"I think I like you Reiko. Â I know one day you return your country. Â I don't know how you feel about me, but I have to be honest that Chintaka not a good person for you. Â I don't mean I am good, but you deserve to have a good man. Â If he can make you happy, then fine for me. Â Since I only want to see you happy, with laugh and your lovely joke." Â Percakapan yang berujung kebisuan keduanya. Â Tepatnya di Swanston Street sesaat setelah mereka ramai-ramai menghabiskan weekend di Chinatown.
Weekend memang selalu dihabiskan Reiko bersama teman-teman internasionalnya, dan hanya sesekali dengan teman Indonesia. Â Itu pun jika Reiko tidak disibukkan dengan kuliahnya. Â Lucunya, karena hanya dirinya orang Indonesia maka dirinya pun terbiasa menu Cantonese. Â Menikmati dimsum, bebek peking dan menu kailan menjadi keseharian Reiko. Â Termasuk mempelajari beberapa kalimat seperti Hao, Ni hao ma, dan ni zhu zai na li misalnya.
 Kembali, seperti tidak terjadi apapun setelah percakapan itu, keduanya bak sahabat atau kekasih, entahlah.  Termasuk Reiko, yang "buta" dengan perasaannya sendiri diantara Ken atau Chintaka.  Sebab nyatanya, Reiko dalam segalanya lebih terbuka kepada Ken.  Pun demikian sebaliknya, Ken selalu bercerita banyak hal termasuk mimpinya setelah nantinya kembali ke Hongkong.
"I know this might only my dream, but I wish you could come with me to Hongkong. Â I guarantee my mom will love you. Â Sure, I know we have so many differences, culture, language and religion. Â However, we could discuss about this as long that make you happy. Â If you asked me to came to Indonesia, then I will do it." Â Pada beberapa pertemuan Ken memang selalu sekilas membuat kalimat-kalimat bias. Â Dia juga mencoba berbaur dengan teman-teman Indonesia Reiko. Â "Teach me your culture," begitu selalu ujarnya semangat.
Tidak pernah ada satu kalimat kepastian diantara Ken dan Reiko hingga bulan berganti menjadi tahun. Â Lalu tahun berganti tahun, dan tahun, dan tahun. Â Keduanya terus berjalan menyimpan rasa. Â Bukan sekali, Ken kesal ketika Reiko dijemput Chintaka, dan bukan sekali pula Reiko kecewa ketika Ken berjalan dengan teman cewek di kampusnya.
Malam itu keduanya berada di flat Reiko, diantara deretan koper yang bersiap untuk kembali ke Indonesia. Â Seperti mencoba melupakan, Reiko menyibukkan dirinya dengan berkemas. Â Tetapi, Ken memilih untuk jujur memperjuangkan hatinya.
"I have never told by word, but I believe you know how I feel about you for these ages. Â I don't know if this could make any difference or not, but I love you Reiko. Â I love you since first time I came to Ngai's flat. Â Say it I am stupid not fighting for my love, but I only want you to be happy. Â Even though I have to get hurt if you go out with Chintaka." Â Suara Ken dengan matanya yang terlihat basah. Â Bak dihantam palu godam, hati Reiko rasanya pecah, tapi dia kembali memilih menutup rapat mulutnya.
"I know Chintaka will take you to the airport tomorrow. Â I will help you tonight packaging all your stuff. Â So, you could remember me that I won't leave you alone. Â Even if you already in Indonesia, or I am in Hongkong later, I won't forget you. Â Here, in my mind and heart I will take your name. Â Blame me not fighting to win your heart since the beginning." Â Terdiam membisu Reiko tak membalas satu patah pun.
Dipandanginya Ken, cowok yang mungkin sebenarnya dicintainya. Â Dia sendiri tidak tahu apa nama rasa yang ada saat itu. Â Seperti diiris pisau tajam, begitu sakit menusuk hatinya. Â Lalu airmatanya tumpah tanpa kata, hanya isak yang terdengar.
Keduanya menghabiskan malam membereskan semua barang-barang Reiko dengan rasa kehilangan yang sangat menyakitkan.
"Don't cry dear, you hurting me. Â Promise me to remember me and all the happiness that we have. Â No need to answer me how you feel about me, since your tears telling the truth." Suara parau Ken sambil menghapus airmata Reiko.