Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah adalah Perbedaan yang Menyatukan

5 September 2020   21:05 Diperbarui: 5 September 2020   21:04 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://republika.co.id/berita/q17bvu328/psikolog-ungkap-cara-membangun-kekuatan-keluarga

Bayangkan saja, betapa meriahnya ketika suami dirumahkan, lalu istri kebetulan tidak bekerja, dan anakpun selama pandemi di rumah karena PJJ.  Nggak kebayang situasi menjadi serba semerawut sementara cacing di perut tidak bisa disuruh diam.  

Maka yang terjadi adalah adu menang, ngotot mempertahankan pendapat masing-masing.  Lalu ujungnya adalah berpisah karena sudah tidak lagi sependapat.

Ehhhmmm...miris, karena pernikahan saja dimulai dari 2 jenis kelamin berbeda, yaitu laki-laki dan perempuan.  Artinya, pernikahan itu dimulai dari sebuah perbedaan.  

Tidak mungkin keputusan melanjutkan ke jenjang pernikahan karena kedua pasangan sama dalam segala hal.  Kenapa?  Sederhana saja, karena kita menemukan kelebihan dari pasangan kita yang dapat menutupi kekurangan kita.  

Faktanya, memang tidak ada manusia yang sempurna, dan itu sebabnya di dalam pernikahan harus saling mendukung dan melengkapi.

Pandemi Covid jelas mengerikan.  Tetapi lari dari kenyataan hingga berujung perceraian karena ekonomi, itu artinya kita tidak menghargai nilai pernikahan itu sendiri.  Ini lebih mengerikan dari Covid itu sendiri, karena kita kehilangan cinta kepada pasangan kita, dan bahkan anak!

Kemana semua cinta, kasih mula-mula dan perjuangan selama ini?  Percayalah, perbedaan kita dengan pasangan kita ada untuk saling melengkapi.  Tetapi semuanya butuh kesabaran, dan komunikasi!  Bukan emosi sesaat yang akhirnya menyesatkan.

Diibaratkan kapal, maka pernikahan adalah kapal yang sedang berada diatas gelombang badai Covid.  Tidak bisa diharapkan kemudi hanya kepada nakhoda saja.  

Dibutuhkan kekompakan dan kerjasama dari seluruh anggota keluarga.  Bahkan anak pun minimal SMP rasanya cukup untuk diajak berembuk memikirkan kondisi ekonomi keluarga.  Tentunya dalam kapasitasnya sebagai anak.

Mungkin, ada baiknya di saat ini setiap keluarga saling berpengangan tangan.  Berpikirlah optimis, dan kembangkan kreativitas untuk mencari peluang baru.  

Demikian juga, biasakan untuk sertakan Tuhan dalam setiap pergumulan.  Sebagai umat beragama, kepada Dia kita mengadu, karena Dia jugalah dulu kita dipertemukan dengan pasangan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun