Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Cinta Berujung Luka

19 Juli 2021   15:10 Diperbarui: 19 Juli 2021   15:18 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melbourne seperti biasa selalu dinginnya menusuk, dan secangkir kopi susu hangat dengan setia menemani Reiko yang malam itu sibuk berkemas.  Yup, malam itu Reiko berkemas back for good ke Indonesia.  Besok subuh, dirinya berangkat ke bandara diantar seorang teman.  Lebih 3 tahun sudah dirinya menimba ilmu di negeri Kangguru itu.

"Knock...knock...," pintu flat Reiko terdengar diketuk.  Bergegas dibukanya rantai pengait pintu, sebab dirinya tidak merasa menunggu seseorang malam itu.

"Hai...can I came in?"  suara ramah Ken, mahasiswa Hongkong yang dikenalnya tidak sengaja.  Lalu Reiko membukakan pintu dan membiarkan Ken yang menatapnya berbeda.

"So, you are leaving tomorrow?  Who will take you to airport tomorrow?  Is there any possibility you came back and continue your study again here, or maybe you came back for graduation?"  Suara lirih pertanyaan mengejar Ken sambil melihat Reiko yang sibuk berkemas.

"Nup," jawab Reiko singkat dan asyik berkemas menjejalkan bajunya dalam koper yang semakin gendut.

"OMG Reiko, could you please stop for a while and listen to me?"  Mendadak suara itu meninggi dan menghentikan Reiko yang sedang mencoba menutup kopernya.

Ken memang bukan orang asing untuk Reiko.  Ken adalah sahabat Ngai yang pernah tinggal bersama Reiko ketika mereka patungan menyewa satu apartmen bersama 3 mahasiswi Taiwan dan 1 orang Malaysia lainnya.  Nyaris setiap weekend Ken datang ke apartmen untuk ngobrol dengan Ngai ataupun bermain mahjong.  Sejenis permainan domino berasal dari China, dan dimainkan oleh 4 orang.

Anehnya seiring waktu Ken selalu menyempatkan diri mengetuk kamar Reiko setiap kali ke apartment.  Sekedar memberikan sebatang coklat, atau mengajaknya keluar menghilangkan bosan katanya.  Maklum, Reiko memang lebih sering menyendiri di kamarnya, karena tidak mengerti dengan bahasa teman-teman dari Taiwan dan Hongkong.

Bukan hanya sebatang coklat, di saat Valentine, Easter dan Christmas pun Ken tidak pernah absent dengan kejutannya.  Tetapi, dungunya Reiko tidak peka, dan justru dekat dengan Chintaka, permanen resident (PR) Australia yang dikenalnya.

Waktu berjalan dan seperti pura-pura mati rasa, Reiko dan Ken menjalani persahabatan aneh mereka.  Sekalipun Reiko sudah tidak satu apartmen dengan Ngai, dan memilih tinggal menyewa flat sendiri, tetapi Ken selalu menyempatkan diri mampir ke flat atau kampus Reiko di tengah kesibukkan kuliahnya sebagai mahasiswa Monash University. 

"So, you are close with Chitaka?"  Tanya Ken suatu hari, dan dijawab singkat iya oleh Reiko.  Lalu kembali seolah tidak terjadi apapun, hingga suatu hari pertanyaan mematikan itu datang.

"I think I like you Reiko.  I know one day you return your country.  I don't know how you feel about me, but I have to be honest that Chintaka not a good person for you.  I don't mean I am good, but you deserve to have a good man.  If he can make you happy, then fine for me.  Since I only want to see you happy, with laugh and your lovely joke."  Percakapan yang berujung kebisuan keduanya.  Tepatnya di Swanston Street sesaat setelah mereka ramai-ramai menghabiskan weekend di Chinatown.

Weekend memang selalu dihabiskan Reiko bersama teman-teman internasionalnya, dan hanya sesekali dengan teman Indonesia.  Itu pun jika Reiko tidak disibukkan dengan kuliahnya.  Lucunya, karena hanya dirinya orang Indonesia maka dirinya pun terbiasa menu Cantonese.  Menikmati dimsum, bebek peking dan menu kailan menjadi keseharian Reiko.  Termasuk mempelajari beberapa kalimat seperti Hao, Ni hao ma, dan ni zhu zai na li misalnya.

 Kembali, seperti tidak terjadi apapun setelah percakapan itu, keduanya bak sahabat atau kekasih, entahlah.  Termasuk Reiko, yang "buta" dengan perasaannya sendiri diantara Ken atau Chintaka.  Sebab nyatanya, Reiko dalam segalanya lebih terbuka kepada Ken.  Pun demikian sebaliknya, Ken selalu bercerita banyak hal termasuk mimpinya setelah nantinya kembali ke Hongkong.

"I know this might only my dream, but I wish you could come with me to Hongkong.  I guarantee my mom will love you.  Sure, I know we have so many differences, culture, language and religion.  However, we could discuss about this as long that make you happy.  If you asked me to came to Indonesia, then I will do it."  Pada beberapa pertemuan Ken memang selalu sekilas membuat kalimat-kalimat bias.  Dia juga mencoba berbaur dengan teman-teman Indonesia Reiko.  "Teach me your culture," begitu selalu ujarnya semangat.

Tidak pernah ada satu kalimat kepastian diantara Ken dan Reiko hingga bulan berganti menjadi tahun.  Lalu tahun berganti tahun, dan tahun, dan tahun.  Keduanya terus berjalan menyimpan rasa.  Bukan sekali, Ken kesal ketika Reiko dijemput Chintaka, dan bukan sekali pula Reiko kecewa ketika Ken berjalan dengan teman cewek di kampusnya.

Malam itu keduanya berada di flat Reiko, diantara deretan koper yang bersiap untuk kembali ke Indonesia.  Seperti mencoba melupakan, Reiko menyibukkan dirinya dengan berkemas.  Tetapi, Ken memilih untuk jujur memperjuangkan hatinya.

"I have never told by word, but I believe you know how I feel about you for these ages.  I don't know if this could make any difference or not, but I love you Reiko.  I love you since first time I came to Ngai's flat.  Say it I am stupid not fighting for my love, but I only want you to be happy.  Even though I have to get hurt if you go out with Chintaka."  Suara Ken dengan matanya yang terlihat basah.  Bak dihantam palu godam, hati Reiko rasanya pecah, tapi dia kembali memilih menutup rapat mulutnya.

"I know Chintaka will take you to the airport tomorrow.  I will help you tonight packaging all your stuff.  So, you could remember me that I won't leave you alone.  Even if you already in Indonesia, or I am in Hongkong later, I won't forget you.  Here, in my mind and heart I will take your name.  Blame me not fighting to win your heart since the beginning."  Terdiam membisu Reiko tak membalas satu patah pun.

Dipandanginya Ken, cowok yang mungkin sebenarnya dicintainya.  Dia sendiri tidak tahu apa nama rasa yang ada saat itu.  Seperti diiris pisau tajam, begitu sakit menusuk hatinya.  Lalu airmatanya tumpah tanpa kata, hanya isak yang terdengar.

Keduanya menghabiskan malam membereskan semua barang-barang Reiko dengan rasa kehilangan yang sangat menyakitkan.

"Don't cry dear, you hurting me.  Promise me to remember me and all the happiness that we have.  No need to answer me how you feel about me, since your tears telling the truth." Suara parau Ken sambil menghapus airmata Reiko.

Melbourne yang membisu menyaksikan airmata keduanya malam itu.  Ken mengemas rapi semua barang-barang Reiko.  Lalu, keduanya melepas cinta tak terucap dengan saling bertukar pandang ketika Reiko melepas Ken pulang.

"Go to sleep, tomorrow early morning you have to flight.  No need to call me tomorrow, as the only thing I want to remember is tonight.  The precious moment when He gave me a chance to tell how I feel about you.  Please let me know anytime you need me, even if you already in Indonesia."  Lalu tangan Ken dengan lembut mengelus rambut Reiko, kebiasaannya setiap kali Reiko sedih.

Laki-laki itu menatap Reiko dan mencoba tersenyum.  Lalu dibalikannya badannya dan melangkah meninggalkan Reiko sendiri.  Sementara, Reiko hancur hati menatap punggung Ken yang berjalan tanpa memalingkan badannya kembali.

Sendiri Reiko memandangi koper-koper yang telah berjajar rapi.  Lelaki yang telah membuatnya tertawa, dan selalu ada disisinya selama ini membereskan untuknya.  Tidak ada satu kata pernah terucap, entah itu kebodohan atau apa.  Tetapi Reiko sadar, perbedaan terlalu banyak diantara mereka.  Hanya saja, kenapa selama ini keduanya tidak mencoba bicara.  Terlambat, kini cerita manis itu berujung saling melukai.

Lepas landas Qantas meninggalkan Tullamarine Airport.  Menetes airmata Reiko, meninggalkan Melbourne dan cintanya.  Tentang dia yang memberi warna dan penyemangat hidupnya selama ini. 

Ssstt....cerita ini masih berlanjut, ditunggu saja...

Jakarta, 19 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun