Melbourne seperti biasa selalu dinginnya menusuk, dan secangkir kopi susu hangat dengan setia menemani Reiko yang malam itu sibuk berkemas. Â Yup, malam itu Reiko berkemas back for good ke Indonesia. Â Besok subuh, dirinya berangkat ke bandara diantar seorang teman. Â Lebih 3 tahun sudah dirinya menimba ilmu di negeri Kangguru itu.
"Knock...knock...," pintu flat Reiko terdengar diketuk. Â Bergegas dibukanya rantai pengait pintu, sebab dirinya tidak merasa menunggu seseorang malam itu.
"Hai...can I came in?" Â suara ramah Ken, mahasiswa Hongkong yang dikenalnya tidak sengaja. Â Lalu Reiko membukakan pintu dan membiarkan Ken yang menatapnya berbeda.
"So, you are leaving tomorrow? Â Who will take you to airport tomorrow? Â Is there any possibility you came back and continue your study again here, or maybe you came back for graduation?" Â Suara lirih pertanyaan mengejar Ken sambil melihat Reiko yang sibuk berkemas.
"Nup," jawab Reiko singkat dan asyik berkemas menjejalkan bajunya dalam koper yang semakin gendut.
"OMG Reiko, could you please stop for a while and listen to me?" Â Mendadak suara itu meninggi dan menghentikan Reiko yang sedang mencoba menutup kopernya.
Ken memang bukan orang asing untuk Reiko. Â Ken adalah sahabat Ngai yang pernah tinggal bersama Reiko ketika mereka patungan menyewa satu apartmen bersama 3 mahasiswi Taiwan dan 1 orang Malaysia lainnya. Â Nyaris setiap weekend Ken datang ke apartmen untuk ngobrol dengan Ngai ataupun bermain mahjong. Â Sejenis permainan domino berasal dari China, dan dimainkan oleh 4 orang.
Anehnya seiring waktu Ken selalu menyempatkan diri mengetuk kamar Reiko setiap kali ke apartment. Â Sekedar memberikan sebatang coklat, atau mengajaknya keluar menghilangkan bosan katanya. Â Maklum, Reiko memang lebih sering menyendiri di kamarnya, karena tidak mengerti dengan bahasa teman-teman dari Taiwan dan Hongkong.
Bukan hanya sebatang coklat, di saat Valentine, Easter dan Christmas pun Ken tidak pernah absent dengan kejutannya. Â Tetapi, dungunya Reiko tidak peka, dan justru dekat dengan Chintaka, permanen resident (PR) Australia yang dikenalnya.
Waktu berjalan dan seperti pura-pura mati rasa, Reiko dan Ken menjalani persahabatan aneh mereka. Â Sekalipun Reiko sudah tidak satu apartmen dengan Ngai, dan memilih tinggal menyewa flat sendiri, tetapi Ken selalu menyempatkan diri mampir ke flat atau kampus Reiko di tengah kesibukkan kuliahnya sebagai mahasiswa Monash University.Â
"So, you are close with Chitaka?" Â Tanya Ken suatu hari, dan dijawab singkat iya oleh Reiko. Â Lalu kembali seolah tidak terjadi apapun, hingga suatu hari pertanyaan mematikan itu datang.