Sebuah negara pasti punya pemimpin, sebuah provinsi pasti punya gubernur, sebuah kabupaten atau kota pasti punya bupati atau walikota, dan sebuah desa atau lurah pasti punya kepala Desa atau ketua lurah.
Setiap tempat pasti punya seseorang yang memimpin. Yang mengatur dan membantu masyarakat setempat agar warganya bisa hidup sejahtera.
Pemilu semakin dekat, mungkin itulah sebabnya. Seorang pemimpin Desa malah ikutan berkampanye dan bermain dengan money politic.Â
 Apa Boleh? Seorang Kepala Desa berkampanye?. Apalagi bermain dengan money politic?
Setelah kemarin Presiden mengungkapkan bahwa presiden pun bisa berkampanye. Itu membuat heboh masyarakat. Pasalnya, anaknya juga ikutan menjadi Cawapres. Apakah ada hubungannya dengan itu?, apakah presiden ingin sekali memenangkan anaknya?. Mungkin begitulah pikiran publik.
Lalu, bagaimana dengan aparatur sipil negara?, kepala Desa, perangkat desa, TNI dan kepolisian?, apakah mereka juga berhak berkampanye?.
Dalam RKPU 23 Tahun 2018, dalam BAB VIII tentang Larangan dan Sanksi bagian 2, bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye, dilarang melibatkanÂ
a. ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi; b. ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia; d. direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah; e. pejabat negara bukan anggota Partai Politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural; f. Aparatur Sipil Negara; g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; h. kepala desa; i. perangkat desa; j. anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.Â
Dari pernyataan RKPU tersebut, sudah jelas bahwa Aparatur Sipil Negara, anggota TNI dan POLRI tidak bisa dilibatkan, artinya tidak bisa ikut berkampanye.
Dari hal itu, saya ingin bercerita pengalaman. Pengalaman yang pernah saya rasakan.
Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 7 Februari 2024, di saat malam hari. Saya datang di kediaman kepala Desa, hanya untuk menemani ibu saya karena dipanggil oleh kepala Desa katanya. Saya curiga, karena kalau ditanya mau apa, beliau terlihat enggan menjawab.