Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PTM 100 Persen Terkoneksi PeduliLindungi

6 Januari 2022   22:18 Diperbarui: 7 Januari 2022   01:13 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Johnny Plate Menteri Komunikasi dan Informatika, penggunaan aplikasi Pedulilindungi diminati banyak negara untuk memanfaatkannya melalui integrasi dengan aplikasi internal mereka. 

Aplikasi PeduliLindungi sudah digunakan lebih dari 50 juta, dibanding aplikasi serupa di negara lain jumlah penggunanya lebih besar.  Saat ini banyak negara yang ingin mengintegrasikan sistem masing-masing dengan PeduliLindungi,” ujar Menkominfo dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (UU SPBE), Bersama PPU DPD-RI pada Rabu (1/11/2021).  Dikutip dari: infopublik.id

Ehhhmm…ini mengingatkan pada pro dan kontra kehadiran Aplikasi Pedulilindungi di awal kemunculannya, yang sebenarnya wajar-wajar saja.  Tetapi jika hingga kini bagi sebagian orang di negeri ini dianggap lelucon justru itu sebuah kemunduran.

Kenapa demikian, sebab pada akhirnya, kita harus menerima bahwa kehidupan setelah kehadiran Covid dipastikan tidak akan pernah sama lagi.  Sehingga dibutuhkan langkah cerdas untuk hidup berdampingan dengan Covid.  Inilah yang dijawab dengan kehadiran Aplikasi Pedulilindungi, yaitu kehadiran teknologi ditengah pandemi.

Seperti halnya hadiah tahun baru dunia pendidikan.  Ketika tanpa hembusan angin semilir, tetiba sejumlah sekolah negeri di DKI Jakarta "mengharuskan" peserta didiknya bersekolah 100 persen per Senin, 3 Januari 2022 lalu.

Ini bukan dongeng, tetapi ada payung hukumnya  yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Masa Pandemi Covid-19, atau yang dikenal dengan sebutan SKB 4 Menteri.  Dimana secara garisnya besarnya dijelaskan bahwa pembelajaran 50 persen hanya hingga semester ganjil, dan di semester genap seluruh siswa diminta hadir belajar 100 persen di sekolah.  Setidaknya untuk dievaluasi kembali 2 bulan ke depan.

Kaget, sudah pasti.  Sebab berita ini diketahui pada Kamis, 30 Desember 2021 malam.  Lewat Group Komite sekolah kebetulan aku diminta untuk hadir dalam rapat koordinasi dengan pihak sekolah, komite dan perwakilan pengurus kelas (Wakil Orang tua Kelas).

Bla...bla...penjelasan disampaikan oleh pihak sekolah yang intinya bahwa semua mendadak, dan kondisi ini berlaku sama di seluruh sekolah lainnya.  Sigap dan cepat bersama Komite dan rekan pengurus keras kami berusaha mengambil bagian untuk membantu sekolah mengeksekusi penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen.

Dipastikan tidak mulus, karena tanpa persiapan dalam segalanya.  Bicara soal liburan, maka sebagian anak masih berada di daerah/ kampung.  Faktanya juga selama ini mereka masih belajar online, dan hidup di kampung lebih murah meriah.

Kemudian, mendadak pula di tengah persiapan menyambut malam tahun, seragam sekolah harus disiapkan.  Kebetulan si bungsuku sejak kelas X belum pernah menginjak kakinya di sekolah hingga kelas XI.  Praktis selama ini tidak punya sepatu sekolah, karena semua proses belajar secara online.  Kira-kiranya begitulah kenyataan yang aku alami.  Singkat cerita, tidak mendapatkan apapun, toko-toko terlanjur tutup cepat pada sore Jumat, 31 Desember lalu karena menyambut tahun baru.

Tetapi ada yang sangat menarik untukku yang kebetulan satu dari pengurus kelas, yaitu kehadiran Aplikasi Pedulilindungi yang menjadi concern sekolah.  Bahwa ternyata, sekolah telah mendaftarkan ke Kemenkes dengan menggunakan akun sekolah agar PTM 100 persen mulus terkoneksi Pedulilindungi.

"Bu, maaf apakah sudah terpikirkan untuk menggunakan Aplikasi Pedulilindungi?  Mengingat rasanya untuk anak-anak aplikasi ini bukan hal baru.  Setiap kali memasuki mall, restaurant, atau tempat umum sudah menjadi keharusan kita melakukan scan barcode di pintu masuk." Pertanyaanku kepada sekolah.

"Sudah bu, sudah kami ajukan.  Menurut kami aplikasi ini akan membantu untuk mengantisipasi kemungkinan buruk." Begitu jawaban yakin pihak sekolah.

Jujur sekalipun aku ini pengurus kelas, tetapi juga orang tua murid.  Sehingga rasa ngeri sedap itu jamak.  Tetiba harus mengizinkan anak hadir di PTM 100 persen tanpa berdaya.  Apalagi di tengah kabar santer kehadiran pendatang baru Omnicorn.  Hal yang sama pastinya juga akan dirasakan oleh banyak orang tua di luar sana.

Tetapi di lain sisi juga berusaha menerima bahwa tidak mungkin kita hidup berlama menghindar dari Covid.   Fakta hidup harus berjalan, atau lebih tepatnya kita belajar hidup berdampingan dengan Covid.  Kenyataannya juga, semakin banyak orang beraktivitas di luar sana.  Mereka yang bertanggungjawab dengan diri sendiri dengan penggunaan prokes ketat, dan dibantu kehadiran Aplikasi Pedulilindungi.

Mungkin di awal kehadiran aplikasi ini memerlukan banyak masukan.  Tetapi, bukankah dari pengalaman maka kita belajar untuk menjadi lebih baik?  Setidaknya, selang waktu berjalan, inilah manfaat dari aplikasi Pedulilindungi:

  1. Memberi peringatan kepada pengguna, semisalnya apakah lokasi tertentu berada di zona merah, oranye atau hitam.  Sehingga membantu memberitahu jika terdapat kasus Covid pada lokasi tertentu.

  2. Pengawasan (surveillance), artinya membantu pemerintah mengawasi dan mendeteksi pergerakan orang terpapar selama 14 hari ke belakang.

  3. Mengunduh sertifikat vaksin, memudahkan masyarakat karena memiliki sertifikat vaksin digital

  4. Informasi hasil tes COVID-19, sebab kini terdapat fitur yang dapat menunjukkan hasil tes PCR ataupun antigen dari laboratorium yang terafiliasi dengan pemerintah.

  5. Sebagai bukti untuk mengakses layanan publik, dalam arti membantu petugas bandara ataupun tempat perbelanjaan untuk mengetahui apakah orang tertentu sudah divaksin atau belum.  Hanya dengan menunjukkan atau lewat fitur pindai QR Code akan ditampilkan data vaksinasi.

Kembali singkat cerita, dikarenakan Sabtu, 1 Januari 2022 kami ibadah pertama mengucap syukur untuk sepanjang kebaikan Tuhan di tahun 2021.  Maka barulah di Hari Minggu, 2 Januari setelah ibadah gereja, yang juga "ditemani" Aplikasi Pedulilindungi, kami lanjut mencari keperluan sekolah si bungsu.

Ada haru dan rasa campur aduk melihat situasi mall saat itu.  Begitu banyak orang tua murid berburu sepatu sekolah.  Demikian juga beberapa toko perlengkapan sekolah.  Lalu konon sejak sejak Sabtu, toko-toko seragam sekolah ramai.

Singkat cerita, Senin, 3 Januari tiba dan aku kebetulan dipercaya sekolah untuk mengawasi jalannya PTM 100 persen di hari pertama di sekolah putri sulungku.  Tidak mudah memang untuk hidup disiplin di masa pandemi.  Ketika para peserta didik mengawalinya dengan cuci tangan, cek suhu, scan Pedulilindungi dan barulah masuk teratur ke kelasnya nantinya.  Semua membutuhkan proses untuk bisa dianggap sebagai sebuah kebiasaan baru.

Hari itu, aku tidak bisa berlama di sekolah si sulung karena harus berlari menjemput si bungsu.  Membiarkannya hari pertama berjalan sendiri ke sekolah tanpa aku dampingi.  Aku telah membiasakan kedua anakku untuk hidup bertanggungjawab di masa pandemi ini.  Bahwa prokes ketat yang mereka jalani, tidak hanya menjaga diri sendiri.  Tetapi, juga menjaga nyawa orang lain.

Menggunakan taxi aku menjemput si bungsu.  Maksudnya agar lebih cepat dan nyaman menurutku untuk si bungsu yang mengawali hari pertamanya sebagai siswa menengah atas setelah nyaris 2 tahun hanya bersekolah di rumah.

,

Maka akhirnya kami sampai di rumah.  Tetapi ada satu ucapan yang tidak kami duga datang dari si bapak pengemudi.  "Terima kasih yah dek, karena hari ini anak-anak bersekolah, maka bapak jadi lumayan ramai sewanya."

Pandemi memang untuk saat ini belum bisa kita tuntaskan.  Tetapi, tanpa kita sadari pandemi telah membunuh secara berlahan kehidupan kita.  Terbukti dengan kembali dibukanya sekolah maka pergerakan ekonomi terlihat.  Bahkan si bapak taxi begitu mengucap syukur.

Jika pun kita bicara Omnicorn, maka kembali kita lihat pada kondisi mall dan tempat-tempat umum lainnya yang selama ini mulai bergerak.  Mereka bijak  mewajibkan penggunaan aplikasi Pedulilindungi.  Sehingga artinya, kita pun harus belajar menggunakan teknologi agar kehidupan kita bisa kembali berjalan.  Selain tentunya waktu telah mengajarkan kita hidup dengan prokes ketat.

Bahwa nyatanya juga, aplikasi Pedulilindungi sudah dimiliki oleh banyak anak-anak, karena apa?  Sebab selama ini mereka pun ikut bersama keluarganya ke tempat-tempat umum.  Jadi ini bukanlah hal yang baru, tetapi ini harus dan telah menjadi bagian dari kehidupan kita saat ini.

Sehingga jika kembali kepada kondisi PTM 100 pesen, maka penggunaan aplikasi PeduliLindungi tentu diharapkan diintegrasikan.  Sehingga Kemendikbudristek bisa mengakses yang terkait dengan sekolah.  Kemudian di sisi lain Kemenkes dapat mengetahui tentang tingkat penularan yang ada di sekolah jika terdapat kasus.

Tidak tahu harus berkomentar apa, tetapi hidup harus terus berjalan adalah fakta.  Kemunculan virus Covid dengan berbagai nama pun tidak tahu sampai kapan ujungnya.  Hanya saja, sebuah istilah, "You can run, but you can't hide."  Mungkin inilah cara kita menerima pandemi dengan dibantu teknologi dalam bentuk Aplikasi Pedulilindungi. 

Selamat kembali bersekolah untuk generasi bangsa Indonesia.

Jakarta, 6 Januari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun