Sehingga kembali kepada pilihan atau trend childrfree, mungkin ada baiknya tidak menghadirkan anak jika tidak sanggup bertanggungjawab memberikan hak mereka. Â Jangan pernah menganggap anak sebagai beban, karena mereka bukan beban. Â Mereka adalah cinta yang dihadirkan di tengah pernikahan.
Lihat saja bapak pengemudi taxi yang rela melakukan apa saja demi tanggungjawabnya atas dasar cinta. Â Di keterbatasan dalam segalanya, tidak membuatnya berhenti mencintai kedua buah hatinya. Â Bandingkan dengan pernikahan yang justru terbeban dan terbelenggu oleh kehadiran anak. Â Bagi mereka anak adalah goal. Â Sebab sudah menikah dan punya anak, berarti normal?
Kesimpulannya menurutku, bukan boleh tidaknya atau pantas tidaknya child free sebagai keputusan di pernikahan. Â Tetapi terpenting tanggungjawab memenuhi hak anak. Â Jika memang tidak sanggup, itu jauh lebih baik daripada melukai hati keturunannya nanti.
Aku menghormati keputusan mereka yang memilih child free tetapi bisa menyalurkan cinta kasihnya kepada anak-anak yang kurang beruntung. Sebagai contohnya bapak taxi yang kutemui sore tadi.
Jika saja kita bisa memberkati mereka dari sedikit rejeki yang Tuhan titipkan maka menurutku anak dalam hal ini tidak selalu harus yang lahir dari sebuah pernikahan. Â Sebab ada banyak anak yang membutuhkan cinta dan mengejar masa depannya. Â Alangkah indahnya jika mereka yang memutuskan pilihan child free bisa menjadi saluran berkat untuk anak-anak ini.
Tidak terasa aku pun sampai di loby mall. Â "Bapak tidak salah, dan anak bapak tidak membenci. Â Saya titip untuk anak-anak," Kataku membayarkan ongkos taxi, dan sekilas matanya berkaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H