Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Kematian

4 Oktober 2020   03:10 Diperbarui: 4 Oktober 2020   03:41 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://bps-gerejatoraja.org/

Pagi itu seperti biasanya Pak Domu belanja di tukang sayur langganan kami.  Belanja sayur dan memasak memang kesukaan papa sejak memasuki masa pensiunnya.  

Dini pun tidak mempersoalkannya, karena papanya itu senang melakukan ini untuk kedua cucu tercintanya.  Kebetulan memang Dini memutuskan tinggal bersama kedua orang tuanya agar bisa merawat mereka, dan juga supaya mereka tidak kesepian.  Tetapi ada yang berbeda rupanya hari itu.

"Din, papamu itu kok aneh sih tadi pagi.  Papamu tiba-tiba bertanya ke saya, kira-kira sempat nggak yah untuk sampai ke Paskah.  Terus, nanya lagi, kalau sampai ke ulang tahun perkawinannya apakah masih cukup?" begitu tetangga Dini bercerita saat bertemu sore itu.

Percakapan yang serem sih kalau menurut Dini.  Ngapain juga sih si papa ngomong seperti itu, horor banget, pikir Dini dalam hatinya.  Tetapi ternyata hal sama juga terjadi, ketika keesokan harinya pagi-pagi mama berbisik, "Din, papamu semalam aneh. Tumben banget duduk dipinggir kasur, lalu memandangi mama.  

Terus, papamu nanya, kalau dia pergi apakah boleh.  Siapa yang menjagamu nanti.  Papamu juga bilang kalau dia sayang banget dengan mama. Begitu, papamu itu loh Din, nganehin, kata mama berbisik.

Memang sih, nggak lama lagi adalah ulang tahun perkawinan mereka yang ke 50.  Segala persiapan sudah dibuat sedemikian apik oleh lelaki tua yang sangat mencintai istrinya itu.  

Wanita berkursi roda yang dijaganya penuh cinta selama ini. Tetapi, rencana Tuhan tidak ada yang tahu, karena nggak lama kemudian papa jatuh sakit, dan koma.

Dini memiliki kedekatan yang sangat dengan papanya, dibandingkan 3 saudara kandungnya.  Sempat ada saat papanya membuka mata, tetapi tidak bercakap.  

Matanya itu hanya memandangi jendela rumah sakit.  Pandangannya jauh sekali, seolah ada yang dilihatnya.  "Pa, papa lihat apa?" tanya Dini ketika itu, dan tak ada jawaban dari lelaki tua itu.  Sesekali mata itu dialihkan ke Dini, lalu kembali dilihatnya jendela, dan memandang jauh.

Jujur hati Dini berdegub kencang saat itu.  Kata orang 40 hari sebelum kematian, seseorang telah menunjukkan gelagat anehnya.  Bertanya dalam hatinya, apakah ini.  Tetapi, anak mana yang mau kehilangan orangtuanya.

Hari-hari di rumah sakit menjadi menyiksa untuk Dini beserta kedua adeknya yang menjaga disana. Melihat orang yang dikasihinya koma berminggu-minggu, tanpa bisa berbuat apapun, itu menyedihkan sekali. Berasa jadi anak tak berguna. Kalaupun mata itu terbuka hanya pandangan kosong, seolah hanya tubuhnya saja yang terbaring disana.

Seperti biasanya pagi itu Dini datang ke rumah sakit membawa segala keperluan berjaga.  Kaget luar biasa karena kamar papa terlihat terang sekali, sangat terang.  

"Sis, Jo, kok tumben sih kamar papa terang sekali?  Kamar ini bercahaya sekali, dan lihat papa kita terlihat terang," bersemangat Dini bertanya kepada kedua adeknya yang memang selama ini menjaga papa.

Sayang kedua adeknya tidak merasakan perbedaan.  "Ah, nggak kok kak.  Biasa aja deh perasaan.  Mungkin kakak aja sedang capek, jadi halu," begitu jawab mereka.  Meski tetap saja Dini merasakan hari itu ada berbedaan yang sangat. 

Kejadian itu tidak hanya sekali, beberapa kali Dini mendapati kamar papa terlihat sangat terang.  Bedanya, kali berikut Dini hanya diam. Pernah satu ketika saat hanya Dini di kamar itu, mata papa terlihat memandang satu arah.  

Lalu terdengar suaranya bergumam seperti sedang berkata, entah apa. 

"Pa, papa lihat apa, lihat siapa pa?" tanya Dini yang merasa bahwa saat itu sepertinya akan segera tiba.

Tuhan itu baik, dan sangat baik itu benar.  Didalam kondisi papa, Dia masih memberikan kesempatan kepada papa untuk merayakan Paskah, dan 50 tahun perkawinannya dengan wanita yang sangat dicintainya, mama.

Beberapa hari kemudian Dia yang maha baik itu menjemput papa untuk pulang ke rumahNya. Dini beruntung sepulang gereja diberikan kesempatan untuk berdoa dan bernyanyi bersama sebelum papa berpulang pada Senin pagi.  

Demikian juga kedua adeknya yang menunggui papa selama 3 minggu di rumah sakit dengan cinta. Di depan mata kedua adeknya inilah papa menutup mata untuk selamanya, setelah sebelumnya memandangi kedua anak yang mengasihinya.

Tidak tahu bagaimana persisnya Tuhan berbicara kepada kita.  Tetapi, saat itu di rumah duka saat papa disemayamkan, dan saat lagu-lagu pujian dinaikkan.  

Tertangkap mata oleh Dini, Jena anaknya tersenyum memandangi tubuh kakeknya yang terbujur dan kini telah lengkap mengenakan jas kesayangannya.   Mata Jena lalu terlihat terus mengikuti, memandangi hingga ke arah pintu.

Bisik Jena pelan kepada Dini, "Mama, kakek sudah jalan, sudah pergi.  Kakek tidak pincang lagi, dan jadi muda. Ada cahaya terang, sangat terang sekali menerangi kakek. Pintu itu ma, lalu terbuka dan kakek berjalan diterang itu, mama," jelas Jena berbisik sambil kembali tersenyum.

Dini tidak tahu persisnya apa yang dimaksudkan oleh Jena.  Tetapi cahaya terang di kamar rumah sakit itu mungkin menjawab bahwa Dia telah menunggu papa.  

Kembali teringat akan apa yang terjadi sebelum papa sakit, mungkin di saat itulah Dia juga telah mempersiapkan papa untuk berpulang.  Kini, roh itupun telah meninggalkan tubuh papa dan mengikuti Dia.

Tidak ada yang tahu kapan kita berpulang, tetapi Dia sering kali telah berbicara dan memberi tanda.  Kita saja manusia yang tidak peka, atau memang ini adalah misteri.  Misteri kematian yang hanya akan menjadi rahasia milikNya.

Jakarta, 4 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun