Mohon tunggu...
Desy Pangapuli
Desy Pangapuli Mohon Tunggu... Penulis - Be grateful and cheerful

Penulis lepas yang suka berpetualang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Seks Itu Penting, Tak Perlu Malu Apalagi Takut Dosa!

24 Juli 2020   23:36 Diperbarui: 25 Juli 2020   00:33 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mudah membicarakan seks di negeri ini.  Kita akan terikat dengan segala norma, mulai dari budaya hingga agama.  Padahal apa yang salah dengan seks, karena nyatanya kehadiran kita sebagai anak adalah buah kasih kedua orang tua kita.  Tetapi, faktanya tidak semudah itu membicarakan, apalagi menjelaskannya.

Cara berpikir ketimuran membuat topik seks menjadi tabu dibicarakan oleh orang tua dan anaknya.  Lalu persoalan ini dilemparkan kepada sekolah, dan berharap gurulah yang akan menjelaskan lewat materi pelajaran.

Inilah yang kemudian terjadi, anak akan tertawa geli saat guru menerangkan apa itu (maaf) kelamin, dan perbedaan antara penis dan vagina.  Lanjut kemudian menjelaskan tentang alat reproduksi, dan bagaimana menjaga serta merawatnya.  Seketika kelas akan ramai dengan gelak tawa anak-anak, dan guru menjadi tersipu malu menjelaskan saat anak-anak kritis menanyakan lebih rinci lagi.  Hehe...teringatnya itulah cerita anakku ketika mendapatkan materi ini di pelajaran Biologi sewaktu di kelas 9.

Balik ketika anak lelakiku ini di usia SD.  Sempat penulis menanyakan kepada pihak sekolah apakah nanti ada materi mengenai pendidikan seks, mengingat di usia kelas 5 dan 6 beberapa anak sudah ada yang puber dan mulai suka-sukaan.  Heheh...kebetulan penulis sendiri memiliki dua anak, yang pertama perempuan dan yang kedua laki-laki.

Saat itu pihak sekolah mengatakan, ya akan ada materi itu nantinya.  Satu sesi dimana anak dikenalkan tentang seks dari sudut pandang pengetahuan dan agama.  Tetapi, disaat bersamaan sekolah kembali melemparkan kepada penulis, "Mengapa ibu tidak mencoba menjelaskannya sendiri kepada anak-anak?"  Penulis ingat ketika itu menjawabnya dengan, "Saya malu, dan tidak tahu harus mulai dari mana."

Singkat cerita memang selama ini sulit bagi penulis menjelaskan apa itu seks kepada kedua buah hati.  Bahkan, (maaf) untuk menyebutkan vagina saja penulis mengatakan itu "pintu", karena penulis menggambarkan dari vaginalah bayi keluar.  Lalu menyebutkan penis sebagai "buyung", karena lidah rasanya kelu dan berdosa menyebut vulgar itu namaya penis.  Tetapi yang pasti ketika itu penulis menjelaskan bahwa anak perempuan dan anak lelaki itu berbeda. 

Apakah penulis bijak?

Heheh...faktanya apa yang penulis lakukan hanyalah mengulur waktu, karena akhirnya anak-anak kritis menanyakan banyak hal tentang seks.  Yup, penulis beruntung karena kedekatan hubungan dengan anak membuat mereka selalu bertanya banyak hal kepadaku.

Hingga akhirnya penulispun "mati rasa" menjelaskan kepada kedua buah hati yang kebetulan jarak umurnya tidak jauh mengenai apa itu seks.  Kembali beruntung, kebetulan kedua buah hati terbiasa sejak kecil mendengar dongeng yang penulis bacakan.  Sehingga mereka tumbuh menjadi anak yang suka membaca.  Bukulah sumber pengetahuan pertama mereka mengenai seks, sebelum kemudian ditanyakan kepada mamanya ini lebih rinci.

Inilah yang penulis lakukan ketika satu persatu baik si sulung maupun si bungsu memasuki masa pubertas mereka.  Menjelaskan bahwa ketika puber maka sel telur pada wanita sudah siap dibuahi, dan demikian juga sperma pada laki-laki siap membuahi.  Jika terjadi pembuahan, maka terjadilah kehamilan.  Bagaimana pertemuan terjadi, adalah ketika penis masuk ke lobang vagina.  Apakah itu salah?  Tidak salah, selama itu sudah sah dimata Tuhan dalam ikatan perkawinan, dan juga hukum negara.  Selain dari itu salah, dan dosa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun