Tidak pernah terbayang sama sekali aku dan kita semua sekarang ini bakal menjadi bagian dari sejarah dunia. Â Pandemi Covid-19 yang seperti juga pandemi besar lainnya terjadi setiap 100 tahun sekali. Â Apakah karena kebetulan atau tidak, tetapi begitulah sejarah mencatatnya. Â Dunia mencatat ada 4 wabah penyakit yaitu wabah demam pada 1720; kolera pada 1820; flu spanyol pada 1920; dan sekarang ini virus corona COVID-19 pada 2020. Â Duhhh....kapok...kapok....
Iya, kapok karena nyaris setahun seluruh dunia mengurung diri, dan dipenuhi rasa curiga. Â Rasa curiga dan ketakutan yang melebihi akal sehat. Â Paham sih, semua dikarenakan kewaspadaan tingkat tinggi, takut terinfeksi. Â Itu sebabnya, seingat aku sejak Februari 2020 anak-anak diliburkan sekolah, dan sejak itu pulalah aku tidak keluar rumah. Â Lalu disusul dengan tidak bergereja, dan sudah beberapa bulan ini tidak ke pasar. Â Singkatnya, hidupku hanyalah rumah dan pekarangan saja. Â Hahahhah....itu sih bukan aku banget!!!
Bukan aku banget ini juga terjadi pada banyak sahabat, dan saudaraku lainnya. Â Kami saling menjaga diri, demi menjaga orang lain yang kami kasihi. Â Tetapi, kangen dan rindu nggak bisa diajak kompromi. Â Nah, disitulah letak persoalannya! Â Nggak kukuuuu.....
Nostalgia dikit sewaktu masih bisa centil jelong-jelong bareng teman, entah itu ke mall atau ke pasar, belanja bareng urusan dapur. Â Hidup rasanya indah banget bisa ketawa-ketiwi, dan patungan beli makanan kalau kebetulan tongpes atau kantong kempes. Â Hikksss...
Jadi teringat 2 sahabatku, Maya dan Veny. Â Kebetulan kami biasa jalan bareng kemana aja. Â Tetapi paling sering yah ke pasar, menyelesaikan tugas negara membeli kebutuhan dapur serta camilan anak-anak.
Persahabatan kami bukanlah hitungan hari, tetapi sudah 9 tahun. Â Bahkan aku dan Veny sudah 11 tahun karena anak kami berteman sejak di TK, sedang Maya baru di SD anaknya pindah ke sekolah kami. Â Sehingga kedekatan kami bisa dikatakan putus urat malunya, dan tahu sama tahu saja. Â Susah dan senang kami jalani bersama, termasuk ketika satu demi satu dari kami kehilangan orang tua. Â Marah, tertawa dan airmata kami jalani bersama.
Ada satu cerita sedih tapi lucu milik kami bertiga, ketika Maya kehilang mama yang dicintainya. Â Sosok mamanya tidak asing di telinga kami, karena kami memang sering berbagi cerita tentang keluarga. Â Bodohnya kami, tidak satupun aku dan Veny pernah melihat mama si Maya. Â Kami hanya mengenalnya lewat cerita selama ini.
Hingga di satu tahun baru Maya kehilangan mamanya. Â Lalu aku dan Veny secara terpisah melayat di rumah duka yang kental dengan tradisi Budha. Â Bisa dibayangkan bagaimana aku bingung mencari keluarga Maya yang mana. Â Jika Maya terlihat, tidak jadi soal. Â Tetapi jika tidak, aku khawatir salah ruang, dan salah orang. Â Puji Tuhan, aku aman walau sempat nyasar melayat yang kebetulan pula tetanggaku. Â Untungnya aku melihat dari jauh Maya datang, maka amanlah aku.
Tetapi tidak demikian dengan Veny, karena total salah melayat! Â Kocaknya, Veny sempat ngobrol dengan keluarga yang berduka, dan berdoa dengan percaya diri super!Â
Hahahah....bukan Veny jika tidak ngotot. Â Bahkan dengan Maya sendiri anak almarhum si Veny ngotot telah melayat, dan benar. Â Setiap kali mengingat cerita ini maka kami selalu tertawa. Â Bahkan waktu itu saja Maya tertawa, sadar Veny salah keluarga. Â Hahah.....