Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

ABK Bukan Aib

25 Agustus 2022   14:41 Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:58 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.capellaproject.com/

Adapun konsep ABK terbagi menjadi dua, yaitu:

  • ABK bersifat sementara,  yaitu disebabkan oleh faktor eksternal sehingga mengalami hambatan belajar.  Sebagai contohnya, pengalaman traumatis karena kekerasan fisik.  Adapun kondisi ini jika tidak ditangani dengan baik dapat berujung ABK yang bersifat permanen.

  • ABK bersifat permanen, yaitu kondisi anak yang mengalami hambatan karena faktor internal ataupun akibat langsung dari kecacatan.  Sebagai contohnya, kehilangan pendengaran, pengelihatan, gangguan kecerdasan, gangguan interaksi sosial ataupun gangguan emosi.

Sedangkan secara umum, jenis ABK sebagai contohnya sbb:

  • Tunanetra, anak yang tidak bisa melihat/ kebutaan.
  • Tunarungu, anak yang tidak bisa mendengar sehingga kemudian kehilangan kemampuannya berbicara
  • Tunadaksa, anak yang mengalami kelainan pada fungsi geraknya
  • Anak berbakat, anak yang memiliki kecerdasan luarbiasa
  • Tunagrahita, anak yang mengalami keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
  • Lamban belajar atau slow learner, yaitu anak yang kemampuan belajarnya di bawah normal, tetapi bukan tunagrahita.
  • Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya.
  • ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas), yaitu gangguan yang muncul pada anak dan dapat berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus, kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif).   Gejala terlihat sebelum anak di usia 7 tahun.
  • Autisme, yaitu gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun.

Kembali kepada Dito dan Chris teman si bungsu.  Susah payah aku menjelaskan kepada orang tuanya untuk membawanya terapi.  Faktanya (menurutku) keduanya butuh bantuan dari ahlinya, karena kita tidak  tahu cara mendidik buah hati kita.

Seorang diantaranya menerima masukanku walau untuk itu aku harus berdebat.  "Emangnya elo mau bertanggungjawab kalau gua terpaksa berhenti kerja karena mengurus terapi?"  Begitu serang temanku dengan nada tinggi saat itu.  Lucu, padahal yang aku lakukan adalah untuk kebaikan anaknya, bukan untukku sama sekali.

Lain lagi dengan temanku yang satunya.  Ngotot mengatakan tidak ada masalah dengan Chris, hanya persoalan anaknya pemalas dan manja.  Padahal sekali lagi menurutku anaknya ini berada di tempat dan cara penanganan yang salah, dan butuh bantuan.  Ironisnya, karena kekerasan hati orang tuanya, dan keluarga besar merasa malu, si anak hingga berkali-kali pindah sekolah disebabkan kerap tinggal kelas.

Menyedihkan, karena tidak seharusnya sebagai orang tua kita keras kepala dan mengingkari kenyataan bahwa anak kita butuh bantuan dan kita sebagai orang tua tidak mampu.  Tetapi yang terjadi, banyak yang memilih berkesimpulan tidak ada masalah dengan anak saya.  

Anak saya hanya nakal dan malas belajar.  Namanya pun anak-anak, pastilah berulah, nanti juga berubah seiring usia.  Bla...bla...bla...pembenaran lainnya yang dipaksakan hanya karena diantara ego dan ketidakpekaan kita.  Sementara waktu terus berjalan dan si anak semakin terpuruk.

Mengingkari bisa jadi dikarenakan tidak mau repot, atau seperti temanku yang awalnya tidak mau kehilangan pekerjaan jika harus menyediakan waktu untuk terapi anaknya.  Tetapi bisa juga dikarenakan malu, karena kondisi ini dianggap aib yang mencoreng nama besar keluarga.  Konyol, lalu bagaimana dengan masa depan anak?  Apakah setimpal harga yang harus dibayar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun