Mohon tunggu...
Destrywan Marito Parapat
Destrywan Marito Parapat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga prodi Kesehatan Masyarakat

MBTI saya INFJ

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Belajar dari Puskesmas: Interaksi antara pasien dan Tenaga Kesehatan di Puskesmas

24 Desember 2024   19:26 Diperbarui: 24 Desember 2024   19:25 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, kesempatan untuk mengamati langsung bagaimana interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan berlangsung di puskesmas adalah pengalaman yang sangat berharga. Puskesmas, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan primer di Indonesia, memainkan peran penting dalam memastikan akses kesehatan yang merata bagi masyarakat. Dalam pengamatan ini, fokus saya tertuju pada komunikasi dan hubungan yang terjalin antara tenaga kesehatan dan pasien, serta tantangan yang mereka hadapi.

Interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien merupakan inti dari pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pada saat kunjungan langsung ke puskesmas, saya mengamati bagaimana seorang tenaga kesehatan berinteraksi dengan pasien dari berbagai latar belakang. Salah satu momen yang paling berkesan adalah ketika seorang anak SMP datang bersama ayahnya dengan keluhan demam yang sudah berlangsung beberapa hari. Ayah anak tersebut tampak cemas, namun dokter dan perawat dengan sabar mendengarkan keluhan mereka.

Ketika perawat bertanya kepada anak itu tentang gejalanya, ia menggunakan nada suara lembut dan pertanyaan yang sederhana seperti, "Sejak kapan demamnya mulai terasa?" Anak yang awalnya tampak ragu, akhirnya merasa cukup nyaman untuk menjawab dengan detail. Perawat tersebut juga memberikan penjelasan medis dengan cara yang mudah dipahami, bahkan untuk anak-anak. Ayah anak itu terlihat lega setelah mendapatkan informasi yang jelas dan meyakinkan. Momen ini menunjukkan bagaimana komunikasi yang penuh empati dapat membangun kepercayaan antara pasien dan tenaga kesehatan.

Namun, tidak semua interaksi berlangsung sempurna. Dalam beberapa kasus, terbatasnya waktu konsultasi menyebabkan komunikasi menjadi kurang optimal. Saya melihat pasien yang tampak bingung setelah penjelasan singkat dari tenaga kesehatan, yang kemudian berpotensi menyebabkan ketidakpatuhan terhadap anjuran medis. Hal ini menjadi pengingat pentingnya memberikan waktu yang cukup bagi setiap pasien, meskipun beban kerja tenaga kesehatan sangat tinggi.

Salah satu tantangan utama dalam interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan adalah perbedaan latar belakang budaya dan pendidikan. Beberapa pasien, terutama dari daerah terpencil atau kelompok sosial tertentu, mungkin merasa malu untuk bertanya atau mengungkapkan keluhan secara terbuka. Hal ini dapat menyebabkan tenaga kesehatan kesulitan memahami kebutuhan pasien secara menyeluruh.

Sebagai solusi, pelatihan komunikasi yang lebih intensif dapat diberikan kepada tenaga kesehatan. Pelatihan ini tidak hanya mencakup teknik berbicara yang efektif, tetapi juga cara mendengarkan aktif dan menciptakan suasana yang nyaman bagi pasien. Selain itu, penggunaan teknologi sederhana, seperti diagram visual atau video pendek untuk menjelaskan kondisi medis, dapat membantu pasien memahami informasi yang disampaikan.

Tantangan lainnya adalah waktu yang terbatas. Dalam kondisi antrean pasien yang panjang, tenaga kesehatan sering kali harus bekerja di bawah tekanan waktu. Namun, dengan manajemen waktu yang lebih baik dan pembagian tugas yang efisien di antara anggota tim, tantangan ini dapat diminimalkan.

Empati adalah elemen kunci yang sering kali menjadi pembeda dalam pengalaman pasien. Saya mengamati bagaimana tenaga kesehatan yang menunjukkan perhatian tulus terhadap pasien mampu menciptakan hubungan yang lebih baik. Misalnya, saat seorang ibu hamil datang untuk pemeriksaan rutin, bidan yang menanganinya tidak hanya memberikan informasi medis, tetapi juga bertanya tentang kondisi emosional dan dukungan keluarga. Pendekatan holistik ini membuat pasien merasa lebih didukung secara menyeluruh.

Dr. Rita Mangunsong, seorang pakar kesehatan masyarakat, pernah mengatakan, "Komunikasi adalah inti dari pelayanan kesehatan, namun sering kali dianggap sebagai keterampilan tambahan, bukan keahlian utama." Kutipan ini menegaskan pentingnya tenaga kesehatan untuk memprioritaskan komunikasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kompetensi mereka. Tidak hanya membantu pasien memahami kondisi mereka, komunikasi yang baik juga dapat mencegah kesalahpahaman yang berpotensi membahayakan kesehatan pasien.

Pengamatan ini memberikan pelajaran berharga bagi saya sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat. Saya menyadari bahwa interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan bukan hanya tentang berbagi informasi medis, tetapi juga tentang membangun kepercayaan, rasa aman, dan hubungan yang saling mendukung. Sebagai calon tenaga kesehatan masyarakat, saya merasa terdorong untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan komunikasi di lapangan, termasuk meningkatkan empati, keterampilan interpersonal, dan kemampuan mendengarkan secara aktif.

Puskesmas bukan hanya tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan, tetapi juga ruang belajar bagi siapa saja yang peduli terhadap kesehatan masyarakat. Dengan terus meningkatkan kualitas interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan, saya yakin puskesmas dapat menjadi garda terdepan dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun