Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Penting Anak Dikenalkan Arti Tangguh dan Kerja Keras

14 Maret 2023   03:33 Diperbarui: 14 Maret 2023   21:00 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada orang tua yang tidak mencintai anaknya.  Bahkan harimau sekalipun yang terkenal garang, tidaklah memakan anaknya.  Kira-kira demikian perumpaan besarnya cinta kasih orang tua kepada buah hatinya.  Namun, miris ketika kini bentuk cinta orang tua kepada anak sering kebablasan.  Entah karena ketidaktahuan, menggampangkan atau karena menutupi rasa bersalah karena ketidakhadirannya.

Jujur sudah lama ngeri melihat gaya generasi anak sekarang.   Sehingga melihat kasus Mario Dandy Satriyo, tersangka kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora katakanlah contoh satu dari sekian "cerita" bom waktu yang meledak.  Seharusnya ini menjadi tamparan yang menyadarkan kita semua.  Fakta lalai atau acuhnya keluarga mengenalkan arti kerja keras untuk membentuk pribadi yang tangguh.

Jelas kerja keras berbeda arti dengan membesarkan anak dengan kekerasan.  Mengenai ini kita sepakat zaman sudah sangatlah berbeda.  Tidaklah tepat kita aplikasikan cara mendidik orang tua kita atau bahkan zaman kita kepada buah hati kita generasi sekarang.  Sehingga cara-cara membesarkan dengan tangan besi, intimidasi, dibentak ataupun main fisik sudahlah jadul sekali.

Ibaratnya, dulu, menatap mata orang tua yang sedang menasehati saja dianggap menantang.  Tetapi kini, justru sebaliknya karena dalam berkomunikasi harus melihat orang yang diajak berbicara.  Bukankah demikian?

Melihat fenomena sekarang ada sedikit cerita.   Aku pernah melihat beberapa teman dari anak-anak, yang bahkan di usia kelas 6 SD saja tidak bisa mengingkat tali sepatu.  Bahkan ada satu di antara mereka yang khusus memiliki bibik untuk mengangkat tas sekolah setiap kali masuk dan pulang sekolah.

Wow.... pemandangan yang ngeri sedap.  Membayangkan kehidupan mewah macam apa yang sedari dini telah dinikmati si anak.  Betapa kocaknya menurutku, bahkan untuk membawa tas sekolahnya saja butuh orang lain?  Pertanyaannya adakah jaminan di masa depan si anak dipastikan menikmati kemewahan atau kenyamanan yang sama seperti orang tuanya?

Roda berputar adalah sebuah fakta yang harus diketahui anak.  Anak juga harus diberikan pengertian bahwa kenyamanan yang dinikmati adalah keringat orang tuanya.  Sebab orang tuanya bekerja keras demi memberikan pendidikan dan kehidupan yang terbaik untuknya.  Artinya jangan anak terlena, gegabah mengklaim dirinya anak si A, ataupun B dengan jabatan mentereng begini dan begitu orang tuanya.

Baik, katakanlah zaman berubah.  Tetapi bagiku cukup prihatin melihat di jenjang SMA anak-anak bersekolah sudah mengendarai sendiri mobil mewahnya.  Katakanlah atas sepengetahuan orang tuanya.  Tetapi, permasalahannya bahkan belum tentu mereka sudah memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).  Serta tidakkah ini terlalu berlebihan?  Contoh lainnya lagi, kini "biasa" anak usia belia memiliki gadget yang harganya selangit.  Sekali lagi, padahal apakah sudah tepat baik waktu dan peruntukkannya?

O...iya dong, pasti akan ada celoteh.  "Lah...suka-suka kami dong.  Ini khan anak kami, dan ini uang kami.  Kami kerja khan untuk anak!  Memangnya dipikirnya kami selama ini ngapain banting tulang habis-habisan kalau bukan untuk anak?"  Ehhhmmm.... kira-kira begitulah pembelaan yang sekaligus pembenaran ala dipaksakan menurut pendapatku pribadi.

Padahal yang (akan) terjadi, adalah peluang anak tumbuh menjadi pribadi yang rentan.  Faktanya, dia tidak mengenal arti kerja keras karena segala sesuatu didapat dengan mudah tanpa harus berkeringat seperti kedua orang tuanya.  Dirinya terus dibuai dan dikenyangkan dengan kenyamanan serta kemewahan yang justru menjerumuskan.  Hal inilah yang harus diluruskan dan diperbaiki orang tua kepada buah hatinya.

Sejatinya penting orang tua membesarkan anak dengan mengenalkan arti tangguh dan kerja keras.  Tidak berlindung ibarat katak dalam tempurung nama besar, jabatan atau apapun embel-embel orang tua.

Setidaknya berikut manfaatnya untuk si buah hati nantinya, yaitu:

  • Mengetahui salah dan benar
    Sebab dirinya belajar mengambil keputusan

  • Menjadi pribadi yang bertanggungjawab
    Kesulitan yang dihadapi membuat anak bertanggungjawab terhadap pilihannya

  • Memiliki empati dan belajar bersyukur
    Keluar dari zona nyaman dan bayang-bayang orang tua membuat anak terbuka matanya dan hatinya.  Mensyukuri apapun kondisinya, karena bukan tidak mungkin ada orang lain yang tidak seberuntung dirinya.

  • Dapat meraih kesuksesan
    Sebab terbiasa kerja keras.  Fakta bahwa keringat tidak mengkhianati hasil.

  • Memunculkan kreativitas
    Di mana anak keluar dari zona nyaman sehingga dirinya terbiasa mencari solusi dari permasalahan yang timbul.

  • Mengasah bakat
    Sebagai pribadi dirinya akan berkembang jauh lebih baik, ketimbang terus di bawah bayang-bayang orang tua.

Lalu bagaimana orang tua membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh, sbb:

  • Orang tua menjadi contoh nyata bagi anak
  • Membangun komunikasi
  • Berikan penjelasan dirinya adalah pribadi yang berbeda dari orang tuanya
  • Arahkan anak memiliki kesibukan sehingga mengembangkan rasa percaya diri dan potensinya
  • Kenalkan dan ajarkan anak hidup sederhana
  • Tanamkan sifat mandiri
  • Tanamkan sifat pantang menyerah

Tentu sebagai orang tua kita tidak ingin  "menyiksa" anak.  Namun hidup tidak seindah tayangan sinetron, dan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.  Di luar sana penuh perjuangan dan saling berkompetisi.  Demikian nasehatku kepada kedua buah hati yang kini sudah menginjak remaja.  Aku secara terbuka selalu mengkomunikasikan hal ini.

Sesekali aku membagi cerita saat aku berkuliah di negeri orang.  Kuliah sambil kerja sambilan di tiga tempat.   Wuihh.... ngeri sedap banget untukku ketika itu.  Tetapi bagaimanapun prioritasku tetaplah kuliah, karena ada tanggungjawab di sana kepada diri sendiri dan orang tua.  Apakah mudah, maka jawabannya tidak.  Tetapi tidak saja bukanlah penyelesaian!  Melainkan, hadapi dan berjuang tanpa manja!

Maka sedari dini aku membiasakan kedua buah hatiku minimal bertanggungjawab untuk urusan sekolah.  Setidaknya juga mereka bisa mencuci piring setelah selesai makan, dan memasak makanan sederhana.  Hal yang kini bisa mereka lakukan mandiri, ada atau tidak ada ART di rumah kami.  Sederhana saja harapanku, agar mereka mandiri dan tangguh nantinya.

Berjalannya waktu, kini si sulung mampu melakukannya saat dirinya berkuliah jauh dari kami.  Keluar dari zona nyaman, sejak di SMA dirinya sudah memiliki kerja sambilan yang dilakukan di waktu luang.  Kerja sambilan dari hobi menulis yang ditekuninya.  Ternyata kini kembali berlanjut saat kuliah, demikian disampaikannya baru-baru ini kepadaku. "Mantap kak, pintar bagi waktu dan ingat tanggungjawab kuliah."  Demikian kataku haru beberapa waktu lalu.

Samasekali aku tidak sedang membicarakan uang karena dirinya kerja sambilan.  Tetapi berkuliah jauh membuatku melihat kemandirian dan ketangguhannya.  Kemudian menjadikannya lebih menghargai bulanan yang kami kirimkan.  Nilai yang dulu aku coba tanamkan seiring waktu.  Kini, sebentuk tanggungjawab terbentuk pada dirinya untuk tidak manja.  "Masih ada adek ma," demikan katanya dewasa.

Pada akhirnya, semua kembali kepada nilai yang dipercaya pada setiap keluarga.  Orang tua adalah masa lalu, sedangkan anak adalah masa depan.  Menurutku penting bagi orang tua mempersiapkan karakter baik anak dalam keluarganya.  Tujuannya, agar tidak menjadi duri dalam daging, ataupun bumerang yang balas menghantam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun