Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Diplonco, Dikerjain Tanda Disayang

31 Juli 2021   21:58 Diperbarui: 31 Juli 2021   22:10 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.marketeers.com/

Tidak banyak yang aku ingat ketika pertama kali masuk dunia kerja.  Sebab, semuanya bagiku sih biasa saja.  Ehhhmmm...tetapi bisa jadi juga karena aku manusia aneh, atau memang akunya saja yang mati rasa.  Hehehe....

Hari itu, bersamaku ada seorang lainnya yang juga pertama kali bekerja.  Namanya Retno, dan posisinya sebagai Operator, sedangkan aku sebagai Private Secretary.  Menurutku, tidak ada istimewanya diantara kami.  Bagiku jabatan hanyalah judul, dan bukan pembeda kasta.  Tetapi tidak mengerti juga, sebab menurut pandanganku si Retno ini kok apes banget.  Dikucilkan, dan berbeda dengan diriku yang langsung "diterima" diajak makan siang.

"Nanti kamu ikut kami yah makan siang.  Tidak jauh dari sini ada pecel lele yang enak." Begitu kata rekan kerjaku, dan memang pecel lelenya enak dan gratis pula untukku.  "Tidak usah bayar, sudah ada yang traktir."  Begitu seorang dari mereka membisikkiku.

Wow...kataku dalam hati, dan wow...kembali karena ternyata rombongan yang mengajakku makan ini terbilang "elit" di kantor.  Artinya, di hari pertamaku langsung masuk lingkaran elit entah untuk alasan apa.  Sebab si Retno yang masuk bersamaan denganku tidak diajak mereka.

Aku ingat, di kantor itu ada beberapa nama yang menurut kabar harus diwaspadai.  Mereka ini orang-orang senior yang dekat dengan petinggi di kantor.  Heheh...aku sih bingung, kenapa harus takut, bukankah aku ini Private Secretary para petinggi.  Jadi aku auto dekatlah dengan para petinggi tanpa perlu difasilitasi.  Menurutku, selagi pekerjaanku mulus tak bercela, maka mulus pulalah karirku.

Maka jadilah aku diriku sendiri, tidak perlu "menjilat" agar selamat dari ulah iseng karena pendatang baru.  Kita semua tahu di dunia kerja, masa percobaaan atau probation 6 bulan ngeri sedap bagi para pemula.  Termasuk aku dan Retno, sebab kami baru pertama bekerja setelah lulus kuliah.

Dunia kerja memang penuh dinamika, dan pengalaman mengajarkan skill atau kemampuan bekerja saja tidaklah cukup.  Tetapi, dibutuhkan juga mental dan berkomunikasi agar bisa diterima dengan baik.

Jujur, aku tidak merasakan tekanan, seperti curhat Retno yang sering menangis karena "dikerjain" para senior.  Berbeda dengan Retno yang serba dimasukan ke hati, aku memilih menunjukkan profesionalisme dan menghormati para senior tanpa harus menjilat mereka.

Kepada senior cewek yang umurnya diatasku, aku memanggil dengan sebutan ibu, atau mbak jika menurutku mereka cukup asyik.  Sedangkan untuk kaum laki-laki, aku panggil dengan sebutan bapak atau bahkan koko, mengikuti sapaan teman-teman lainnya.

Aku juga membatasi diriku ketika becanda.  Menurutku, aku belum mengenal karakter mereka dengan baik, sekalipun katakanlah aku sudah masuk lingkungan elit.  Dibuktikan setiap akhir minggu selalu aku diajak untuk makan diluar.  Langsung kabur ke Puncak menghabiskan weekend.  Belum lagi beberapa undangan berkelas pilihan mereka, dipastikan aku selalu diundang.

Apakah aku menerimanya?

Enggak tuh, karena aku adalah diriku.  Tidak semua ajakan itu aku terima, dan aku tidak perlu takut dikucilkan.  "Terima kasih ajakannya, tetapi maaf aku nggak deh kalau jauh-jauh atau malam-malam mbak," kataku sopan.

Semuannya mulus, dan 6 bulan aku lewati tanpa masalah berarti.  Berbeda dengan Retno yang kurang beruntung, sedangkan aku diterima sebagai karyawan tetap.

"Selamat yah say, kamu memang asyik dan cuek," begitu beberapa senior menyambangi meja kerjaku.

"Asyik dan cuek," kataku bertanya dalam hati karena tidak mengerti dimana letak keasyikan diriku.  Jika bicara cuek, memang aku cuek.  Akut tipikal orang yang tidak peduli orang lain mau bicara apa.  Bagiku fakta yang membisu itu berbicara lebih nyaring dari omongan bla..bla..yang keluar dari mulut.

Memang sih pernah ada beberapa kejadian yang cukup sulit Pak Bos ekspat dengan seenak hatinya memberikan tugas tender segunung.  Padahal 30 menit lagi waktuku pulang.  Kebayang dong, dipastikan aku tidak bisa pulang alias harus ngelembur.

Sudah jatuh ketiban beras mungkin, karena listrik mati.  Kocaknya Pak Bos acuh saja pulang meninggalkanku di kegelapan mengharapkan lampu hidup atau diesel kantor bisa membantu.  "Make it sure all done perfectly tonight.  I need by early morning tomorrow," santainya Pak Bos meninggalkanku.

"Santui ceu, si Bos memang begitu.  Kamu itu sekretaris ke 4, tiga terdahulu berhenti pakai nangis hanya dalam 1 bulan.  Sedangkan kamu tahan bisa melewati 6 bulan dan diterima,"  Begitu mbak Imel menyemangatiku sambil memberikan senyum penuh arti dan pulang meninggalkanku.

"What...gokillll....aku orang ke-4?" teriakku dalam hati.

Singkat cerita malam itu bisa aku lewati dengan sukses, dan esok pagi tender sudah "rebahan"  manis di meja Pak Bos ekspat.  "Great job little girl!" teriak Pak Bos dari ruangannya.

Pak Bos bukan satu-satunya ceritaku.  Pernah pada satu kesempatan aku diminta membeli stationary kantor.  Maka berangkatlah diriku ke langganan kantor dan membeli beberapa keperluan seperti catatan Pak Bos.  Semua transaksi selesai, dan pembayaran pun sudah beres olehku.  Bersiaplah aku kembali pulang ke kantor.

"Ini bu," sebuah amplop disodorkan si pemilik toko.  Aku bingung amplop apa ini.  "Ssst...diambil saja bu," bisik rekan kantorku dengan tekanan.

Singkat cerita amplop aku ambil, dan singkat cerita juga amplop tersebut aku berikan kepada Pak Bos.  "Here the envelope, the stationery shop gave it to me." Kataku menerangkan.

"Wkwkwk....then why you gave it me?  Should I explain to you, that this calls bonus from the owner for you.  So just have it, this is yours!" katanya menjelaskan dan amplop itu diletakkannya di telapak tanganku.

Kagetku belum selesai, saat baru saja duduk di ruang kerjaku.  "Kamu dititipin amplop yah?  Sini, kasih ke saya karena itu punya saya." Seorang senior dengan nada penuh tekanan dan mata tajam memandangku.

Heheh...aku sih memilih tidak memberi.  "Maaf mbak, tetapi Pak Bos bilang amplop ini hak saya." Sahutku tak kecut.  Luarbiasanya, aku berhasil menang.  Padahal aku sendiri belum membuka amplop tersebut.

"Dibuka ceu, itu bonus dan biasa diberikan oleh toko stationary langganan kantor ini.  Kamu beruntung, karena biasanya itu jatah preman mbak yang tadi." Penjelasan Mbak Imel yang kebetulan memasuki ruanganku.

Singkat cerita, amplop aku buka dan terdapat nominal lumayan banget Rp. 2,000,000.  Wow...kataku dalam hati, ini gokil banget kalau aku habiskan sendiri.

"Mbak Imel, amplop berisi Rp 2 jeti mbak," kataku dan mendapatkan senyum tulusnya.  "Iya, itu hak kamu ceu."

Tetapi aku memilih tidak menikmati sendiri.  Siang itu juga aku mengizinkan satu kantor untuk makan bebas di pantry.  "Bu, hari ini biarkan teman-teman minum dan makan bebas yah.  Nanti saya yang bayar semuanya." Kataku menghubungi Ibu Pantry.

Saat-saat yang menyenangkan bagiku.  Seiring waktu kami menjadi kompak dan solid.  Waktu juga yang mengantarku untuk mendapatkan kepercayaan, sekalipun diantara mereka aku terbilang muda secara umur dan pengalaman.

Sekarang kami semua sudah terpecah dan memiliki kesibukkan masing-masing.  Tetapi di sela waktu, jika memungkinkan, tetap kami saling menyapa.  Termasuk ketika seorang dari kami sakit beberapa waktu lalu, maka kami gotong-royong memberikan bantuan. Semua cerita lama menjadi pelipur lara kami di group yang sengaja kami buat.  Bahkan akhirnya terungkap cerita konyol mereka ketika "mengerjaiku" tetapi aku cuek dan tidak sadar sedang diisengin.

Kesimpulanku, di dunia kerja, sekolah atau komunitas manapun selalu senioritas itu ada.  Tetapi semua berpulang kepada kita.  Diserahkan kepada masing-masng individu saja.  Sebab, sebagai pendatang memang sudah seharusnya banyak "belajar" beradaptasi dengan lingkungan baru.  Inilah etika tidak tertulis, menghormati "senior" karena mereka lebih dahulu bergabung.

Satu hal lagi, jadilah diri sendiri dan tempatkan dengan benar.  Jika ada yang tidak sesuai, beranilah berpendapat.  Asalkan pendapat kita benar dan disampaikan dengan baik, maka tidak perlu takut kepada senior.

Jakarta, 31 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun