Siswa SMP berada pada masa remaja. Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di- mana kapasitas untuk memperoleh dan menggu- nakan pengetahuan secara efisien mencapai pun- caknya. Hal ini karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempur- naan. System syaraf yang berfungsi memperoses informasi berkembang dengan cepat.
Disamping itu, pada masa remaja juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe. Prontal lobe ini ber- fungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumusakan perencanaan strategi atau kemampuan mengambil keputusan Carol & David dalam Desmita (2010).
Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah satu bentuk perbuatan berfikir dan hasil dari perbuatan itu disebut keputusan. Ini berarti bahwa melihat bagaimana seseorang remaja mengambil suatu keputusan, maka da- pat diketahui perkembangan pemikirannya. Da- lam hal ini remaja mulai mengambil keputusan tentang masa depan seperti pemilihan sekolah lanjutan.
Remaja muda cenderung menghasil- kan pilihan-pilihan, menguji situasi dari berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari keputusan- keputusan, dan mempertimbangkan kredibilitas sumber-sumber Santrock (2002).
Stoner (2003) memandang pengambilan keputusan sebagai proses pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan sebu- ah masalah tertentu. Menurut Suhaman (2005) pengambilan keputusan atau dicision making ia- lah proses memilih atau menentukan berbagai kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti.
Jadi, pengambilan keputusan adalah suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kog- nitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan dalam pemilihan alternatif untuk me- nyelesaikan masalah.
Dalam pengambilan keputusan dibutuh- kan suatu keyakinan atau self-efficacy bahwa ke- putusan yang diambil adalah yang terbaik den- gan mempertimbangkan berbagai aspek yang ada. Menurut Santrock (2011) “Self-efficacy is the belief that one can master a situation and produce po- sitive outcomes”.
Sedangkan menurut Ellis (2009) self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan peri- laku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. jadi, self-efficacy adalah keyakinan yang terdapat pada diri individu dalam melakukan tindakan tertentu. Karakteristik siswa yang memiliki self- efficacy tinggi menurut Bassi& others, in Santrock (2011) “one study that high self-efficacy adolescents has higher demic aspirations, spent more time doing.
homework, and were more likely to associate learning activities with optional experience than their low self- efficacy counterparts”. Artinya bahwa remaja yang memiliki self-efficacy tinggi memiliki aspirasiaka- demisyang lebih tinggi, menghabiskanlebih bany- ak waktu melakukanpekerjaan rumah, danlebih mungkinuntuk mengasosiasikankegiatan bela- jardengan pengalamanopsionaldari pada rekan- rekan yang memiliki self-efficacy rendah.
Menurut Schunk (2012) siswa yang me- miliki self-efficacy tinggi dapat memecahkan ma- salah dengan benar dibandingkan dengan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Siswa dengan self-efficacy rendah sering menghindari tugas; orang-orang yang menilai diri mereka memilki keyakinan diri harus berpartisipasi lebih berse- mangat.
Self-efficacy juga dapat mempengaruhi pengeluaran usaha, ketekunan dan belajar. Sis- wa yang merasa memiliki keyakinan diri umum- nya mengeluarkan usaha lebih besar dan berta- han lebih lama daripada siswa yang meragukan kemampuan mereka, terutama ketika mereka menghadapi kesulitan
Menurut Bandura (1997) self-efficacy bukan hanya dipersepsikan untuk menentukan pilihan sebagai pertimbangan tetapi juga mempengaruhi aspek lain dalam pengambilan keputusan. Ber- dasarkan hasil penelitian yang dilakukan Floren- ce(2013)menyatakan bahwa “terdapat hubungan antara self-efficacy dengan pengambilan kepu- tusan pada remaja”.
Bahwa semakin tinggi self- efficacy individu, maka semakin tinggi pula pen- gambilan keputusannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah self-efficacy individu, maka sema- kin rendah pula pengambilan keputusannya.
Pengambilan keputusan pada siswa SMP seperti pemilihan sekolah lanjutan (SMA dan SMK) yang saat ini menjadikan kendala besar bagi siswa SMP. Ditambah lagi dengan masih me- milih jurusan yang menjadi pilihan ketika sudah masuk SMA atau SMK yang akan menentukan masa depannya kelak.
Pemilihan sekolah SMA ataupun SMK menjadi awal mula pilihan yang menentukan karir dalam hidupnya. Kurangnya keyakinan atau self-efficacy akan kemampuan diri dalam memilih sekolah lanjutan menyebabkan mereka tidak kokoh untuk bertanggung jawab atas pilihannya.
Berdasarkan wawancara dengan guru bim- bingan dan konseling di SMP Negeri 2 Ambal bahwa dari 190 siswa kelas IX yang sudah lulus pada tahun 2014. 70% dari mereka melanjutkan sekolah, sedangkan sisanya 30% tidak melanjut- kan sekolah atau bekerja. Dari 70% siswa yang melajutkan sekolah,pengambilan keputusan studi lanjut dipengaruhi ajakan teman, gengsi
(jurusan IPA sering dilihat lebih baik dari IPS). Kemudian anggapan sekolah kejuruan yang lebih menjanjikan karir, dan faktor ekonomi keluarga yang menjadi penghambat siswa dalam memilih sekolah lanjutan. Siswa yang memiliki kemam- puan akademik dan non akademik baik, kurang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu me- lanjutkan ke sekolah yang favorit atau sekolah yang mendukung prestasinya saat ini.
Berdasarkan hasil angket yang diberikan pada siswa kelas VIII menyatakan bahwa 20 dari 32 siswa memiliki self-efficacy yang rendah. Dilihat dari anggapan jurusan IPA lebih baik dari jurusan lain.Kemudian sering menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit atau menantang. Sering memikirkan kekurangan yang dimiliki ketika menghadapi situasi/tugas yang sulit.
Be- lum memiliki perencanaan studi lanjut dan yang sudah memiliki perencanaan studi lanjut mere- ka merasa tidak yakin dengan perencanaannya. Berdasarkan wawancara dan angket menunjukan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan studi lanjut yang dimiliki oleh siswa SMP Negeri 2 Ambal tergolong rendah.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling disekolah memberikan alternatif bantuan diantaranya adalah layanan informasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukardi (2000) layanan informasi yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain dapat memberikan pengaruh yang besar, menerima dan memahami informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan.
Diperlukannya layanan informasi menurut Prayitno (2012) sebagai per- timbangan bagi arah pengembangan diri dan se- bagai dasar pengambilan keputusan. Tanpa infor- masi yang cukup individu tidak mampu mengisi kesempatan yang ada. Seperti salah pilih sekolah, salah pilih pekerjaan, seringkali menjadi akibat dari kurangnya informasi.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-efficacy dalam pengambilan kepu- tusan studi lanjut salah satunya dengan melalui layanan informasi. Pemberian layanan informasi dapat dilakukan dengan teknik modeling sim- bolik. Modeling simbolik merupakan cara/pro- sedur yang dilakukan dengan menggunakan me- dia seperti video.
Menurut Winkel (2004) bahwa “bentuk konkret bahan informasi berupa empat macam yaitu lisan, tertulis, audiovisual dan dis- ket program komputer”. Penggunaan teknik mo- deling dalam layanan informasi bertujuan agar siswa mendapatkan keterampilan baru dengan jalan melakukan pengamatan atau observasi. Dengan modeling dapat memfasilitasi siswa dalam mencari informasi untuk membuat keputusan yang sesuai dengan minatnya.
Teknik modeling dipelajari melalui observasi dan mengamati model yang ditampilkan. Menurut Ellis (2009), salah satu meningkatkan self-efficacy siswa di dalam kelas adalah dengan memperlihatkan model rekan-rekan sebaya yang sukses kepada para siswa.
Sedangkanmenurut Alwisol (2009) “self-efficacy akan meningkat keti- ka mengamati keberhasilan orang lain”. Dengan adanya model yang sesuai dengan isi informasi yang disampaikan akan meningkatkan self-efficacy yang berpengaruh pada pengambilan keputusan studi lanjut siswa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur (2010) layanan informasi teknik modeling efektif sebagai upaya dalam meningkatkan pengambilan keputusan dalam pemilihan jurusan. Sedangkan menurut Ika (2012) self-efficacy dapat ditingkatkan dengan menggunakan modeling simbolik. Kedua penelitian tersebut menggambarkan bahwa adanya keterkaitan pengaruh layanan informasi teknik modeling untuk pengambilan keputusan studi lanjut dan self-efficacy dapat ditingkatkan dengan modeling simbolik.
Melalui layanan informasi teknik modeling simbolik diharapakan dapat memberikan pengaruh pada siswa kelas IX. Agar mampu me- ningkatkan self-efficacy sehingga dalam pengambi- lan keputusan studi lanjut dapat dilakukan secara tepat.
Secara umum layanan informasi diadakan untuk membekali para siswa dengan pengeta- huan tentang data dan fakta dibidang pendidikan sekolah, bidang pekerjaan, dan bidang perkem- bangan pribadi-sosial, supaya mereka dengan be- lajar tentang lingkungan hidupnya lebih mampu mengatur dan merencanakan kehidupannya sen- diri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh layanan informasi teknik modeling simbolik terhadap self-efficacy dalam pengam- bilan keputusan studi lanjut pada siswa kelas IX. Selain itu juga untuk mengetahui self-efficacy dalam pengambilan keputusan studi lanjut sebelum dan sesudah diberikan layanan informasi teknik modeling simbolik.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen dengan desain penelitian one group pre-test dan post-test. populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX. Teknik sampling yang digunakan adalah porposive sampling. Kelas IX E menjadi sampel penelitian dengan jumlah responden 30 siswa. metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrument skala self efficacy pengambilan keputusan studi lanjut. metode analisis data menggunakan deskriptif presentase dan uji T-Test.
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh layanan informasi teknik modeling simbolik terhadap self-efficacy dalam pengambilan keputusan studi lanjut pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 Ambal secara umum dapat disimpulkan bahwa layanan informasi teknik modeling simbolik dapat mempengaruhi self-efficacy dalam pengambilan keputusan studi lanjut.
Self-efficacy dalam pengambilan keputusan studi lanjut yang dimiliki oleh siswa sebelum diberikan treatment termasuk dalam kriteria rendah yaitu dengan rata-rata presentase 44,94%. Sedangkan Self-efficacy dalam pengambilan keputusan studi lanjut yang dimiliki oleh siswa setelah diberikan treatment, sebanyak depalan kali pertemuan menunjukan adanya perubahan dengan peningkatan rata-rata presentase menjadi 82,36% yang termasuk kriteria tinggi. Berdasarakan hasil uji T-test, layanan informasi teknik modeling sim- bolik berpengaruh secara efektif dan signifikan pada self-efficacy dalampengambilan keputusan studi lanjut sebesar 33,855.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H