Tidak terasa sebentar lagi kalendar 2020 tuntas menyelesaikan masa baktinya. Â Turun dari gantungan, dan digantikan oleh rekan sekerjanya 2021. Â Heheheh....
Serius, 365 hari terlewati begitu saja dengan kesibukan perang melawan Covid. Â Tamu nggak diundang, tapi betah ogah pulang. Â Ampun deh, benar-benar tidak terbayangkan keras kepalanya Covid merecokin kehidupan orang sedunia.
Jadi ingat cerita orang tua dulu soal tamu yang betah ogah pulang. Â Betah, meski misalnya si tuan rumah sudah waktunya makan siang. Â Ada kemungkinan si tamu ngarep, kali-kali saja diajak makan, atau bisa jadi kebetulan sudah kenyang jadi baterainya masih penuh, ngegass terus. Â Heheheh...
Nah, cerita orang tua dulu meski nggak masuk di akal, biasanya mereka usir saja dengan cara pura-pura menyapu. Â Tulalit, nggak ada hubungannya memang. Â Tetapi untuk yang paham sih bakal merasa, "Ooo...gua disindir supaya buruan pulang".
Kembali ke Covid yang kita umpamakan dengan tamu ini. Â Nggak tahu diri bahkan sebentar lagi akan berulangtahun pula sejak kedatangannya di Indonesia pada awal Maret 2020. Â "Lha....siapa yang mau merayakan situ Vid. Â Kita ini sudah capek hati dan muak melihat ulahmu!"
Sebagai tamu, Covid tidak mempan diusir dengan sapu pastinya. Â Upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid yang menjadi pandemi mematikan juga sudah dilakukan secara maksimal. Â Dimulai dari PSBB, protokol kesehatan dan harapan vaksin yang akan segera direalisasikan.
Gokilnya kedatangan Covid yang mengerikan ini bukan hanya mematikan dalam arti nyawa melayang. Â Ada yang lebih seram, mematikan kehidupan! Â Iya, maksudnya secara fisik masih hidup, tetapi tidak lagi memiliki kehidupan karena paranoid atau ketakutan luarbiasa. Â Nah, ujungnya pesimis, dan lupa untuk ketawa padahal masih bernyawa.
Terbukti ketegangan ini terlihat dari banyak dari kita di tahun 2020 berlomba mencari data berapa angka lonjakan Covid setiap harinya. Â Lucunya setelah itu panik dan ketakutan. Â Lalu ketakutannya ini disebarkan lewat group Whatsapp keluarga, "Angka menggila, DKI tembus 2000 kasus!" Â Hahah...nggak ngerti, apakah itu dianggap kabar baik seperti menang lotere?
Mbok yah mikir, ngapain kita membagikan ketakutan? Â Disaat sulit ini yang dibutuhkan adalah semangat, dan optimisme. Â Kenapa? Â Begini, kita mungkin bisa selamat dari Covid karena ketat mematuhi protokol kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. Â Tetapi, ketakutan berlebihan akan mematikan kehidupan kita. Â Kita mengurung diri di rumah, mempersenjatai diri dengan duo sejoli, sanitizer, dan masker. Â Setiap orang yang bertamu, kalau perlu diminta mandi sanitizer bahkan. Â Heheh...inilah salah satu yang seram dampak Covid, matinya kehidupan! Â Harusnya janganlah seekstrem itu, tetapi berhikmat.
Di masa seperti ini kita bangkit dan tidak membiarkan tamu menguasai kita si tuan rumah. Â Peperangan melawan Covid bukan cuma urusan negara, tetapi termasuk kita. Â Ironisnya, ada saja yang menikmati segala bentuk bantuan. Â Bahasa kerennya, joget diatas penderitaan.
Teriakan "Kuota Nadiem sudah masuk! Â Tenang, Pakde Jokowi memberikan bansos. Â Wah..sejak pandemi jadi banyak penawaran murmer." Â Dubrak...!!! Â Lalu tidak sedikit yang mengucap dengan santainya, "Terima kasih Covid, untuk bantuannya."
Lha... kocak, kok diucapkan terima kasih sih? Â Padahal si Covid ini tamu tak diundang, dan membawa penderitaan yang luarbiasa. Â Ini tidak bisa dibiarkan! Â Tercium aroma, ada gejala nyaman dengan kondisi pandemi.
Padahal, menurut orang bijak di setiap masalah ada hikmah yang bisa dipetik. Â Seharusnya dengan segala kesulitan, jatuh bangun, kehilangan dan airmata sepanjang 2020 membuat kita berpikir saya harus bangkit! Â Saya harus membuat terobosan! Â Saya harus tendang Covid dari rumah saya!
Salut untuk mereka yang bisa melepaskan diri dari keterpurukan akibat Covid. Â Mereka yang kemudian tampil sebagai pengusaha kecil menjadi petani hidroponik memanfaatkan lahan di rumah. Â Mereka yang membuka warung, atau usaha makanan bermodalkan group Whatsapp. Â Lalu anak-anak muda yang memulai channel youtube pembelajaran, ataupun menjadi penulis mengembangkan bakatnya. Â Bahkan tidak sedikit yang terus mencetak prestasi mengikuti lomba-lomba yang dilakukan secara virtual!
Mestinya, lebih banyak lagi orang-orang yang menampar Covid dengan keberanian dan inovasi brilian! Â Mereka yang tidak memberikan peluang Covid menguasai kehidupan mereka. Â Butuh komitmen tegas yang bukan sekedar wacana untuk berani mengubah keterpurukan dan pesimis kemudian tampil sebagai pemenang!
Tahun 2020 akan segera berakhir dengan segala ceritanya. Â Mirisnya, tidak terelakan Covid akan ikut terbawa masuk di tahun 2021. Â Lalu apakah kita akan membiarkan gerbong pesimis ikut terangkut bersama Covid?
Duh.... mikir deh, betapa lucunya! Â Kita yang punya rumah, tetapi Covid yang menguasai? Â Nyaris setahun dilumpuhkan Covid, dan kita bilang terima kasih? Â Hello...baik hati banget kita, atau jangan-jangan Covid yang baik? Â Logika sudah terbalik jika seperti ini kita memandang hidup.
Ubahlah cara pandang kita yang bersalahan ini. Â Pandang dan sambut Tahun Baru 2021 dengan gebrakan baru, inovasi baru, dan pemikiran yang penuh semangat! Â Tendang dan usir Covid, jangan kasih ampun! Â Begitu kita seharusnya, jangan hanya sebatas menurunkan kalendar doang!
Selamat menyambut Tahun Baru 2021 dengan tawa karena hati yang gembira itu obat! Â Tetapi, catat jangan biarkan Covid mentertawakan hidup kita!
Jakarta, 29 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H