Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Pertamaku

14 Desember 2024   00:44 Diperbarui: 14 Desember 2024   00:44 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Cihuiiii.......kurang dari 24 jam, usiaku sweet seventeen!  Konon katanya, hidup bakalan seru dimulai  di usia 17 tahun. "  Tita cengengesan sambil berbicara sendiri di depan cermin.  Tangannya memainkan rambutnya yang panjang terurai.  Mungkin sedang berandai-andai dirinya sebentar lagi menjelma menjadi wanita dewasa yang cantik.  Boleh menggunakan make-up, dan boleh nongki cantik seperti kebanyakan teman-temannya.

Tetiba Tita terdiam.  Termenung, lalu menggerutu ketus.  "Duhhhh....iya juga yah.  Besok seriusan aku sweet seventeen, tapi bapak?  Bapak masih dinas di luar kota.  Artinya, tidak bakal ada seru-seruan.  Tidak asyiikkk....., basi sebasi-basinya!"

Tita memang sangat dekat dengan bapak.  Laki-laki itu tempatnya bersandar dan cerita tentang apapun.  Jika tidak berdinas keluar kota, maka bapaklah yang mengantarkannya ke kampus sekalian ke kantor.  Bapak juga yang memotivasi Tita untuk berani berjualan kue di kampus.  "Kamu itu pintar bikin kue.  Tapi nyalimu kok kecil tidak berani menawarkan kuemu itu di kantin kampus.  Jangan jago kandang dong!"  Ucap bapak yang membuat Tita tertantang.  Apalagi kedua orangtuanya memang tidak pernah memberikan uang saku berlebih.  Hanya mentok untuk mengganjal perut dan menghilangkan dahaga.  Kata mereka sih supaya tidak jadi kebiasaan doyan nongki.  Selesai kuliah, yah pulang.

"Bapak pesan 5 loyang black forest untuk Natal nanti.   Bapak pinjamkan modalnya.  Sanggup tidak selesai H-1 supaya bisa kita antarkan bersama ke rumah tulang-tulangmu.  Berapa harga kuemu itu Tita?"  Tetiba bapak kembali mengejarnya dalam percakapan pagi itu menuju kampus.

Kepala Tita langsung puyeng.  "What, lima loyang black forest?  Itu jelas cuan banget cuyyyy....  Tapi apa aku bisa mengerjakan sendirian?  Kalau masalah beberes dan cuci mencuci sih gampil, ada si bibik.  Tapi membuat lempengan coklat untuk lima black forest jelas bakal letih lelah.  Bayangkan, lima black forest pesanan bapak, dan pastinya dua lagi untuk di rumah seperti biasanya Natal.  Total yang harus selesai tujuh black forest.  Belum termasuk kalau ada yang minta dibuatkan puding coklat.  Hik...hikss.... hikkss....bagaimana ini?  Kalau aku tidak buat untuk di rumah, bisa nyanyi cempreng ketiga saudaraku yang ganas-ganas itu."

"Deal!  Aku sanggup pak.  Nanti sore setelah bapak pulang kerja, aku kasih hitungan pinjam modalnya dan harga kuenya yah pak.  Byee....bapak...."  Secepat kilat Tita langsung menutup pintu mobil, dan memasuki halaman kampus.  Bapak pun dibuat kebingungan.  Bagaimana tidak bingung.  Dirinya yang memesan, tetapi dirinya juga yang memberi modal.  Semakin absurd, tetap harus membayar kuenya pula.

Begitulah kedekatan Tita dan bapak.  Lelaki yang menjadi segalanya baginya.  Sehingga terbayang bagaimana galaunya Tita  di hari ulang tahunnya ke 17 tetapi bapak sedang di luar kota.  Ditambah pagi itu seisi rumah tampak adem ayem pula.  "Ambyar deh sweet seventeenku yang bitter banget euy," keluh Tita mencoba mendinginkan hati dengan menikmati es lemon teh di kamar.  Mengurung dirinya hingga sore hari sambil membaca komik supaya bisa tertawa.  "Waras...waras...dan jangan lupa bahagia Tita.  Anggap saja ujian menjadi wanita dewasa, yah begini.  No cengeng-cengeng yah Tita...."  Tita menasehati dirinya.

"Ting...tong...ting...tong."  Suara bel pintu samping rumahnya berisik dan ganggu sekali.  Anehnya seisi rumah entah kemana semua pula.  "Nasib....nasib...., ulang tahun kok begini amat sih.  Rebahan juga enggak boleh."  Tita dengan kesal keluar kamar dan menuju pintu pagar samping rumahnya.  "Awas saja kalau tukang koran yang datang menagih bulanan."  Tita membatin.

Namun Tita menjadi patung.  Dihadapannya berdiri bapak lengkap dengan seragam dinasnya dan topi.   Ganteng sekali bapak, bisik Tita dalam hati.  Terlihat tangan kanannya membawa tas, dan di tangan kirinya memegang kado kecil berpita.

"Selamat ulang tahun boruku hasian."  Bapak memeluk Tita yang masih menjadi patung.  Pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan.  Sepengetahuannya bapak ke Lampung untuk dua minggu.  Sedangkan ini barulah 3 hari.  Tidak mungkin bapak bohong.  Bapak paling anti berbohong."  Tita terus berpikir, sementara bapak memeluknya sambil tertawa.

Hari itu menjadi salah satu dari begitu banyak kenangan manis Tita bersama bapak.  Laki-laki yang sangat keras di dalam pekerjaannya.  Tetapi nyatanya masih ada ruang baginya untuk mengingat ulang tahun si boru hasian.  Bahkan bapak yang tidak pernah memberikan kado, tetapi kali itu memberikan kado berupa tulisan untuk diletakkan di meja belajarnya.  Tulisan yang mengingatkannya untuk selalu bersukacita dan memiliki kasih tanpa batas.

"Besok pagi bapak harus kembali ke Lampung yah Tita.  Bapak sengaja datang hari ini karena ulang tahunmu.  Sekarang Tita sudah 17 tahun.  Sudah beranjak menjadi wanita dewasa.  Artinya, harus semakin dan semakin berhati-hati dalam pergaulan dan selalu sertakan Tuhan.  Jika orang meninggalkan dan mengecewakan kita, tetapi tidak Tuhan.  Bapak tidak punya apapun untuk diwariskan nantinya untuk Tita.  Tetapi semua kebersamaan kita selama ini, bapak harapkan Tita ingat terus. Bahkan ceritakan ke anak-anak Tita."  Nasehat bapak, sambil berdua kami menikmati sepiring mie instant masakan bapak.  Katanya itu namanya ifumie ala bapak.  Kami sekeluargapun lalu menghabiskan waktu bersama, ditemani kue coklat yang entah siapa yang membelinya.

Hari ini kenangan itu kembali menghampiri Tita yang sendiri di kamarnya.  Lelaki itu telah lama pulang ke rumah Bapa di surga.  Setiap kali berulang tahun, Tita selalu mengingat bapak penuh rindu.  Teringat sweet seventeen dan cinta pertamanya, yaitu bapak.  "I love you n miss you pak," lirih dan terisak Tita menutup doa ulang tahunnya sebagai ucapan syukur.

Bandung, 14 Desember 2024

kamus:
Boru hasian: kesayangan, atau panggilan sayang untuk anak perempuan di suku Batak
Tulang: sebutan untuk saudara laki-laki ibu di suku Batak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun