Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Etika Ber-WA itu Juga Penting

25 Januari 2021   22:15 Diperbarui: 25 Januari 2021   22:53 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liputan6.com/

Mendadak WhatsApp (WA) yang sudah membumi heboh dikarenakan per 8 Februari 2021 nanti akan memberlakukan kebijakan privasi baru. Konon WA akan membagi data pengguna dengan Facebook.  Sebenarnya sih lumrah, karena WA ini aplikasi chatting miliknya Facebook.  Tetapi yang jadi serem khan kalau privasi kita diumbar.   Khan begitu pikiran kita awalnya.

Tetapi, ternyata kita tidak perlu sepanik itu, karena kalaupun nantinya WA berbagi data, fitur keamanan end-to-end encryption tetap terpasang di WhatsApp.  Artinya, pesan yang dikirim ataupun diterima hanyalah bisa diterima atau dibaca oleh si pengirim dan si penerima.  Bahkan WhatsApp sendiri saja tidak bisa.

Jika kita kembali ke zaman baheula sebelum WA kita anggap seperti keluarga sendiri ini karena segalanya kita tumpahkan di aplikasi ini, beberapa dari kita mungkin masih ingat Blackberry (BB).  Kemudian karena zaman dan teknologi berkembang BB ikutan tergeser.  Kitapun boyongan beralih ke WA yang menurut kita lebih lengkap, tetapi  sederhana dan mudah digunakan.  Padahal selain WA kita juga bisa menggunakan Telegram atau mungkin menggunakan Instagram sebagai media komunikasi secara tertulis.   Oiya, jujur saya sendiri pernah menggunakan Telegram selain WA.  Heheh...tapi rasanya kok rada ribet begitu.  Akhirnya saya putuskan setia kepada WA saja.

Idem dengan kondisi saat ini, saya pun masih setia.  Aplikasi WA sudah menjadi tangan kanan saya mempermudah berkomunikasi dengan teman, rekan, gurunya anak-anak, komunitas, dan juga keluarga.  Kecepatan waktu semua dipangkas dengan kehadiran WA.

Intinya, jalur komunikasi lewat WA di gadget ini padat dan bersimpang-siur banget tetapi semua berjalan smoothly.  Tidak hanya percakapan, tetapi juga file kerjaan, tugas sekolah anak, dan hasil jepret foto sana sini semuanya ada di jalur komunikasi lewat WA ini.  Itulah kemajuan tekhnologi dan kenyamanan selama ini dengan WA.

Kesimpulannya saya tidak bermasalah dengan kebijakan baru karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan percakapan selama ini.  Saya justru lebih mengkhawatirkan etika ketika ber-WA.

Kita ketahui bukan hanya saya, tetapi orang lain juga pastinya bagian dari group atau komunitas di WA nya.  Nggak hanya group rekan kerja, group orang tua murid, tetapi juga group keluarga.  Ini juga dibagi lagi, keluarga besar dan keluarga pihak suami atau istri (untuk yang sudah menikah).

Jujur fokus saya lebih ke etika ber-WA, alias bagaimana percakapan di WA tidak menyinggung satu dengan lainnya.  Bahkan keinginan untuk bergabung di group saja kadang sudah menjadi persoalan. Tidak sedikit orang yang sebenarnya tidak mau jadi anggota group WA tertentu, tetapi karena ngeri akhirnya pasrah.  Lawakan mereka, "Daripada nama gua dicoret dari Kartu Keluarga."  Heheh...

Bercakap di WA tentu tidak sama dengan bercakap via telepon atau tatap muka.  Bercakap di WA itu bahasanya tertulis, dan sering bahasa tulisan tidak sama artinya diterima oleh si pembaca.  

Bahkan tidak jarang percakapan di group WA menjadi ajang pamer atau mendominasi. Ujungnya ada yang tersinggung, dan kalau nekat serta bisa, memilih left alias cabut dari group.  Heheh....kalau pertemanan mungkin mudah saja mengambil keputusan seperti itu.  Tetapi bagaimana dengan group keluarga atau kantor?  Hahah..pastinya ngeri-ngeri sedap.

Saya pernah mempunyai pengalaman seru ini.  Komentar salah satu anggota group yang merasa dirinya di atas angin.  Beberapa kali pengalaman ini terjadi kepada saya, dan saya bersuara untuk itu.

Penting bagi saya untuk berani mengatakan salah dan benar.  Meskipun mungkin bagi anggota group terkesan saya tidak sopan.  Maaf, biarlah orang lain menilai apa pun, tetapi bagi saya tidak perlu takut mengatakan kebenaran.  Kira-kira begini ini yang sering terjadi di WA!  Pembicaraan yang akhirnya kebablasan karena ada yang sotoy.  Hehe...

Inilah yang mungkin harus kita sikapi dengan bijak.  Ingat bahwa yang di group atau yang kita ajak berkomunikasi itu manusia yang memiliki perasaan walaupun kita bercakapnya modal jari doang.  Jadi hati-hatilah dengan jarimu!

Satu yang menjadi pedoman saya dalam berkomunikasi secara tertulis dalam hal ini WA, "Kata-kata tertulis atau tidak, tidaklah selesai sebatas didengar atau dibaca doang.  Melainkan juga tertinggal dan berbekas."

Kesimpulan dari saya, tetap setia ber-WA dan beretika.

Jakarta, 25 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun