BPRS sebagai BUMD Pemkot Mojokerto. 

Dalam pemberian kredit kepada nasabah dilakukan dengan analisis yang tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, sehingga berdampak pada kacaunya keuangan di BPRS Syariah Mojo Artho tersebut. Hal ini juga berdampak pada tidak bisa dicairkannya dana tabungan dan deposito milik para nasabah yang jelas sangat merugikan dan membuat kekhawatiran akan hilangnya dana yang telah disimpan di BPRS Mojo Artho tersebut. 

Kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan kasus BPRS Syariah Mojo Artho tersebut diantaranya: 

1. Prinsip syariah, didalam menjalankan usahanya BPRS Syariah Mojo Artho harus mengikuti prinsip-prinsip syariah yang meliputi larangan riba, gharar, maysir, dan haram. Namun didalam kasus ini pihak pegawai yaitu pihak internal bank sudah melanggar larangan terkait gharar atau ketidakpastian yang berdampak serius pada keuangan bank. Ketidakpastian ini terdapat pada pelaksanaan analisis kredit pada nasabah yang sudah menyalahi aturan dari bank itu sendiri. 

2. Perjanjian akad, akad yang digunakan dalam transaksi harus jelas dan transparan. Namun dalam pelaksanaanya dalam BPRS Syariah pelaksanaan akad dilakukan dengan tidak mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan meloloskan nasabah kredit yang mungkin bermasalah. Hal ini menyalahi perjanjian akad karena dari pihak bank yang menyetujui hanya perseorangan yang berdampak pada kerugian pihak bank.

3. Regulasi Otoritas Jasa Keuangan, BPRS Syraiah Mojo Artho harus mematuhi regulasi yang telah ditetapkan ojk terkait operasional lembaga keuangan syariah, termasuk dalam hal perlindungan konsumen.

4. Transparansi dan keterbukaan, BPRS Syariah Mojo Artho dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk memberikan informasi yang jelas kepada nasabah mengenai produk, risiko dan biaya yang terkait dengan layanan keuangan yang diberikan.

5. Kepatuhan internal, sudah menjadi kewajiban bagi pihak internal untuk menjalankan operasional bank sesuai dengan prinsip syariah. Namun di BPRS Syariah Mojo Artho justru terjadi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan sendiri bagi pihak internal bank. Maka dari sini perlu adanya sistem pengawasan internal yang efektif untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan wewenang.

Norma-Norma hukum yang terkait dengan kasus BPRS Syariah Mojo Artho tersebut diantaranya:

1. Norma agama, BPRS Syariah Mojo Artho dalam hal ini telah melanggar prinsip transparansi dalam akad, seperti tidak menjelaskan secara jelas mengenai biaya atau risiko yang akan ditanggung para nasabah.

3. Norma etika, praktik yang tidak profesional atau tidak etis dalam menangani nasabah, seperti penipuan dan penyalahgunaan wewenang terjadi di BPRS Syariah Mojo Artho ini.

3. Norma Akuntanbilitas, kurangnya transparansi dalam laporan keuangan yang menyebabkan informasi yang tidak benar yang berdampak serius pada para nasabah. 

4. Norma perlindungan konsumen atau nasabah, BPRS Syariah Mojo Artho tidak mempertimbangkan aspek perlindungan kepada nasabahnya hal ini dapat diketahui dengan analisis kredit yang tidak sesuai aturan yang merugikan para nasabah yang menyimpan uang di bank tersebut. 

Aturan-aturan hukum yang terkait dengan kasus BPRS Syariah Mojo Artho tersebut diantaranya: 

1. Undang-Undang Nomer 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomer 20 Tahun 2001 tentang pepmberantasan tindak pidana korupsi, yang mencakup penggelapan, penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi.

2. Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mangatur prinsip kehati-hatian dan transparansi dalam pengelolaan dana.

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 47/POJK.03/2016 Tentang transparansi dan publikasi laporan keuangan.

4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 68/POJK.03/2016 Tentang penerapan tata kelola yang baik (GCG) untuk bank umum dan BPRS, yang mencakup prinsip-prinsip pengendalian internal untuk mencegah korupsi. 

5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.03/2017 Tentang penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak pengurus dan pengawas bank, yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. 

6. Fatwa No. 01/DSN-MUI/IV/2000: tentang prinsip dasar perbankan syariah, yang menekankan pentingnya kejujuran dan trasparansi dalam setiap transaksi.

7. Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000: tentang akad pembiayaan, yang mengatur prnsip keadilan dan menghindari praktik yang merugikan nasabah atau pihak lain.

8. Fatwa No. 45/DSN-MUI/III/2005: tentang tata kelola yang baik di lembaga keuangan syariah, yang mencakup kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip etika dan tanggung jawab sosial. 

Pandangan aliran positivisme hukum mengacu pada hukum tertulis dan memisahkan anatara hukum dan moral secara tegas. Dalam kasus BPRS Syariah Mojo Artho para tersangka baik dari pihak internal bank maupun nasabah kredit yang terlibat harus dihukum sesuai peraturan yang berlaku. Mereka yang menyebabkan kerugian pada negara dan para nasabah harus dihukum secara tegas. Dalam kasus ini tidak terdapat unsur ketidakadilan yang didasarkan pada pertimbangan moral karena perbuatan yang memanfaatkan wewenang dalam pemberian kredit untuk keuntungan sendiri merupakan hal yang salah dan melanggar hukum. Jadi pelaku harus dihukum setimpal dan tidak ada keringanan dari aspek moral yang harus dipertimbangakan dalam kasus ini.

Adapun dalam pandangan sociological jurisprudence kasus yang terjadi di BPRS Syariah Mojo Artho berdampak secara sosial kepada masyarakat. Kasus ini membuat masyarakat menjadi terkesan takut dan was-was untuk menyimpan dananya di bank pembiayaan walaupun sudah berlabel syariah sekalipun. Secara tidak langsung kepercayaan masyarakat akan kapabilitas dan transparansi dari manajemen BPRS Syariah menjadi rendah. Para nasabah akan berpikir-pikir ulang apabila ingin menyimpan dananya di bank pembiayaan syariah seperti milik pemkot mojokerto ini karena terdapat kekhawatiran apabila dana yang disimpan akan hilang karena ulah oknum internal yang memanfaatkan wewenang untuk mencari keuntungan pribadi. 

Kesimpulan: 

Pengawasan kinerja internal bank merupakan hal yang harus menjadi perhatian penting, agar kasus seperti yang terjadi di BPRS Syariah Mojo Artho tidak terulang kembali. Analisis pinjaman kredit harus dilakukan sesuai aturan yang telah ditentukan. BPRS Syariah Mojo Artho seharusnya menerapkan prinsip-prinsip syariah terutama dalam hal kepastian, kehati-hatian dan transparansi dalam pengelolaan keuangannya. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat pihak yang merasa dirugikan. Tindakan dari Otoritas Jasa Keuangan yang mencabut izin usaha dari BPRS Syariah Mojo Artho ini merupakan tindakan yang tepat sesuai peraturan yang berlaku serta untuk melindungi para nasabah. Kasus ini tentunya membuat masyarakat menjadi lebih berhati-hati untuk memilih bank pembiayaan yang aman, transparan, dan tentunya bagi umat muslim memilih yang berlabelkan syariah. 

#uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #prodihesfasyauinsaidsurakarta2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun