Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal "Moral" yang Hilang Dampak PJJ, Ortu ke Mana?

16 Februari 2021   04:24 Diperbarui: 16 Februari 2021   05:53 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu terkonyol menurut saya adalah, kedua "jagoan cilik" ini seenak udelnya meminta teman-temannya memberikan jawaban dari tugas-tugas yang diberikan guru.  Lalu karena tidak mendapatkan yang diminta, mengatakan "lebih baik beradab, daripada pintar karena setan pun pintar, tetapi tidak beradab."

Wowww....saya ngeri dan sedih berbarengan ketika si bungsu menceritakannya.  Apakah menurut kedua "jagoan cilik" ini anak pintar dan teman-temannya yang rajin mengerjakan tugas berarti setan?  Lalu dua jagoan ini menambahkan bahwa di dalam pergaulan atau tepatnya tatap muka nanti model tidak mau memberikan jawaban tidak akan diterima dalam pergaulan?

Saya hanya mendengarkan saat si bungsu bercerita dengan bingung, kok ada anak seperti itu.  "Ma, padahal teman-teman lain sudah jelaskan bahwa PJJ keputusan terbaik supaya anak-anak tidak kena Covid.  Jika tidak mengerti, kenapa tidak bertanya saat online?  Jika tidak mengerti, khan bisa saling belajar di group WA, atau googling saja seperti kami-kami juga begitu kok." 

Anak saya juga bercerita bagaimana mereka sekelas berusaha membantu mendewasakan kedua jagoan cilik "eror" tersebut. 

PJJ memang bukan pilihan yang baik untuk bersekolah.  Tetapi, di saat pandemi dengan lonjakan kasus yang mengerikan maka PJJ justru sebuah pilihan terbaik karena nyawa anak menjadi skala prioritas!

Begitulah nyatanya, bersekolah tidak mengenai belajar supaya pintar saja.  Tetapi dengan bersekolah kita juga belajar bersosialisasi.  Nilai moral inilah yang terhilang ketika sekolah anak-anak pindah ke dunia maya.  Interaksi yang biasanya terjadi di dunia nyata karena bertemu secara fisik, maka di dunia maya menjadi sulit diwujudkan.

Jangankan memahami nilai moral ini, bahkan sadar untuk bersekolah saja juga jadi urusan guru?  Padahal guru sendiri memiliki pergumulannya, menyiapkan materi agar bisa tersampaikan walau secara online.

Pertanyaan saya, kemana para orang tua yang pada kasus tertentu tidak tahu bahwa anaknya sering bolos online.  Lalu kemana orang tua kok tidak tahu anaknya tidak pernah menyelesaikan tugas, bahkan tidak tahu anaknya menjadi preman online?

Hiksss...hikksss...apa ini artinya mari kita lemparkan semua ke pundak guru?  Maaf yah, saya salut dengan guru yang super duper sabar membangunkan beberapa anak demi memastikan ikut kelas.  Padahal, bukankah harusnya orang tua yang menjadi kunci dan motor penggerak anak?

Hahahah...lalu saya tertawa, karena teringat celetukan orang tua, "Itu sebabnya kapan sekolah tatap muka.  Saya jadi repot harus berantem, kerena mengajari anak.  Saya bodoh, maka anak disekolahkan.  Lha, kok justru sekarang saya yang ngajari di rumah?"

Tepok jidat mendengar omongan seperti ini!  Jika bukan karena memikirkan nilai kesopanan, maka saya mau bertanya, "Maaf, anak yang di rumah ibu/ bapak darah daging siapa?  Apakah bapak/ ibu buta dan tuli tidak mengikuti berita?  Buang saja pak, bu anaknya!  Apakah ketidaknyamanan bapak/ ibu lebih berharga daripada nyawa anak sendiri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun