Hapus soal pilihan ganda? Â Ehhmm....ngeri-ngeri sedap pastinya! Â Kok ngeri, kenapa? Â Jawabannya jelas, karena soal pilihan ganda ibarat "judi" mendongkrak nilai. Â Begini, jika sudah kebanyakan "A", maka kenapa tidak mencoba "C"? Â Kerennya, ada peserta didik yang canggih "membaca" pola soal. Â Bahkan kocaknya, jangankan dulu! Â Di zaman kita sekalipun cara berpikir seperti ini sudahlah umum. Â Bukankah begitu?
Kehebohan yang viral bermula ketika aktris Maudy Ayunda ditanyakan jika dirinya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, maka apa yang akan dilakukannya untuk dunia pendidikan tanah air?
"Kalau assesment-nya itu open ended question dan bukan multiple choice pasti murid juga belajarnya beda, guru juga ngajarnya beda, dan akhirnya yang di-grading itu critical and analyzing dibandingin sama memorization." Â Dikutip dari: detik.com
Sebenarnya pemikiran Maudy hal yang sangat baik. Â Namun, tentunya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Â Terbukti, kritik dan komentar pedas netizen Indonesia langsung meramaikan jagad maya. Â Tidak heran, karena memang sulit membentuk pola pikir. Â Terlebih jika sudah berada di zona nyaman. Â Di mana inilah salah satu bentuk pendidikan juga, yaitu berani berubah, keluar dari zona nyaman untuk sesuatu yang lebih baik.
Jika kita mau jujur semasa kita yang dewasa ini bersekolah bahkan untuk pelajaran matematika saja kita menghafal. Â Dimulai dari 1 x 1, 2 x 1 hingga 10 x1, bukankah demikian? Â Sangatlah bisa dihitung dengan jari berapa banyak guru yang memberikan pengertian atau memperagakan dengan jari misalnya bagaimana 1 x 1 adalah 1, kemudian 1 x 2 adalah 2. Â Bahwa 1 x 2 adalah berbeda artinya dengan 2 x1, sekalipun hasilnya adalah 2.
Apakah ini tidak menyedihkan karena hal mendasar saja semua serba hafalan, dan bukan karena mengerti! Â Tidak heran gaya serba instan ini berujung mencetak karakter mau gampang saja. Â Memilih jawaban, bukan karena mengerti. Â Tetapi karena tebak kancing, atau karena mendapat contekan kawan. Â Ini bukanlah bahwa setelah TK lanjut ke SD lalu naik SMP dan lulus SMA! Â Lalu katakanlah berujung menjadi sarjana tetapi masih tanda tanya bingung mau berbuat apa.
Mau dibawa kemana bangsa ini jika tidak dibiasakan menggunakan logika ataupun nalarnya ketika menghadapi persoalan. Â Kenapa tidak "dipersiapkan" dimulai dari soal-soal di sekolah yang berbentuk uraian atau essay misalnya. Â Sehingga di dunia kerja nantinya mereka akan siap untuk mengambil keputusan! Â Bahkan terbiasa membaca kondisi, dan siap dengan segala tantangannya. Â Termasuk untuk menjadi pionir misalnya!
Percayalah dunia kerja, dan kehidupan ini sendiri adalah tentang kemampuan mencerna dan mengolah kondisi sebelum akhirnya mengambil keputusan. Â Tentu kita tidak ingin generasi Indonesia ibarat robot yang diproduksi masal oleh dunia pendidikan. Â
Pendidikan bukan semata seberapa hafalnya pada perkalian, rumus, anatomi manusia/ hewan ataupun pasal dan hukum di republik ini. Â Bahkan "hafalan" tersebut tidak akan ditanyakan ketika melamar pekerjaan!
Setuju tidak mudah tentunya menghapus soal pilihan ganda. Â Terlebih kita dihadapkan pada fakta rendahnya literasi di negeri ini. Â Sementara untuk soal uraian ataupun essay dibutuhkan literasi yang mumpuni. Â
Tragisnya, data UNESCO menyebutkan Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah! Â Kebayang seramnya, bagaimana mau menjawab soal, bahkan untuk mengerti isi pertanyaan yang bersifat uraian saja masih tanda tanya besar!
Artinya, jelas menjawab cap cip cup kembang kuncup pilihan ganda jauh lebih menyenangkan. Â Kalau perlu, dan di kondisi kepepet, tanpa perlu tahu bertanyaan, tinggal pilih saja suka hati! Â Namun, bak langit dan dasar bumi yang terdalam jika harus menjawab essay. Â Terang menderang akan terbaca kosongnya ketidaktahuan kita!
Padahal dibandingkan soal pilihan ganda maka uraian ataupun essay jelas menunjukkan isi otak! Â Otak bukan karena pintar menghafal. Â Tetapi karena logikanya jalan! Â Di mana peserta didik diajak untuk menggunakan ataupun menunjukkan pemikirannya secara bebas.
Sebab tidak ada yang baku dalam jawaban essay. Â Kemudian, soal essay adalah unik, karena tidak mungkin uraian si A akan sama dengan si B. Â Jika ini terjadi maka patutlah dipertanyakan kok bisa, dan kok kompak sekali kata hingga per kalimatnya?
Menarik untuk menceritakan pengalaman ketika putraku masih di SMA. Â Di mana untuk pelajaran Matematika sekalipun gurunya meminta untuk menyertakan coret-coretan saat lembar jawaban dikumpulkan. Â Sehingga walaupun soal berbentuk soal cerita dengan pilihan ganda sebagai jawabannya. Â Tetapi kertas coretan hitungannya tetap diminta untuk dikumpulkan.
Bertambah salut ketika Ibu Guru yang luarbiasa ini tidak mempermasalahkan cara putraku mendapatkan jawaban meskipun berbeda dengan cara yang diajarkannya. Menurutnya, sekalipun lebih ringkas. Â Tetapi terbaca melalui coretan bahwa putraku mengerti materi yang diajarkannya, dan soal cerita yang ditanyakannya.
Apakah ini menjadi pekerjaan tambahan untuk guru sebagai pendidik? Â Dipastikan jawabannya iya! Â Nyatanya ada guru yang mau melakukannya dengan hati. Â Sekalipun menjadi pekerjaan tambahan baginya membandingkan lembar jawaban dengan kertas coretan. Â Tetapi sederhana si guru menjawab ketika saya sebagai orang tua sempat bertanya. Â "Saya hanya ingin anak-anak mengerti materi yang saya ajarkan bu. Â Sebuah kebahagiaan jika mereka mengerti dan menikmati pelajaran saya. Â Sebab saya ini adalah guru, bu."
Indonesia adalah bangsa dengan potensi yang besar. Â Teringat ketika sulitnya kita menerima e-toll sebagai alat bayar ketimbang uang tunai. Â Nyatanya kini sudah menjadi hal biasa. Â Sadar untuk mencapai sebuah terobosan haruslah berani keluar dari zona nyaman. Â Tidak terburu-buru, tetapi dimulai dari keberanian melangkah.
Mungkin seperti yang dilakukan Ibu Guru Matematika putraku misalnya. Â Mungkin juga dengan mulai dikuranginya jumlah soal pilihan ganda, dan memperbanyak essay. Â Tentunya harus berjalan paralel dengan meningkatkan literasi atau minat baca bangsa ini.
Lalu apakah saya setuju dengan masukan Maudy? Â Saya menjawabnya, ya! Â Sebab saya rindu negeri ini dibangun oleh anak bangsa! Â Zaman berubah dan tantangan juga semakin berat! Â Indonesia butuh mereka yang mempunyai ide dan pemikiran cemerlang. Â Mereka yang terbiasa atau dibiasakan sedari dini untuk memberikan suara, ide, ataupun pemikiran!
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H