Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilematis antara Ibadah dan Pendidikan Jika Sekolah Libur Selama Ramadan 2025

15 Januari 2025   01:00 Diperbarui: 15 Januari 2025   01:42 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.suara.com/

Beberapa hal memprihatinkan terkait pendidikan saat ini:

  • Ketergantungan pada gawai
  • Minimnya literasi bahkan di usia SMA.  Faktanya bisa membaca tidak menjamin tahu/ mengerti isi bacaannya.
  • Ketidakmampuan memahami matematika dasar
  • Minim pengetahuan umum

Setidaknya demikian gambaran yang terlihat dan disajikan belakangan ini di media sosial (medsos).  Ini bukan sekedar konten.  Melainkan fakta nyata kualitas pendidikan anak-anak sekarang ini.  Beberapa berpendapat mereka adalah generasi rebahan.  Generasi yang terdampak pandemi covid beberapa waktu lalu.  Diperburuk dengan adanya beberapa kebijakan dunia pendidikan yang justru "memanjakan" peserta didik.

Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan:

  • Rasa keadilan karena tidak semua peserta didik Muslim.  Bagaimana dengan yang non-Muslim?  Bagaimana dengan sekolah yang peserta didiknya tidak ada yang Muslim?
  • Apakah ada jaminan dengan diliburkan, anak-anak bertanggungjawab belajar di rumah?
  • Bukan tidak mungkin ada orang tua yang "terpaksa' mengambil cuti karena kekhawatiran anak di rumah tanpa pengawasan.
  • Jikapun daring/ online menjadi solusi.  Siapa yang bertanggungjawab terhadap kuota?  Siapa yang dapat memastikan kehadiran anak ketika daring?
  • Bagaimana dengan kemungkinan terjadinya tawuran atau begadang efek dari sekolah diliburkan.

Melihat dan menimbang ini semua, rasanya opsi libur sebagian cukuplah bijak.  Sebagai bentuk toleransi tanpa mengabaikan pendidikan.  Di mana sekolah diliburkan katakanlah dua hari agar beradaptasi memasuki bulan Ramadan.  Lalu masuk kembali hingga menjelang Idul Fitri.

Sehingga ketika di sekolah nanti baik yang Muslim maupun non-Muslim saling menghormati.  Di antara yang berpuasa maupun yang tidak.  Disinilah bentuk kedewasaan beragama diaplikasikan.  Sekalipun berbeda keyakinan bukan berarti menjadi berbeda.

Adapun beberapa penyesuaian/ saran untuk opsi kedua ini adalah:

  • Meniadakan pelajaran olah raga fisik, dan menggantinya dengan teori saja
  • Meniadakan ekstrakulikuler untuk sementara
  • Jam sekolah selesai lebih awal, disesuaikan dengan jenjang pendidikannya.  Di mana peserta didik non-Muslim diizinkan pulang.  Sedangkan untuk peserta didik Muslim dapat diagendakan kegiatan yang membangun spiritual.

Kita hormati bulan Ramadan.  Tetapi meliburkan sekolah selama sebulan penuh sangat mungkin menjadikan lingkungan pendidikan menjadi lebih pasif.  Bahkan dikhawatirkan dapat melemahkan kepercayaan diri peserta didik untuk tetap produktif belajar selama bulan puasa.

Hal penting lainnya adalah kemajemukan bangsa ini, dan nilai-nilai Pancasila yang menjadi pedoman Indonesia.  Terlepas dari keyakinan yang dianut, alangkah indahnya jika bulan Ramadan menjadi momentum mengajarkan toleransi yang berkeadilan.  Salam toleransi!

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2025/01/13/11423351/pemerintah-akan-bahas-libur-sekolah-pada-bulan-ramadhan

https://news.detik.com/berita/d-7712990/ketua-mui-sarankan-siswa-tetap-belajar-di-sekolah-saat-bulan-puasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun