Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Cinta Terlarang

18 Februari 2022   03:55 Diperbarui: 18 Februari 2022   04:00 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dek Nana, aku lebih dari sayang ke kamu dek.  Maafkan, tidak seharusnya aku memiliki rasa ini ke kamu Na.  Aku seharusnya menjaga hati ini.  Sayang yang harusnya sebagai kakak, dan bukan membiarkan menjadi cinta.  Kamu masih SMA, terlalu muda untukku dek."

Nana terdiam, malu dan bingung harus mengaku apa.   Tidak mungkin dirinya mengatakan tidak memiliki rasa yang sama.  Nana memilih untuk sibuk, menggunting dan melipat kertas berwarna menjadi bintang.

"Aku sudah memutuskan untuk menerima perjodohan dari ibu.  Perempuan yang usianya sebaya denganku.  Masih kerabat jauh, dan aku sudah mengenalnya dari kecil.  Jika dek Nana berkenan, aku mau memperkenalkan dia ke kamu dek.  Dia sudah tahu tentang kamu, aku yang bercerita.  Dengar dek, masa depanmu masih panjang.  Ada cinta dari laki-laki yang tepat menanti, tetapi itu bukan aku.  Kamu berhak mendapatkan cinta terbaik."  Suara Bang Piko parau, dan kali ini menghentikanku.  Berlahan airmata membasahi kertas lipat berwarnaku.

"Iya, aku mencintaimu dek Nana.  Kamu tidak salah mengartikan perhatian dan sayang yang aku berikan selama ini.  Aku yang salah mencintai kamu yang seharusnya aku jaga sebagai adek."  Tersedak menahan tangis suara Bang Piko mencoba menyelesaikan setiap katanya.

Terdiam dan hancur Nana.  Detak jantungnya kini terhenti, rasa sakit di hatinya begitu menyayat.  Dipandangnya mata lelaki yang telah melukai hatinya itu.  Namun, dibiarkan tangan lelaki itu menghapus airmatanya penuh cinta.

Sore itu menjadi kali terakhir vespa tua Bang Piko mengantar Nana pulang.

Tidak ada satu pun kata terucap dari keduanya.  Namun mata itu jelas cinta.  Kali terakhir Nana menatap mata Bang Piko yang berkaca. 

Cinta terlarang yang tak seharus tumbuh dan bersemi.

Jakarta, 18 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun