Menurut Johnny Plate Menteri Komunikasi dan Informatika, penggunaan aplikasi Pedulilindungi diminati banyak negara untuk memanfaatkannya melalui integrasi dengan aplikasi internal mereka.
“Aplikasi PeduliLindungi sudah digunakan lebih dari 50 juta, dibanding aplikasi serupa di negara lain jumlah penggunanya lebih besar. Saat ini banyak negara yang ingin mengintegrasikan sistem masing-masing dengan PeduliLindungi,” ujar Menkominfo dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (UU SPBE), Bersama PPU DPD-RI pada Rabu (1/11/2021). Dikutip dari: infopublik.id
Ehhhmm…ini mengingatkan pada pro dan kontra kehadiran Aplikasi Pedulilindungi di awal kemunculannya, yang sebenarnya wajar-wajar saja. Tetapi jika hingga kini bagi sebagian orang di negeri ini dianggap lelucon justru itu sebuah kemunduran.
Kenapa demikian, sebab pada akhirnya, kita harus menerima bahwa kehidupan setelah kehadiran Covid dipastikan tidak akan pernah sama lagi. Sehingga dibutuhkan langkah cerdas untuk hidup berdampingan dengan Covid. Inilah yang dijawab dengan kehadiran Aplikasi Pedulilindungi, yaitu kehadiran teknologi ditengah pandemi.
Seperti halnya hadiah tahun baru dunia pendidikan. Ketika tanpa hembusan angin semilir, tetiba sejumlah sekolah negeri di DKI Jakarta "mengharuskan" peserta didiknya bersekolah 100 persen per Senin, 3 Januari 2022 lalu.
Ini bukan dongeng, tetapi ada payung hukumnya yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Masa Pandemi Covid-19, atau yang dikenal dengan sebutan SKB 4 Menteri. Dimana secara garisnya besarnya dijelaskan bahwa pembelajaran 50 persen hanya hingga semester ganjil, dan di semester genap seluruh siswa diminta hadir belajar 100 persen di sekolah. Setidaknya untuk dievaluasi kembali 2 bulan ke depan.
Kaget, sudah pasti. Sebab berita ini diketahui pada Kamis, 30 Desember 2021 malam. Lewat Group Komite sekolah kebetulan aku diminta untuk hadir dalam rapat koordinasi dengan pihak sekolah, komite dan perwakilan pengurus kelas (Wakil Orang tua Kelas).
Bla...bla...penjelasan disampaikan oleh pihak sekolah yang intinya bahwa semua mendadak, dan kondisi ini berlaku sama di seluruh sekolah lainnya. Sigap dan cepat bersama Komite dan rekan pengurus keras kami berusaha mengambil bagian untuk membantu sekolah mengeksekusi penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen.
Dipastikan tidak mulus, karena tanpa persiapan dalam segalanya. Bicara soal liburan, maka sebagian anak masih berada di daerah/ kampung. Faktanya juga selama ini mereka masih belajar online, dan hidup di kampung lebih murah meriah.
Kemudian, mendadak pula di tengah persiapan menyambut malam tahun, seragam sekolah harus disiapkan. Kebetulan si bungsuku sejak kelas X belum pernah menginjak kakinya di sekolah hingga kelas XI. Praktis selama ini tidak punya sepatu sekolah, karena semua proses belajar secara online. Kira-kiranya begitulah kenyataan yang aku alami. Singkat cerita, tidak mendapatkan apapun, toko-toko terlanjur tutup cepat pada sore Jumat, 31 Desember lalu karena menyambut tahun baru.