Lalu kami berduapun larut dalam percakapan ngalor ngidul mengenai hidup, termasuk soal jodoh. Â Heheh..kebetulan Dina belum beruntung mempunyai pendamping ketika itu. Â Sementara Shinta malah bercanda dirinya agak beruntung karena sempat mempunyai suami sebentar. Â Hahha...kocak memang Shinta yang mampu mentertawakan kebodohannya. Â Sebuah kedewasaan yang luarbiasa menurut penulis.
Memang begitulah adanya, ada banyak dari kita sering mentertawakan orang seakan dirinya sangat sempurna. Â Tetapi nyatanya sulit menerima kritik dan masukan, apalagi kalau sampai ditertawakan orang. Â Berbeda dengan Shinta, pelajaran hidup berharga telah berhasil dimenangkannya.
Shinta sungguh telah memilih hidup. Â Hidup dalam arti dirinya, dan hidup anaknya. Â Tidak hanya hidup, tetapi Shinta memilih kehidupan yang ada Tuhan didalamnya. Â Mengakui dosanya, memperbaiki dan melanjutkan hidupnya untuk menjadi manusia lebih baik.
Percakapan itu kemudian berakhir setelah lewat 1 jam kami ngobrol tanpa terasa.
Tidak tahu dimana keberadaan Shinta saat ini. Â Lewat sudah 15 tahun penulis tidak mendengar kabarnya. Â Doa dan pengharapan terbaik untuknya. Â Percaya dirinya telah belajar banyak, dan pasti mampu menjalani kehidupan yang sudah diserahkannya ke tangan Tuhan.
Cerita ini diangkat dari kisah nyata, teruntuk sahabatku dimanapun dirimu kini. Â God loves you sist.
Jakarta, 26 September 2020