Pemberian sanksi kepada Myanmar yang dilakukan oleh Amerika Serikat merupakan wujud respon reaksi atas permasalahan yang terjadi di Myanmar. Dapat dipahami bahwa sebagai negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, pelopor demokrasi, dan negara dengan bargaining position yang kuat, maka sanksi tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi dan situasi domestik di negara Myanmar. Sejatinya, pada Tahun 2021 terkait dengan kudeta militer yang terjadi terdapat beberapa sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap Myanmar seperti membekukan aset dua perusahaan besar Myanmar yaitu Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) yang mengendalikan sebagian besar perekonomian Myanmar dengan mendirikan banyak usaha di lintas sektor dan diyakini berafiliasi dengan pihak-pihak yang memimpin kudeta militer dengan tujuan agar dapat menutup akses pembiayaan untuk mendukung tindakan kudeta tersebut
Lalu bagaimana respon Myanmar atas sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat tersebut? Dari pihak Junta militer sendiri, saat ini tidak mempedulikan terhadap sanksi-sanksi yang sudah di berlakukan. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya pengunduran diri dari Min Aung Hlaing sebagai pemimpin pemerintahan di Myanmar dan hingga pertanggal 16 juni 2023 saat ini, dari pihak Juanta militer Myanmar masih memberlakukan penerapan hukum militer. Namun hal tersebut berbeda dengan masyarakat Myanmar, yang mana masyarakat setuju atas diberlakukannya sanksi-sanksi dari Amerika Serikat. Dari hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang melakukan demonstrasi di jalan raya agar dapat perhatian dari Amerika Serikat untuk membekuk pemerintahan militer saat ini melalui berbagai sanksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H