Bersama-sama para punggawa, Alexander hadir di garis depan kala merangsek maju atau bertahan dari serangan lawan. Tak diragukan, sang pahlawan paham benar bagaimana pemimpin seharusnya bertindak. Meraih kemenangan karena berada langsung di tengah-tengah mereka yang dipimpin.
Kharisma Alexander membuat setiap wilayah taklukannya tak sekedar membungkuk karena ancaman pedang, tapi juga karena contoh pesan kepemimpinan yang turut menyapa wilayah jajahan.
Faktanya, Alexander tak memimpin sendirian. Dirinya dibantu para jenderal yang telah mengucap sehidup semati bersama sang putra Philip.
Pada surutnya, banyak catatan yang menyebutkan faktor kebosanan yang melanda para garda depan Makedonia di tanah lawan.
Tapi sejarah pun kembali membuktikan... Alexander Agung akhirnya menyerah bukan kepada ujung tombak, melainkan panggilan Tuhan yang bewujud penyakit mematikan...
Di era modern ini, siapakah yang bisa mewakili Alexander...?
Terlepas dari konten sejarah, nilai-nilai yang diwariskan Alexander mungkin tak lagi memukau kala dibandingkan para figur motivator modern.
Memang, Alexander hanya dapat ditemui dari berbagai literatur... Sejarah tak boros bicara, kecuali lewat keinginan mempelajarinya secara mendalam tanpa gaduh.
Sebagai contoh nyata dari kepemimpinan sejati... Alexander selalu menginspirasi walau kerap terlupakan oleh insan modern.
Kini, ribuan tahun setelah dirinya wafat, Alexander tak perlu lagi membuktikan apapun kepada dunia. Jauh sebelum era industri, sang pahlawan yang juga dikenal dengan nama Iskandar Zulkarnaen, turut melahirkan pemimpin hebat lainnya.
Epos kisah kepemimpinan itu tercatat dalam lembaran dan menggugah seseorang bernama Napoleon. Sang penakluk hebat lain pun muncul pada zaman yang berbeda. Siapa sangka, kisah Alexander yang diwakili dalam sebuah buku setia menemani tidur malam sang singa Perancis.